Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#835

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(835)
Mataram.

Jalanan yang lengang itu bisa dibaca oleh Ki Dhandhang Wisesa sebagai sebuah peringatan. Jika keadaan wajar tentu banyak orang lalu lalang di jalanan kota. Namun kenyataannya jalanan sepi sama sekali, artinya ada ketidakwajaran.
“Kita berhenti, Raden…..! Sepertinya di balik pepohonan itu ada ujung-ujung tombak yang mencuat. Jika kita terus, bisa jadi akan masuk jebakan gelar jurang grawah…..!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Benar Paman…..! Aku juga melihatnya…..!” Jawab Raden Gagak Baning.
“Siapkan tameng, siapa tahu kita akan diserang dengan anak panah…..!” Perintah Raden Gagak Baning.
“Di jalanan di perkotaan seperti ini kurang menguntungkan jika kita bertempur dengan berkuda…..!” Berkata Ki Dhandhang Wisesa.
“Baik Paman…..! Kita turun dari kuda. Tetapi satu atau dua bregada tetap siaga di atas kuda. Siapa tahu kita perlukan untuk bergerak cepat…..!” Berkata Raden Baning.
“Benar Raden…..! Segera diperintahkan saja….!” Saran dari Ki Dhandhang Wisesa.
“Kita turun dari kuda….! Tameng tetap kita siagakan…..! Bregada pimpinan Kakang Widarba tetap di atas kuda. Bersiaga jika diperlukan…..!” Perintah Raden Gagak Baning yang lebih banyak menerima saran dari Ki Dhandhang Wisesa yang telah berusia lebih dari separuh baya itu.
Mereka pun segera berloncatan dan kemudian mengikat kuda-kuda mereka di pagar sepanjang tepi jalan. Sedangkan bregada yang dipimpin oleh Senopati Widarba tetap di atas kuda.
Mereka semua adalah para senopati dan para prajurit pilihan yang digembleng di tanah lapang Lipura.
Mereka segera bersiaga, namun di jalan dalam kota itu mereka tidak bisa memasang gelar perang. Satu-satunya gelar yang mungkin bisa diterapkan adalah seperti gelar rampogan. Seperti prajurit yang sedang berbaris, namun memenuhi lebar jalan dan memanjang ke belakang. Di barisan paling depan adalah para senopati pilihan yang berilmu tinggi yang bersiaga untuk menghadapi lawan dalam kesempatan pertama.
Di paling depan adalah Raden Gagak Baning, Ki Dhandhang Wisesa, Ki Karep Kariya dan Senopati Saruju yang berilmu tinggi pula. Sedangkan para senopati yang lain memimpin bregada prajurit masing-masing. Dengan gelar seperti itu akan sulit bagi lawan untuk langsung menyerbu. Mereka bersiap jika mendapat serangan dari kiri kanan jalan.
Pasukan itu pun melangkah tegap namun pelan menuju keraton.

Sementara itu pasukan Madiun yang besar telah bersiaga di perempatan jalan dari arah timur, selatan dan utara gabungan dari beberapa kadipaten. Senopati Retna Dumilah memang tidak memerintahkan para prajurit di sebalik pagar tepi jalan untuk menyerang musuh agar tidak mengacaukan rencana. Jika diserang dadakan mungkin sekali pasukan Mataram itu akan mundur sebelum terjadi pertempuran yang sebenarnya.
Para adipati dan para senopati di pihak Madiun melihat bahwa jumlah prajurit lawan memang cukup banyak. Namun pasukan gabungan jauh lebih banyak. Bahkan bisa tiga kali lipat.
Mereka para senopati dan para prajurit pengawal adipati adalah pilihan pula. Dengan demikian, pasukan gabungan itu adalah pasukan yang besar dan tangguh pula.
Namun di medan yang sempit seperti di jalanan itu, jumlah yang banyak tidak terlalu banyak menguntungkan. Mereka tidak bisa mengeroyok dari segala arah.
“Siapakah mereka yang berada di barisan paling depan itu Paman…..?” Bertanya Senopati Retna Dumilah. Setelah tahu bahwa Panembahan Senopati tidak ada di antara pasukan dari Mataram.
Salah seorang senopati ada yang mengenali bahwa di antara mereka ada Raden Gagak Baning, adik dari Panembahan Senopati.
“Yang berada di depan itu adalah Raden Gagak Baning, adik dari Panembahan Senopati…..!” Berkata seorang senopati yang mengenali.
“Sayang Panembahan Senopati tidak berani datang. Jika ia datang akan aku tantang perang tanding…..!” Sesumbar Senopati Retna Dumilah penuh percaya diri.
“Panembahan Senopati terlalu sombong dengan hanya mengirim pasukan itu…..!” Berkata Adipati Trenggalek.
…………..
Bersambung……….

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Sutanto Prabowo

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *