Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(726)
Mataram.
Seri Panembahan Senopati.
Ki Wuragil terengah menahan marah. Ketika kemudian Ki Wilamarta berkata tanpa basa-basi.
“Raden…..! Kanjeng Sultan memerintahkan kepada Raden untuk segera menghadap ke Pajang…..!” Berkata Ki Wilamarta tanpa turun dari kuda.
“Bagaimana aku bisa menuruti Kanjeng Sultan jika yang diutus saja marah-marah tak karuan. Tanpa dipesankan seperti ini, jika aku kehendaki sekarang ke Pajang pun aku bisa. Tetapi karena sikap kalian, terutama Ki Wuragil, aku berpikir ulang untuk pergi ke Pajang…..!” Jawab Panembahan Senopati.
“Gilaaa….., akan aku hajar anak itu, Kakang…..!” Geram Ki Wuragil.
“Itu tidak perlu….! Kita hanya diperintah untuk menyampaikan pesan. Nanti Kanjeng Sultan bisa marah kepada kita…..!” Ki Wuragil mengingatkan.
“Tetapi ia terang-terangan menyebut namaku…..!” Dalih Ki Wuragil yang marah.
“Sudahlah…..! Ayo kita tinggalkan tempat yang tidak bersahabat ini…..!” Ajak Ki Wilamarta.
“Jika ia ingin menghajar Panembahan Senopati akan aku layani Paman. Tetapi jika sebaliknya, jangan salahkan saya…..!” Berkata Panembahan Senopati kepada Ki Wilamarta.
“Itu tidak perlu…..! Ayo Adi segera kita tinggalkan tempat ini…..!” Berkata Ki Wilamarta sambil memutar kudanya.
Ia pun segera menjejak punggung kuda.
Walau Ki Wuragil menahan amarah, tetapi ia mengikuti Ki Wilamarta pula
Kedua orang yang telah lebih dari separuh baya itu kemudian memacu kuda mereka meninggalkan Lipura.
Panembahan Senopati masih duduk di Punggung kuda termangu-mangu. Ia sama sekali tidak mengharapkan perkembangan keadaan menjadi seperti itu. Ia tidak habis mengerti, mengapa hanya masalah tidak turun dari kuda saja bisa menjadi masalah bagi Ki Wuragil. Lagi pula ini adalah padang rumput tempat berlatih menunggang kuda, wajar saja jika berbincang dengan naik kuda. Bukan di pendapa, apalagi di keraton.
“Aaah biarlah…..! Apa yang akan terjadi harus aku hadapi…..!” Batin Panembahan Senopati.
Untuk melepaskan beban perasaan dan pikiran, Panembahan Senopati kembali memacu kudanya mengelilingi padang rumput itu. Bahkan kali ini dengan kecepatan tinggi.
Dua orang pekatik yang menyaksikan heran melihat Panembahan Senopati memacu kudanya dengan kecepatan tinggi.
Mereka pun bertanya-tanya tentang dua orang yang duduk di atas punggung kuda tadi. Sepintas dari jarak jauh, ia belum pernah melihat kedua orang itu. Tetapi kenapa mereka segera meninggalkan tempat ini tanpa singgah di pondok dekat dengan perawatan kuda-kuda itu.
“Aaah biarlah, kita tidak perlu bertanya kepada Kanjeng Panembahan. Jika itu berhubungan dengan kita, tentu Kanjeng Panembahan akan mengatakannya…..!” Berkata salah seorang pekatik.
Panembahan Senopati memang tidak mengatakan apa-apa ketika kemudian ia meninggalkan tempat itu.
“Aku pulang…..!” Hanya itu yang dikatakan oleh Panembahan Senopati.
“Baik Kanjeng…..!” Jawab kedua pekatik hampir berbarengan.
Namun kedua pekatik itu menduga ada permasalahan dengan dua orang yang datang tadi.
Panembahan Senopati segera memacu kudanya lebih cepat dari biasanya ketika ia pulang atau pergi dari Lipura tersebut. Ia ingin segera berbincang dengan Ki Juru Martani tentang utusan dari Pajang dan juga kejadian yang tidak mengenakkan di Lipura tadi.
Ki Juru Martani sedikit heran ketika tahu Panembahan Senopati sudah pulang. Tidak seperti biasanya sampai di Mataram pasti sudah petang. Dan Ki Juru Martani juga melihat wajah yang tegang dari Panembahan Senopati.
“Silahkan bebersih diri dan minum dahulu Angger Panembahan…..!” Berkata Ki Juru Martani untuk mengurangi ketegangan yang ia lihat di wajah Panembahan Senopati.
“Oooh….., ya baik Uwa…..!” Jawab Panembahan Senopati yang kemudian ke pakiwan.
Panembahan Senopati pun kemudian minum air kendi yang terdapat di pojok teras pondok Ki Juru Martani.
…………….
Bersambung……….
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.