Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1048
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Ni Madusari yang adalah Gusti Putri Pembayun tidak mengira sama sekali bahwa ia akan benar-benar menikah dengan Ki Ageng Mangir Wanabaya. Sambutan yang sedemikian besar dari seluruh kawula Mangir membuatnya lupa akan pesan dari sang ayah, Kanjeng Panembahan Senopati dan sang Pasti Mandara. Bahwa ia sedang melakoni gelar perang Rantai Emas. Yakni menjerat musuh dengan barang yang sangat berharga, yakni dirinya sendiri. Ia sungguh sangat terharu duduk di pelaminan bersanding dengan Ki Ageng Mangir Wanabaya yang masih muda namun berwibawa itu. Lagi pula Ki Ageng Mangir Wanabaya adalah seorang lelaki yang tampan dan gagah. Jauh dari bayangan semula bahwa Ki Ageng Mangir yang merupakan musuh dari sang ayah itu adalah seorang yang telah berusia separuh baya. Tentu saja terbayang wajah dan penampilan yang kurang menarik. Namun yang terjadi, kini ia sungguh terpesona kepada Ki Ageng Mangir Wanabaya yang kini tengah duduk bersanding di dampar pengantin yang indah dan megah. Para undangan dan kawula Mangir menjadi saksi pernikahan mereka. Ia sungguh merasakan menjadi seorang pengantin yang sesungguhnya. Dan bahkan telah diangkat menjadi permaisuri dari Ki Ageng Mangir Wanabaya. Ni Madusari tidak sedang bersandiwara dengan menjerat Ki Ageng Mangir Wanabaya dengan rantai emas. Namun ia sendiri yang terjerat oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya. Tidak terlintas oleh Ni Madusari bahwa ia harus menjerat musuh sang ayah itu sebagai musuhnya pula. Ni Madusari kini merasa bahwa ia benar-benar menjadi istri, bahkan permaisuri dari Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Itulah lamunan panjang dari Ni Madusari yang tengah duduk di pelaminan.
Ni Madusari terkaget dari lamunannya ketika di hadapannya telah muncul seorang penari dengan menggendong boneka bayi dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memegang payung. Seorang penari yang cantik jelita dengan tarian payung yang gemulai. Seakan penari itu sedang momong bayi yang diemban dengan penuh kasih sayang. Diiringi lantunan dendang dari pesinden yang nadanya lembut mendayu. Seakan sang bayi tertidur pulas diemban sang ibu.
Itulah tari Bondan yang sebelumnya telah disampaikan oleh sang pembawa acara.
Mereka yang menyaksikan ikut terhanyut oleh gemulainya sang penari. Seakan mereka kembali ke alam ketika masih bayi yang diemban dengan penuh kasih sayang oleh sang ibu. Dengan payung di tangan, sang ibu melindungi sang buah hati dari terpaan sang mentari kalau sedang panas, atau curahan air hujan jika sedang hujan. Mereka yang menyaksikan membayangkan bahwa ia ia secara pribadi adalah sang bayi itu. Karena semua pernah menjadi seorang bayi yang diemban dengan penuh kasih sayang oleh sang ibu. Itulah salah satu pesan yang hendak disampaikan dalam tarian Bondan tersebut. Para penonton pun hening ikut menghayati tarian yang sungguh memikat. Dengan demikian bait-bait dendang lagu yang dinyanyikan oleh sang pesinden terdengar jelas. Syair lagu yang penuh pesan nasehat bagi sebuah kehidupan berumah tangga.
Ni Madusari pun ikut terhanyut menyaksikan tarian tersebut. Ia tahu persis akan makna tarian itu. Karena ia sudah beberapa kali juga menarikan tarian itu dalam beberapa kali perhelatan. Namun yang kini terbayangkan bahwa suatu saat ia akan benar-benar menggendong seorang anak, anaknya sendiri. Anak sang buah hati dengan sang suami yang kini sedang duduk bersanding, Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Sedangkan Ki Ageng Mangir Wanabaya selalu tersenyum, dan setiap kali melirik ke arah sang istri yang tersenyum pula. Terbayang pula oleh Ki Ageng Mangir Wanabaya bahwa suatu saat nanti akan memiliki anak dari sang istri, Ni Madusari. Ia tidak menyesal walau yang ia nikahi adalah seorang penari teledek yang mbarang tari dari dusun ke dusun. Ki Ageng Mangir Wanabaya sama sekali tidak tahu bahwa Ni Madusari adalah Gusti Putri Pembayun, putri dari sang penguasa Mataram.
………
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.