Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1158
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Kemeriahan dan gegap gempita penyambutan para prajurit yang menang perang itu tak lepas dari pengamatan para prajurit sandi dari Ponorogo. Mereka memang kagum dengan apa yang mereka saksikan. Belum pernah mereka menyaksikan gegap gempitanya penyambutan pasukan prajurit yang baru kembali dari medan laga seperti yang mereka saksikan saat itu.
“Ini kesempatan yang baik, Kakang. Pasukan Mataram pasti lengah setelah ini. Pasukan pendukung dari luar Mataram pasti akan segera kembali ke tempat asalnya. Saat itulah pasukan gabungan dari Ponorogo menyerbu Mataram….!” Bisik salah seorang prajurit sandi dari Ponorogo di antara berjubelnya orang-orang di pelataran candi Kalasan itu.
“Yaaa benar…..! Kita ikuti sampai benar-benar kita yakin bahwa bahwa pasukan dari luar Mataram telah pulang ke tempat asalnya…..!” Jawab prajurit sejawatnya.
“Pasukan yang kembali itu memang pasukan yang besar dan kuat. Mustahil pasukan Ponorogo akan mampu menandingi pasukan gabungan ini. Tetapi sebaliknya, jika Mataram sendiri dan diserbu oleh pasukan gabungan dari Ponorogo tentu tak akan mampu bertahan….!” Lanjut kawannya.
Dalam pada itu, Sinuhun Hanyakrawati dan Raden Mas Rangsang beserta para petinggi Mataram sempat berhenti di pelataran candi Kalasan. Beberapa saat mereka menyaksikan pertunjukan kuda kepang yang digelar di halaman candi itu. Namun setelah menyadari yang menyaksikan adalah raja mereka, para penari pun menghentikan permainan dan kemudian bersikap sujud memberi penghormatan. Tak disadari, para penonton yang lain pun mengambil sikap yang sama. Sebelumnya hiruk pikuk penyambutan, namun kemudian mereka terdiam dengan sikap hormat. Mereka sujud memberi hormat. Sinuhun Hanyakrawati terharu dengan sikap para penari kuda kepang tersebut dan juga kepada para penonton yang lain. Ia tidak mengira akan mendapat sambutan yang berbeda dengan sebelumnya. Namun sikap seperti ini memiliki makna yang mendalam.
Sinuhun Hanyakrawati pun kemudian membungkuk membalas sikap hormat kawula Mataram.
Dengan suara berat namun kuat karena dilambari dengan ilmunya, Sinuhun Hanyakrawati berkata; “Terimakasih kawula Mataram semuanya…..! Lanjutkan penyambutan kalian….! Kami juga akan melanjutkan perjalanan agar segera tiba di kotaraja….!”
Yang menyahut adalah suara gendang dan bende yang bertalu-talu dan kemudian disahut sorak sorai orang-orang yang berjubel di sekitar candi Kalasan tersebut.
“Hidup Sinuhun Hanyakrawati…..! Hidup Sinuhun Hanyakrawati….! Hidup Sinuhun Hanyakrawati….!” Bersahut-sahutan.
“Jaya Mataram…! Jaya Mataram….! Jaya Mataram…..!” Timpal yang lain yang kemudian disahut yang lain pula.
“Tunggu beberapa pekan lagi….! Mataram akan hancur diserbu pasukan Ponorogo….!” Bisik salah seorang prajurit sandi dari Ponorogo kepada kawannya. Kawannya pun tersenyum.
Namun yang tidak mereka sadari, dua orang prajurit sandi dari Ponorogo yang tidak pernah ikut bersorak dan bertepuk tangan itu menjadi perhatian prajurit sandi Mataram yang ikut berbaur dengan para penyambut. Ia berhasil duduk di belakang kedua orang yang sedang berbincang walau dengan berbisik itu. Namun ia tetap ikut bersorak dan bertepuk tangan sebagaimana para penonton yang lain.
Dalam pada itu pula, di sudut yang lain dari berjubelnya para penyambut itu, dua orang prajurit sandi dari Surabaya juga sedang mengamati. Mereka pun kagum dengan besar dan banyaknya prajurit yang tergabung dengan pasukan Mataram itu. Jika pasukan dari Surabaya akan menyerbu Mataram tentu harus dengan pertimbangan yang matang.
“Menurut pertimbanganku, Surabaya dan kadipaten-kadipaten di sekitarnya tidak harus menyerbu Mataram. Namun juga tidak perlu hadir di setiap pasewakan di Mataram. Dan tidak perlu pasok upeti ke Mataram. Itu sudah cukup….!” Berkata kawannya.
“Aku setuju, besok kita sampaikan ke Surabaya agar bisa menjadi pertimbangan….!” Sahut kawannya.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.