Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1197
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Dalam batin Raden Mas Rangsang, ia ingin melestarikan kisah sejarah itu agar tidak ditelan jaman. Karena ia tahu bahwa Ki Patih Mandaraka adalah saksi dan salah satu dari pelaku sejarah sebelum dan sampai saat Mataram ini. Ketika kemudian Ki Patih Mandaraka melanjutkan kata-katanya.
“Termasuk kejadian yang menimpa Sinuhun Hanyakrawati tadi pagi….!” Lanjut Ki Patih Mandaraka.
“Maksud Eyang Patih….?” Bertanya Raden Mas Rangsang.
“Kejadian yang menimpa Sinuhun Hanyakrawati adalah kejadian yang tidak lumrah. Seorang raja gung binatara gugur di krapyak – kandang menjangan….!” Lanjut Ki Patih Mandaraka.
“Ya benar Eyang…..!” Berkata Raden Mas Rangsang.
“Oleh karena itu, agar kejadian yang tak lumrah ini selalu diingat oleh anak cucu trah Mataram, maka eyangmu ini mempunyai pendapat….!” Ki Patih Mandaraka berhenti sejenak ingin menjajaki tanggapan dari Raden Mas Rangsang.
“Silahkan disampaikan, Eyang. Tentu Rangsang akan bisa menerima….!” Jawab Raden Mas Rangsang.
“Untuk mengenang kejadian yang tidak lumrah ini, sebaiknya Sinuhun Hanyakrawati diberi gelar anumerta. Gelar itu adalah; Sinuhun Seda Krapyak. Untuk mengingat bahwa Sinuhun Hanyakrawati gugur di krapyak – kandang kijang menjangan….!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
“Bagus sekali Eyang….! Rangsang sangat mendukung gagasan dari Eyang tersebut….! Sinuhun Seda Krapyak….!” Berkata Raden Mas Rangsang.
Ki Patih Mandaraka tersenyum karena gagasannya bisa dipahami dan diterima oleh Raden Mas Rangsang.
“Mirip dengan Kisah Pangeran Surawiyata, Adipati Lasem pada jaman Demak Bintara, Eyang….!” Lanjut Raden Mas Rangsang.
“Yaaa…., mirip. Adipati Surawiyata yang gugur di tepi kali kemudian diberi gelar anumerta; Pangeran Sekar Seda Lepen – Bunga yang gugur di tepi sungai….!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
“Besuk bisa disampaikan pada saat pelepasan jasad Sinuhun Hanyakrawati ke tempat peristirahatan yang terakhir. Bisa disebut Sinuhun Seda Krapyak atau Pangeran Seda Krapyak….!” Lanjut Ki Patih Mandaraka.
Kemudian Ki Patih Mandaraka melanjutkan perbincangan untuk masalah yang tak kalah pentingnya.
“Angger Mas Rangsang tentu heran, mengapa besuk harus terlaksana wisuda nata bagi Pangeran Martapura. Kami, maksudku aku dan Sinuhun Hanyakrawati telah bersepakat bahwa hal itu harus terjadi karena janji yang telah terucap oleh Sinuhun kepada Garwa Selir – ibunda Pangeran Martapura. Sabda pandita ratu tan kena wola-wali….!” Lanjut Ki Patih Mandaraka.
Raden Mas Rangsang menghela nafas panjang. Ia belum memberi tanggapan atas kenyataan itu. Lagi pula ia belum pernah mendengar secara langsung wasiat dari Sinuhun Hanyakrawati, ayahandanya itu. Ia masih belum bisa memahami, bagaimana mungkin Pangeran Martapura saudaranya lain ibu yang kejiwaannya seperti itu akan menjadi raja di negeri yang besar seperti Mataram ini.
Namun Raden Mas Rangsang kemudian memberi tanggapan.
“Apakah nantinya tidak berbahaya bagi negeri Mataram ini, Eyang….?” Berkata Raden Mas Rangsang.
Ki Patih Mandaraka justru tersenyum mendengar tanggapan dari Raden Mas Rangsang.
Namun kemudian Ki Patih Mandaraka berbisik kepada Raden Mas Rangsang seakan khawatir batu dan daun akan mendengarnya.
Raden Mas Rangsang mengangguk- angguk, bisa memahami apa yang disampaikan oleh Ki Patih Mandaraka tersebut.
“Beruntungnya, itu disampaikan oleh Sinuhun Hanyakrawati sebelum berangkat berburu di hutan perburuan yang akhirnya gugur….!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
“Baiklah Eyang….! Rangsang mengikuti rencana yang telah Eyang rancang….!” Berkata Raden Mas Rangsang kemudian.
“Bahkan besuk bisa disampaikan pula bahwa di hari berikutnya, kawula Mataram bisa menyaksikan pahargyan – perayaan wisuda tersebut. Namun tentu berbeda ceritanya….!” Lanjut Ki Patih Mandaraka.
Raden Mas Rangsang bisa mengerti dan memahami rencana dari Ki Patih Mandaraka tersebut.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.