Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(507)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya yang berkuda lurus ke arah barat tanpa berbelok, akhirnya sampai di tepi kali Progo. Di situ sungai Progo tampak lebar dan air pun tidak deras dan kemungkinan sungai itu juga tidak terlalu dalam. Raden Mas Danang Sutawijaya melihat dua getek bambu. Yang satu di sisi timur dan yang satu di di sisi barat.
Mungkin sekali ke-tiga orang utusan dari Menoreh tersebut juga melewati penyeberangan ini. Terbersit oleh Raden Mas Danang Sutawijaya untuk mencoba menyebrang ke Menoreh. Tetapi ingat bahwa nanti batu bata dan genteng akan diangkut hari ini. Ia ingin mengikuti gerobak-gerobak itu dan kemudian akan pesan lagi dalam jumlah yang banyak.
“Ingin menyeberang dengan kudanya sekalian Den…..?” Sapa tukang satang.
“Tidak sekarang, Kang…..! Sekarang baru melihat dulu jalur yang akan ke Menoreh….!” Raden Mas Danang Sutawijaya berdalih.
“Ya benar jalur ini yang bisa sampai ke Menoreh, Den…..! Penyeberangan ini yang menghubungkan sebelah kulon kali dan wetan kali…..!” Berkata tukang satang.
“Apakah sudah ramai orang menyeberang…..?” Bertanya Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Belum begitu ramai, tetapi sering berombongan. Kadang juga para prajurit dari Bagelen atau Menoreh yang akan ke Pajang atau kembali…..!” Jawab tukang satang itu.
“Apakah nama penyeberangan ini, Kang…..?” Bertanya Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Penyeberangan ini dikenal dengan sebutan Ngapak…..! Di sebelah utara juga ada penyeberangan Timoho dan penyeberangan Kreo….!” Jawab tukang satang.
“Apakah Timoho tempat pertapaan Tunggulwulung….?” Bertanya Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Benar Den…..! Tetapi Kiai dan Nyai Tunggulwulung telah mangkat…..!” Berkata tukang satang.
“Oooh….., benarkah demikian….?” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya walau sesungguhnya ia telah mengetahui.
“Yaa….., tetapi masih banyak orang yang berguru ke tempat itu. Ada pertanian serta anyaman bambu. Saya juga pernah ke tempat itu…..!” Berkata tukang satang itu.
“Aku juga ingin berkunjung ke tempat itu suatu saat nanti…..!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya walau ia sudah dua kali berkunjung.
Beberapa saat Raden Mas Danang Sutawijaya berbincang dengan tukang satang itu. Raden Mas Danang Sutawijaya memang ingin mengetahui banyak hal. Namun Raden Mas Danang Sutawijaya sendiri belum berterus terang bahwa ia adalah putra Kanjeng Sultan Hadiwijaya dan juga putra kandung Ki Ageng Mataram.
Raden Mas Danang Sutawijaya menjadi tahu bahwa telah ada beberapa padukuhan yang telah terbentuk di telatah Mataram ini.
Namun akhirnya Raden Mas Danang Sutawijaya minta diri dan berjanji suatu saat akan menyeberangi sungai Progo ini. Ia kemudian berbalik dengan menunggang kudanya ke arah timur.
Sambil berkuda terbersit di pikirannya bahwa ia ingin mengundang para tetua padukuhan itu pada saat nanti diresmikannya pendapa Kotagede. Dan pada saat itu akan dikukuhkan pemerintahan untuk telatah Mataram. Dengan demikian, keberadaan pusat pemerintahan segera diakui luas. Dan pada saat itu, nanti juga akan mengundang para petinggi dari Menoreh, dari Bagelen, dari Tidar dari Kedu dan juga dari Banyumas yang jauh. Harapannya akan terjalin kemitraan telatah Mataram dengan kadipaten-kadipaten itu.
Tidak membutuhkan waktu yang lama Raden Mas Danang Sutawijaya telah sampai di Berja kembali.
“Sudah siap, Paman…..?” Sapa Raden Mas Danang Sutawijaya ketika melihat gerobak-gerobak telah berderet dengan penuh muatan.
“Sudah Den…..! Tinggal berangkat……!” Jawab penjual genteng dan batu bata itu.
“Baiklah, jika demikian, marilah kita berangkat……!” Pinta Raden Mas Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya memang ingin mengetahui, bagaimana caranya gerobak-gerobak itu bisa menanjak di sisi jembatan yang curam.
Beberapa saat kemudian iring-iringan gerobak telah mulai berjalan. Raden Mas Danang Sutawijaya menghitung ada tiga belas gerobak.
……………….
Bersambung………….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Luar biasa jalur cerita ini. Membuka wawasan says ttg sejarah. Terima kasih.