Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(519)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Bahkan ketika Raden Mas Danang Sutawijaya memandang ke langit malam, bintang gemintang berkerlap- kerlip di angkasa raya yang tak terhitung jumlahnya. Raden Mas Danang Sutawijaya semakin merasa kecil, bahkan sangat kecil dari bagian jagad raya ini. Namun demikian, Raden Mas Danang Sutawijaya ingin berarti bagi kehidupan sesama.
Malam hari itu memang belum saatnya Raden Mas Danang Sutawijaya bertemu dengan sang pengusa Laut Kidul. Sesuai janjinya, baru tiba saat pada malam berikutnya. Namun demikian, di sisa malam hari itu, ia tetap ingin menjalani tapa brata di atas batu karang itu. Batu karang yang sebagian telah di ratakan sehingga nyaman untuk duduk bersila. Laku demikian telah sering dilakukan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya. Ia tak akan mengalami kesulitan walau menjalani laku seperti itu untuk beberapa waktu lamanya.
Sesungguhnya malam angin laut kencang menerpa dan dingin menggigit, namun bagi Raden Mas Danang Sutawijaya tak ia rasakan. Itu justru merupakan penggemblengan diri bagi Raden Mas Danang Sutawijaya.
Sampai pagi hari tak terjadi suatu apapun.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian bangkit berdiri. Ia ingin melemaskan otot-ototnya dengan berlari-lari di hamparan pasir tepi pantai itu. Berlarian di pantai yang gembur tentu lebih berat dari di tanah biasa. Namun demikian Raden Mas Danang senang dengan tantangan itu.
Ia kemudian berlari-lari kecil di tepian pantai itu. Semakin lama ia semakin kencang belari. Hamparan pasir yang luas itu sungguh menyenangkan bagi Raden Mas Danang Sutawijaya. Keringat pun mulai bercucuran.
Ia kemudian mendaki gumuk-gumuk pasir. Ketika matahari naik sepenggalah, Raden Mas Danang Sutawijaya baru menyadari bahwa gumuk-gumuk pasir itu begitu indah. Alam-lah yang membentuk indahnya gumuk-gumuk pasir itu. Ia kemudian naik ke tempat yang lebih tinggi lagi. Ia semakin takjub dengan tatanan alam yang begitu indah. Ada gumuk-gumuk pasir kemudian hamparan pasir luas yang datar baru kemudian buih-buih gelombang laut yang tiada henti.
Sungguh alam yang sangat indah. Alam yang masih perawan yang belum dijamah orang.
Raden Mas Danang Sutawijaya berkeyakinan bahwa pantai Parangtritis yang indah ini, di suatu saat nanti akan banyak dikunjungi oleh orang-orang yang senang akan indahnya alam.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian menuju ke tepian sungai Opak. Di sana banyak tumbuh pohon pisang liar. Ia kemudian mencari buah pisang yang telah matang. Walau ia seorang yang sakti mandraguna, namun tubuh tetap membutuhkan asupan makanan. Dan tak sulit bagi Raden Mas Danang Sutawijaya untuk mendapatkan tandan buah pisang.
Bahkan Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mencari pohon kelapa yang juga banyak tumbuh di tepian pantai itu. Ia menginginkan degan – buah kelapa muda. Ia tak perlu memanjat pohon kelapa itu. Walau sesungguhnya ia sangat cekatan untuk memanjat pohon kelapa. Ia kemudian mengambil batu yang pipih. Batu pipih tersebut kemudian dilemparkannya ke arah tangkai kelapa muda.
“Wuuuust……!”
“Gedebuk….., gedebuk…..!”
Sekali lempar, dua buah kelapa muda jatuh di pasir sehingga kelapa muda tidak pecah.
Dengan pedang yang sangat tajam ia memaras sebuah kelapa muda. Sungguh sangat segar dirasakan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya. Beberapa buah pisang dan sebuah kelapa muda cukup untuk membuat Raden Mas Danang Sutawijaya merasa kenyang.
Sisa pisang dan kelapa muda tidak ia buang begitu saja. Tetapi ia simpan untuk ia nikmati siang nanti.
Terbesit di benak Raden Mas Danang Sutawijaya untuk menyeberangi tempuran kali Opak yang cukup luas itu.
“Ada apakah di seberang sungai itu….?” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Ia kemudian teringat bahwa batas barat telatah Mataram adalah sungai Progo.
“Sungai Progo semestinya juga bermuara di Laut Kidul ini. Aku harus tahu ujung barat dari telatah Mataram ini……!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
…………….
Bersambung………..
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.