Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(336)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Ki Juru Martani kemudian menceritakan seperti yang disampaikan oleh prajurit sandi yang bertemu dengan sebagian pasukan Jipang di Watu Jago.
“Yang pasti harus kita cegah…! Kira-kira berapakah jumlah prajurit Jipang itu…?”
Bertanya Ki Penjawi.
“Menurut prajurit sandi ada enam seragam prajurit yang berbeda. Aku kira ada enam bregada prajurit. Kira-kira tiga ratusan prajurit Jipang…..!” Berkata Ki Juru Martani.
“Jika demikian, kita harus menyiapkan paling tidak sepuluh bregada prajurit pilihan yang dipimpin oleh senopati pilihan pula…..!” Lanjut Ki Penjawi.
“Aku akan ikut serta dalam pasukan itu, bukan sebagai senopati, tetapi sebagai prajurit biasa…..!” Sela Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Heeem….., baiklah Jebeng. Kau boleh ikut serta…..!” Berkata Ki Juru Martani karena tahu akan percuma jika mencegah Raden Mas Danang Sutawijaya untuk tidak ikut serta.
“Mas Manca dan Mas Wila tetap memimpin pasukan besar ini. Biarlah Adi Penjawi dan beberapa senopati pilihan yang menghadang pasukan Jipang itu…..!” Berkata Ki Juru Martani.
Ki Penjawi segera menyiapkan sepuluh bregada prajurit dengan para senopati pilihan. Mereka akan menunggu di sekitar jembatan sekitar Masaran. Mereka pun memperhitungkan bahwa perusakan jembatan pasti akan dimulai dari yang paling jauh dari Jipang dan kemudian bergerak mundur. Paling mungkin, jembatan yang akan menjadi sasaran pertama adalah jembatan di sekitar Masaran itu.
Pasukan yang terdiri dari sepuluh bregada itu akan berkuda biar leluasa bergerak jika diperlukan.
Namun sebelumnya, mereka juga akan mengirim tiga orang prajurit sandi dalam penyamaran yang berbeda. Suatu kebetulan bahwa ada prajurit sandi Pajang yang berasal dari Masaran. Ia tentu lebih mudah melakukan penyamar di kampung halamannya sendiri.
“Ayo kita berangkat sekarang, jangan sampai didahului oleh prajurit Jipang yang mungkin juga dalam penyamaran……!” Ajak prajurit yang berasal dari Manyaran itu.
Dalam pada itu, dua orang prajurit Jipang telah sampai di sebuah jembatan di sekitar Masaran. Namun mereka masih menunggu tiga orang kawannya yang semula berangkat bersama.
“Jembatan ini yang akan kita jadikan sasaran pertama kali dan kemudian jembatan berikutnya sambil kita bergerak mundur…..!” Berkata seorang prajurit Jipang.
“Jembatan ini cukup kokoh dan panjang. Namun kita tidak akan kesulitan untuk merobohkan jembatan ini atau membakarnya. Tetapi kita pasti menunggu pasukan prajurit yang masih di belakang…..!” Sahut kawannya.
Beberapa saat kemudian, tiga orang kawannya telah tiba.
Mereka kemudian bersepakat untuk merobohkan jembatan itu untuk yang pertama kali.
Mereka berbincang di ujung jembatan itu untuk beberapa saat. Bahkan mereka sempat hilir mudik di jembatan kayu itu untuk meyakinkan bahwa umur jembatan itu tak lebih dari hari besuk.
Namun tak mereka sadari bahwa perbincangan mereka yang beberapa saat di ujung jembatan dan hilir mudik di atas jembatan itu menarik perhatian seorang pemancing di pinggir kali. Walau tidak terlalu jelas, namun ia bisa memastikan bahwa orang-orang itu adalah prajurit Jipang yang merintis jalan.
Pemancing itu adalah prajurit sandi Pajang yang berasal dari Masaran. Ia dan dua orang kawannya memang telah memacu kudanya agar segera sampai di kampung halamannya.
Salah seorang kawannya telah terlihat berjalan di atas jembatan, bahkan sempat berpapasan dengan para prajurit Jipang itu. Ia yang menyamar sebagai seorang pencari rumput sama sekali tidak diduga oleh para prajurit Jipang bahwa dia adalah prajurit Pajang. Ia pun serba sedikit mendengar perbincangan para prajurit Jipang itu.
“Sekarang sudah terlalu petang, besuk pagi-pagi sekali saja kita laksanakan untuk sasaran yang pertama ini….!” Berkata lurah prajurit Jipang yang memimpin rombongan kecil itu.
“Baik, aku setuju pagi-pagi sekali. Aku kira pasukan Pajang juga bermalam sebelum sampai di jembatan ini……!” Berkata salah seorang prajurit.
…………….
Bersambung………….
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.