Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1175
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Kini pertarungan tinggal satu lingkaran di depan pendapa keraton Ponorogo. Pertempuran yang lain telah terhenti, tidak ada warok yang mampu bertahan dari keroyokan prajurit Mataram. Hampir semuanya menyerah dengan parahnya luka yang tidak sama. Hebatnya, tidak ada warok yang terbunuh. Itu sesuai dengan pesan Raden Mas Rangsang. Jika tidak amat terpaksa dan membahayakan diri sendiri tidak diperkenankan membunuh lawan. Karena jika terjadi pembunuhan hanya akan menimbulkan dendam, yang bahkan bisa sampai ke anak cucu.
Kini di halaman depan keraton Ponorogo hanya ada satu lingkaran pertarungan yang cukup luas. Mereka tidak berani mendekat karena getaran ledakkan cambuk Ki Suranggala mengguncang dada mereka yang dekat dengan arena pertarungan.
Pangeran Jayaraga yang dikawal oleh dua orang senopati pilihan menyaksikan dengan sungguh-sungguh pertarungan yang sedang berlangsung. Ia – Pangeran Jayaraga menyadari bahwa pasukan Ponorogo secara keseluruhan sudah tidak ada yang mampu bertahan. Harapan tinggal pada Ki Suranggala. Jika ia telah mengatasi lawannya, Ki Suranggala akan mampu mengacaukan para prajurit lawan. Bahkan jika lawannya segelar sepapan. Dengan cambuknya yang menggelegar akan mampu mengacaukan seluruh pasukan. Bahkan Pangeran Jayaraga tahu bahwa Ki Suranggala memiliki ilmu kebal yang mendekati sempurna. Jika pun dikeroyok oleh sepasukan prajurit pun tak akan ada yang mampu melukainya. Namun kini ia heran karena ada seseorang yang mampu menandinginya. Ia kemudian tahu bahwa lawannya itu adalah murid orang bercambuk yang pernah ia dengar namanya. Murid orang bercambuk yang cukup di segani di wilayah Pajang dan Mataram. Dan kini Pangeran Jayaraga berkesempatan menyaksikan secara langsung dalam pertempuran yang sesungguhnya. Semula ia mengira bahwa Ki Suranggala tidak akan ada yang mampu menandinginya. Dua orang senopati yang mendampingi Pangeran Jayaraga pun kagum menyaksikan pertarungan yang belum pernah ia saksikan. Mereka selalu menekan dada setiap kali cambuk Ki Suranggala menggelegar.
Dalam pada itu, di luar pendapa keraton Ponorogo, Raden Mas Rangsang ikut menyaksikan pertarungan yang sungguh dahsyat. Ia telah turun dari kereta perangnya. Karena kuda-kuda penarik kereta perangnya selalu meronta-ronta setiap kali mendengar gelegar cambuk Ki Suranggala. Dan kereta itu kemudian ditarik keluar menjauh dari halaman keraton Ponorogo. Raden Mas Rangsang yang masih muda itu kagum menyaksikan pertarungan dua orang sakti yang keduanya bersenjatakan cambuk. Namun kedua cambuk itu memiliki bentuk yang sangat berbeda. Demikian pula watak dari cambuk kedua cambuk itu juga berbeda. Cambuk Ki Suranggala jauh lebih panjang daripada cambuk lawannya. Dengan demikian juga memiliki jangkauan serangan yang lebih panjang pula. Arena pertarungan itu pun cukup luas. Kebetulan halaman depan pendapa keraton Ponorogo itu pun cukup luas. Dengan demikian cukup leluasa untuk pertarungan dengan senjata cambuk. Ada beberapa tanaman bunga perdu di halaman itu. Namun kini telah gundul terkena sabetan cambuk dari dua orang yang sedang bertempur. Bahkan tampak ada yang seperti terbakar oleh ledakkan guntur. Jika cambuk Ki Suranggala meledak sangat keras bagaikan guntur, sedangkan cambuk lawannya terdengar mendesing-desing namun juga menggetarkan dada setiap orang yang mendengarnya. Cambuk itu pun tak kalah berbahaya dari cambuk lawannya. Cambuk yang pernah di hantamkan ke tanah dan tanah seperti terbelah sejengkal sepanjang cambuk itu. Jika cambuk itu menghantam seseorang pasti akan hancur tubuhnya walau orang itu telah dilambari ilmu kebal. Namun memang tidak mudah cambuk yang lebih pendek itu menjangkau lawannya. Lingkaran orang yang menyaksikan pertarungan itu cukup lebar, namun berjubel pula. Karena pertempuran di luar pertarungan kedua orang itu telah tidak ada.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

