Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(254)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Rangkong masih belum bisa memastikan apa yang sesungguhnya terjadi di dalam bangsal. Namun dugaan Rangkong, Rungkut ikut tewas, jika tidak pasti sudah meloncat keluar atau memberi tanda kepadanya untuk membantu. Erangan yang pertama sepertinya erangan Sunan Prawoto dan kemudian terdengar jeritan seorang wanita, itu pasti suara sang permaisuri. Dan kemudian Rangkong mendengar erangan Rungkut dan terdengar orang jatuh di tanah. Mungkin sekali yang terakhir itu adalah Rungkut, lurahnya.
Rangkong masih menunggu perkembangan apa yang terjadi selanjutnya. Dan juga ia ingin memastikan dugaannya. Namun yang terpenting adalah bahwa Sunan Prawoto telah benar-benar tewas. Itulah yang diperintahkan oleh Adipati Harya Penangsang.
Yang datang untuk mengetahui apa yang terjadi di bangsal raja semakin banyak. Namun mereka tidak diperkenankan masuk ke bangsal. Mereka hanya berkerumun di teras dan halaman. Mereka tidak menghiraukan gerimis yang masih turun.
Mereka berbincang-bincang dalam kesedihan. Namun mereka kemudian tahu bahwa Kanjeng Sunan Prawoto serta sang permaisuri telah gugur. Dan ada satu jasad tidak dikenal. Hampir dapat dipastikan bahwa jasad itu adalah pembunuhnya dan kemudian dibunuh pula oleh Sunan Prawoto atau sang permaisuri.
Rangkong yang mendengarkan perbincangan itu telah yakin bahwa Sunan Prawoto telah tewas, demikian pula sang permaisuri dan Rungkut.
Rangkong tak ingin tertangkap oleh para prajurit yang tentu segera berdatangan. Mumpung masih ada peluang dan masih gerimis, Rangkong segera beringsut dari tempatnya.
Ia harus segera menemui Gandos yang bersembunyi di dahan pohon beringin di pojok alun-alun.
Rangkong tak banyak menemui kesulitan untuk selamat sampai di pojok alun-alun.
“Guweeek…. guweeek…. guweeek…..!” Rangkong menirukan suara burung guwek seperti yang telah disepakati.
Gandos segera meloncat turun karena yakin itu adalah suatu Rangkong.
“Bagaimana…..?” Bertanya Gandos.
“Nanti saja…..! Ayo cepat pergi…..!” Berkata Rangkong.
Dengan hati-hati dan jangan sampai menarik perhatian, Rangkong dan Gandos segera meninggalkan alun-alun. Mereka telah menitipkan kuda-kudanya di tempat seorang sahabatnya jauh di luar kotaraja.
Sementara itu, di Jipang Panolan, Adipati Harya Penangsang semalaman tidak bisa tidur nyenyak.
Ia memikirkan Rangkong dan kawan-kawannya sudah lebih dari sepekan, namun belum mberikan kabar.
“Heeem……! Jangan-jangan mereka tertangkap…..!” Gerutu Adipati Harya Penangsang.
Namun yang ia dengar dari Kanjeng Sunan Kudus, Sunan Prawoto bukanlah seorang yang berilmu tinggi.
Kanjeng Sunan Kudus justru memperhitungkan seorang senopati muda, menantu dari Kanjeng Sultan Trenggana, Jaka Tingkir Mas Karebet. Bahkan, Jaka Tingkir Mas Karebet itu telah berguru tentang ilmu keagamaan kepada Kanjeng Sunan Kudus pula.
“Karebet itu pun harus mampus juga…..!” Batin dari Adipati Harya Penangsang.
“Trah Trenggana harus tumpas tapis sampai anak cucu…..!” Geram Adipati Harya Penangsang ingin menuntaskan dendam.
Sementara itu, perjalanan Jaka Tingkir dari Manahan ke Demak Bintara berjalan lancar tanpa halangan. Meskipun ia harus beristirahat beberapa kali, namun sebelum fajar menyingsing ia telah sampai ksatrian.
“Nimas sangat gelisah menunggu, Kangmas…..!” Kata Nimas Cempaka ketika membukakan pintu.
“Yang penting aku selamat sampai di ksatrian ini, Nimas…..!” Kata Jaka Tingkir.
“Setiap saat selalu aku sediakan minuman hangat sewaktu-waktu Kangmas tiba…..! Minumlah dahulu, Kangmas…..!” Kata Nimas Cempaka yang memang selalu menyediakan minuman hangat untuk sang suami. Jika minuman itu telah dingin, akan segera diganti.
Inang juru masak yang kebetulan bertugas mengganti minuman itu akan sangat senang, karena ia harus menghabiskan wedang jahe sere gula batu ditambah cengkih pilihan kesukaan Jaka Tingkir Mas Karebet.
……………..
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Pelampiasan dendam akan lebih kejam daripada dadakan semula.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.