Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(853)
Mataram.
Di sisa malam itu, Senopati Retna Dumilah berhasil menghimpun hampir seluruh prajurit yang berada di dalam keraton. Bahkan hampir semua prajurit di dalam kota pun bisa dihimpun pula. Dengan sandi pukulan kentongan, para prajurit mengetahui bahwa keraton dalam keadaan genting.
Dalam waktu tidak terlalu lama, alun-alun telah penuh dengan para prajurit dengan senjata di tangan.
Walau demikian, mereka tidak sempat memakai pakaian keprajuritan sesuai bregada masing-masing. Bahkan masih ada yang berpakaian kain sarung. Mereka saling mentertawakan keadaan mereka yang asal-asalan berpakaian. Hampir semua memang tergesa-gesa setelah mendengar tanda bahaya dari kentong titir dengan irama khusus dari kentongan keraton yang besar yang terbuat dari pohon mahoni utuh yang dibentuk menjadi kentongan.
Mereka saling bertanya ada apa mereka harus berkumpul di dini hari tersebut. Dari saling berbisik mereka mengetahui bahwa pasukan Mataram telah berada di luar kota yang telah siap menyerang kotaraja Madiun.
“He he he he……, pasukan Mataram yang cari mati di kandang harimau…..!” Seloroh seorang prajurit.
“Mataram tidak berkaca…..! Baru beberapa waktu yang lalu tinggal glanggang colong playi – ngacir pontang panting melarikan diri, sekarang datang untuk menyerahkan diri…..!” Sahut yang lain.
Dengan segera Senopati Retna Dumilah yang didampingi oleh Adipati Rangga Jumena telah mengumpulkan para senopati yang telah datang.
Hampir semua senopati bisa berkumpul. Senopati Retna Dumilah kemudian sesorah singkat namun tegas. Seluruh prajurit harus segera bersiap untuk menghadapi pasukan Mataram yang telah berada di luar kota.
Bahkan dalam waktu singkat para senopati itu telah berhasil mengumpulkan para lurah prajurit yang memimpin masing-masing bregada prajurit. Mereka memang pernah apel siaga berkumpul hampir seluruh prajurit. Mereka, para prajurit itu hanya mencoba menempati tempat yang dahulu mereka tempati ketika apel siaga. Dalam waktu singkat bregada- bregada prajurit telah terbentuk sesuai kesatuannya. Namun demikian, tak sedikit yang masih kebingungan mencari bregada prajurit kesatuannya.
Mereka yang kebingungan itu justru menjadi bahan candaan dari rekan-rekanya. Mereka bercanda untuk mengusir ketegangan karena tiba-tiba mereka harus menghadapi musuh.
Dalam pada itu, Senopati Retna Dumilah tersenyum karena dalam waktu singkat pasukan yang besar telah bersiaga menghadapi musuh.
Senopati Retna Dumilah semakin berbesar hati karena sang ayah akan bersama mereka untuk ikut terjun menghadapi musuh. Bahkan tiga orang guru dari Senopati Retna Dumilah pun telah berada bersama mereka. Tiga orang yang menggembleng Senopati Retna Dumilah dalam pekan-pekan terakhir ini.
Ketiga guru dari Senopati Retna Dumilah itu tadi juga mendengar tanda bahaya dari dentuman kentongan raksasa milik keraton. Mereka segera berlarian menuju alun-alun. Tiga orang guru yang telah lebih dari setengah baya yang berilmu tinggi yang telah tuntas dengan ilmunya.
Adipati Rangga Jumena beruntung karena dua orang saudara seperguruannya sedang berkunjung ke keraton kadipaten. Mereka berdua itu memang telah mendengar perseteruan antara Madiun dengan Mataram. Mereka juga telah mendengar bahwa Madiun berencana untuk menyerbu Mataram. Mereka semula memang ingin bergabung dengan pasukan Madiun yang akan melawat ke Mataram. Karena mereka telah mendengar bahwa di Mataram ada beberapa orang yang berilmu tinggi.
Namun musuh justru telah datang dengan sendirinya.
Mereka berdua bersama Adipati Rangga Jumena sendiri akan ikut menghadapi pasukan Mataram. Mereka adalah saudara seperguruan yang telah tuntas pula menyadap ilmu dari perguruan itu.
Senopati Retna Dumilah semakin berbesar hati karena kekuatan pasukan Madiun bertambah kuat dengan kehadiran dua orang saudara seperguruan dari ayahnya itu.
…………..
Bersambung……….
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Harjuna Sasrabahu dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.