Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1044
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Rencana yang telah tersusun ialah; Setelah matahari sepenggalah dimulai pertunjukan seni tari dan lainnya. Menjelang tengah hari dilangsungkan upacara pernikahan. Siang sore hari dilangsungkan pertunjukan kuda kepang dari tiga kelompok di alun-alun. Malam harinya pertunjukan wayang kulit oleh Ki Dalang Sandiguna dan pesinden Nyi Pinjung.
Rencana berbagai kegiatan itu pun telah tersebar luas di hampir seluruh telatah tanah perdikan Mangir. Warga Mangir tidak ada yang ingin melewatkan kesempatan itu. Belum tentu perhelatan agung itu akan terulang kembali. Demikian pula para bakul, terutama penjual minuman dan makanan. Mereka tak ingin melewatkan kesempatan itu untuk mendapat keuntungan yang lebih besar. Mereka ingin berjualan sejak pagi. Mereka yakin bahwa jejak pagi di alun-alun pasti sudah banyak yang datang. Para undangan yang sedikit agak jauh pasti sudah berangkat dari tempat mereka sejak pagi. Pasti mereka belum sempat sarapan.
Ki Ageng Mangir sendiri sempat berkeliling untuk mengetahui kesiapan pelaksanaan esok hari. Namun demikian, malam itu Ki Ageng Mangir Wanabaya juga memerlukan beristirahat agar esok hari tetap segar dan bugar. Tetapi mereka yang mempersiapkan tidak beristirahat sama sekali. Mereka berkejaran dengan waktu.
Sementara itu, Nyi Pinjung yang tak lain adalah Nyi Adisara masih ingin mendengar kepastian dari Ni Madusari yang tak lain adalah Gusti Putri Pembayun. Apakah Gusti Putri Pembayun benar-benar ingin menjadi istri dari Ki Ageng Mangir Wanabaya atau ini salah satu cara dalam menjalankan gelar perang Rantai Emas.
“Aku tidak ingkar dengan hatiku sendiri Nyi. Aku memang mengagumi Ki Ageng Mangir Wanabaya. Sebelumnya aku kira beliau itu sudah setengah baya dan tidak gagah dan tampan. Ternyata…!” Gusti Putri Pembayun tidak melanjutkan kata-katanya. Namun demikian Nyi Adisara telah paham maksudnya. Nyi Adisara bisa memahami perasaan dan kemudian keputusan yang diambil oleh Gusti Putri Pembayun tersebut.
“Bagaimana nanti kami harus menyampaikan kepada Kanjeng Panembahan Senopati dan juga kepada Ki Patih Mandaraka….?” Bertanya Nyi Adisara.
“Disampaikan apa adanya saja Nyi. Tak perlu ditambah dan dikurangi. Pada saatnya kami akan menghadap Rama Penambahan dan juga Eyang Mandaraka….!” Berkata Gusti Putri Pembayun.
“Baiklah jika demikian. Sekarang Gusti Putri silahkan beristirahat sebaik-baiknya….!” Lanjut Nyi Adisara.
Gusti Putri Pembayun benar-benar beristirahat, sedangkan Nyi Adisara tetap berjaga. Bagaimana pun ia harus tetap birsiaga di negeri orang. Seperti pesan dari Ki Patih Mandaraka bahwa keselamatan Gusti Putri Pembayun adalah yang utama.
Ketika ayam jago telah berkokok untuk kedua kalinya, pertanda hari telah menjelang pagi. Namun mereka yang berkerja bakti masih berkejaran dengan waktu. Mereka yang membuat penjor dan aneka hiasan janur telah mulai memasang di tempat-tempat yang diperlukan. Bahkan di pojok-pojok alun-alun pun di pasang pula. Aneka hiasan janur dengan bambu lengkung yang menjulang tinggi.
Namun yang membuat hampir semua orang di sekitar kedaton Mangir terjaga adalah aroma masakan yang tersebar ke segala penjuru, terlebih ke arah angin bertiup. Betapa tidak, mereka – para juru masak tidak hanya masak di dalam dapur, tetapi membuat tungku-tungku dadakan di sekitar dapur yang puluhan jumlahnya. Mereka pun riuh rendah sambil bersenda gurau untuk mengusir mengantuk dan lelah. Mereka harus memasak enam ekor sapi dalam satu malam. Belum lagi masakan yang lain seperti lemper, emping mlinjo, tempe dan sebagainya dan terutama tentu saja nasi. Belum lagi membuat minuman di patehan. Bahkan di sekitar kedaton itu tampak berkabut karena asap dari tungku-tungku di sekitar dapur kedaton.
………..
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

 
							