Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1217

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1217
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Namun para pelatih yang berada di Mataram telah mengirim sejumlah besar prajurit Mataram yang tidak berkuda ke Lipura. Mereka juga akan menjadi lawan latih tanding antara pasukan berkuda untuk melawan pasukan yang tidak berkuda. Karena dalam kenyataannya nanti, pasukan berkuda itu akan dilawan oleh pasukan tidak berkuda. Sehingga nantinya jika berhadapan dengan lawan yang sesungguhnya tidak canggung lagi. Kini mereka menjadi bagian dari para penonton yang menyaksikan gladi perang antara pasukan dari Lumajang melawan pasukan dari Bagelen.
Kedua pasukan yang akan saling berhadapan dibedakan dengan seragam pakaian termasuk udeng yang dipakai. Mereka bebas bertempur, tidak harus berhadapan satu melawan satu. Karena dalam peperangan yang sesungguhnya juga tidak bisa memilih lawan. Senopati mereka pun bebas memilih gelar perang. Karena masing-masing pasukan sudah mendapat pengetahuan tentang gelar perang pula. Di sini kecerdikan seorang senopati dibutuhkan.
Pasukan Bagelen merasa kekuatan para prajuritnya merata, tidak banyak prajurit yang merasa berilmu tinggi, namun juga tidak ada yang ilmunya terlalu rendah. Maka sang senopati memilih gelar perang Arda Candrika, yakni seperti bentuk bulan pada tanggal muda, namun sifatnya lentur. Senopati pengapit yang memiliki sedikit keunggulan dari para prajurit yang lain menjadi ujung kiri dan kanan yang runcing. Namun berbeda dengan gelar perang Garuda Nglayang yang merentang. Karena pasukan dari Lumajang menggunakan gelar Garuda Nglayang tersebut. Pasukan Garuda Nglayang mengandalkan ujung gelar sebagai paruh yang tajam. Biasanya paruh gelar itu ditempati oleh seseorang yang berilmu tinggi. Dan sedikit di kiri dan kanan agak ke belakang sebagai cakar garuda yang biasanya ditempati oleh dua atau empat orang berilmu tinggi pula. Mereka siap mencakar lawan yang luput dihadapi oleh paruh gelar. Sedangkan sayap-sayapnya terdiri dari para prajurit kebanyakan yang siap melabrak lawan. Namun yang akan dihadapi adalah gelar perang Arda Candrika yang mengutamakan kekompakan namun lentur.
Kedua pasukan kini telah bersiap.
Pasukan Lumajang yang dengan gelar perang Garuda Nglayang langsung menyerbu lawan. Seperti seekor elang yang menyambar mangsa. Bahkan mereka dengan berteriak untuk membuat ciut nyali lawan. Namun yang dihadapi adalah pasukan dari Bagelen yang juga sudah terlatih. Bahkan pasukan itu sebagian besar prajuritnya pernah ikut bergabung dengan pasukan Mataram dalam pertempuran yang sesungguhnya.
Pasukan Bagelen justru sedikit menarik mundur pasukan bagian tengah. Mundur bukan berarti menghindar, tetapi berancang-ancang menyongsong serangan. Sedangkan kedua ujung sisi kiri dan kanan melengkung maju untuk menusuk lawan.
Di ujung induk pasukan terjadi pertempuran yang seru. Dua orang prajurit Lumajang yang berilmu tinggi harus menghadapi lima sampai enam lawan dari pasukan Bagelen. Sehingga paruh garuda yang tajam itu belum mampu merobek tubuh lawan. Namun kemudian datang empat orang prajurit Lumajang yang berperan sebagai cakar dari garuda. Empat orang itu pun berilmu tinggi pula. Sehingga kembali harus dihadapi oleh belasan prajurit dari Bagelen. Kemampuan para prajurit Bagelen yang merata dan berpengalaman mampu menahan serbuan pasukan Lumajang yang gelar perang Garuda Nglayang itu.
Demikian pula kepakan sayap kiri dan kanan dari garuda itu pun mampu ditahan oleh kekompakan pasukan dari Bagelen. Bahkan sesekali ujung bulan yang runcing dari gelar perang pasukan Bagelen itu mampu menusuk sayap garuda.
Sementara itu, Pangeran Juminah dan Pangeran Mangkubumi dengan seksama memperhatikan pertempuran dalam gladi perang tersebut.
Bersambung……..

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *