Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
402
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Dengan bergabungnya suami Mbok Bakul menjadikan perbincangan semakin melebar.
“Bukankah sampeyan Ki Giring dari Sada….?” Bertanya suami Mbok Bakul.
“Masih ingat aku, Kang…..?” Ki Ageng Giring balik bertanya.
“Ya masih ingat Ki…..! Saya bersama beberapa orang pernah ke pertapaan Kembanglampir. Semua orang di sana kenal dengan Ki Giring, bahkan mereka menyebut Ki Ageng Giring…..!” Jawab suami Mbok Bakul tersebut.
Ki Ageng Giring hanya tersenyum karena memang demikian.
Namun kemudian Ki Ageng Giring yang bertanya; ‘Mengapa tidak mampir ke rumahku…..?”
“Kata orang tua kalau dari berziarah tidak boleh mampir-mampir, nanti berkatnya hilang…….!” Dalih suami Mbok Bakul.
Namun Ki Pemanahan kemudian menyela lagi.
“Bagaimana ceritanya tentang lampor tadi…..?”
“Biarlah bapak-e yang bercerita…..!” Mbok Bakul yang menyahut.
Suami dari Mbok Bakul itu kemudian menceritakan apa yang ia dengar tentang Raden Mas Danang Sutawijaya. Ia sendiri memang tidak melihat langsung di Prambanan maupun di Gunung Bangkel. Tetapi di warung itu beberapa waktu yang lalu selalu menjadi tempat orang-orang bercerita. Tentang lampor, ia sendiri pernah bertemu dengan Ki Reja. Ia sengaja datang ke rumah Ki Reja, di samping untuk membeli gula kelapa yang sedikit lebih murah dari pada di pasar, ia juga ingin mendengar cerita langsung tentang lampor dan tentang anak muda yang mengaku bernama Jebeng.
“Putra Kanjeng Sultan itu juga mengaku bernama Jebeng kepada Ki Reja…..!” Berkata suami dari Mbok Bakul itu.
Ki Pemanahan yakin bahwa Jebeng putranya itu yang menjadi perbincangan.
“Gusti Raden Mas Danang Sutawijaya itu yang mendengar dan melihat langsung lampor itu. Itu kata Ki Reja….!” Lanjut suami Mbok Bakul.
Ia kemudian melanjutkan ceritanya; “Jika bukan orang linuwih – orang yang memiliki banyak kelebihan tidak mungkin akan bisa mendengar dan melihat langsung lampor itu…..!”
Mereka masih beberapa lama berbincang. Karena mereka memang tidak dikejar waktu. Justru yang mereka cari adalah cerita-cerita semacam itu. Dan biasanya, pemilik warung akan banyak tahu. Warung memang menjadi tempat untuk saling bercerita. Walau yang sering terjadi, cerita dari orang yang tidak melihat langsung itu akan lebih seru dari kenyataan yang sebenarnya. Namun Ki Pemanahan tidak menyanggah cerita-cerita tentang Raden Mas Danang Sutawijaya. Dialah yang paling tahu tentang Raden Mas Danang Sutawijaya.
Ki Pemanahan kemudian menghubungkan antara wecan Kanjeng Sunan Mrapen tentang telatah Mentaok yang akan menjadi negeri yang besar dengan wecan Kanjeng Sunan Kalijaga tentang kelapa muda yang telah ia minum. Ia kemudian juga menghubungkan dengan apa yang dialami oleh Jebeng Danang Sutawijaya putranya tentang lampor itu.
“Apakah mungkin semua itu akan terwujud dalam diri anakku…..!” Batin Ki Pemanahan yang sedang melamun.
“Marilah kita melanjutkan perjalanan….!” Berkata Ki Ageng Giring yang membuyarkan lamunan Ki Pemanahan.
“Ooo…..! Yaaa….., marilah…..!” Sahut Ki Pemanahan.
Mereka kemudian meninggalkan warung di luar pasar Macanan. Macanan yang tak jauh dari gunung Bangkel yang juga sering digunakan untuk nenepi tapa brata.
“Dari pasar Macanan tadi ke arah barat menuju ke gunung Bangkel, sedangkan kalau ke timur ada pasar Naran yang sering digunakan untuk melunasi nadar – para eyang angon putu di pasar itu……!” Berkata Ki Ageng Giring yang pernah ke gunung Bangkel maupun ke pasar Naran.
“Suatu saat aku juga akan mengunjungi tempat itu…..!” Jawab Ki Pemanahan sambil berjalan ke arah Prambanan.
Ketika mereka sampai di Gumuk di bawah Bukit Baka, hari telah gelap. Kedua petualangan yang telah separuh baya itu tidak ingin menginap di banjar pedukuhan. Mereka memilih bermalam di alam terbuka. Demikian pula saat itu.
“Kita bermalam di bukit Baka saja….!” Berkata Ki Ageng Giring yang tanpa direncanakan sebelumnya.
……………
Bersambung………..
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Matur nuwun pak Maswo lanjutkan seri 403
Salam sukses selalu