Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Gendhuk Jinten.
Nyi Demang telah datang bersama beberapa wanita paruh baya.
Nyi Demang segera masuk ke kamar tempat Gendhuk Jinten berbaring, sedangkan para wanita yang lain menunggu di emperan. Para wanita yang lain lagi pergi ke dapur membantu Mbok Inang yang menyiapkan brokohan – rangkaian sesajian penganan, gudangan sayur mayur dan rangkaiannya sebagai tanda syukur kelahiran seorang anak manusia.
Mbok Dukun dengan telaten mengurut perut Gendhuk Jinten dengan lembut. Ia tahu bahwa untuk kelahiran anak yang pertama tidaklah selancar anak yang kedua dan selanjutnya. Ia merasakan kepala bayi telah mengarah ke luar, sudah pada arah yang benar. Namun Mbok Dukun tidak boleh tergesa-gesa dan memaksa.
Peluh telah membasahi wajah Gendhuk Jinten, dan kadang-kadang ia mendesis, mungkin sekali menahan sakit yang tak terkira. Mbok Dukun tahu bahwa seorang yang sedang melahirkan adalah perjuangan yang berat.
“Nini pasti kuat….! Nini pasti kuat….!” Mbok Dukun membesarkan hati Gendhuk Jinten.
Sedangkan Nyi Demang berusaha mengusap peluh yang membasahi wajah Gendhuk Jinten. Seorang embok yang lain mengkipas-kipaskan kipas bambu yang tadi ada di meja kecil ruangan itu.
“Tarik nafas dalam-dalam kemudian lepaskan, Nini……! ulangi dan ulangi lagi……!” pinta Mbok Dukun.
Gendhuk Jinten sepertinya menuruti kata-kata Mbok Dukun.
“Tabahkan hatimu, Nini…..! Kami menemanimu…..!” hibur Nyi Demang.
Nyi Demang justru berdebar-debar ketika melihat Gendhuk Jinten mengejan; “uuuohc…..uuooohc…..! ” Karena Nyi Demang sendiri belum pernah mengalami melahirkan seorang bayi.
Perut buncit Gendhuk Jinten yang dikerudung kain itu diurut-urut oleh Nyi Dukun dengan teratur dan sejarah. Sepertinya Mbok Dukun paham betul bahwa seorang anak manusia sedang mencari jalan keluar dari dalam goa ke alam yang terang. Mbok Dukun-lah yang menuntun jalan keluar anak manusia itu.
“Nini adalah wanita hebat……, pasti kuat….., kuat…. kuat….! Ayo Nini….., ayo….., kuat…. kuat…..!” bombong Mbok Dukun.
“Auuuuhhc…….!” keluh Gendhuk Jinten keras.
“Pyuooook….!” Air kawah ketuban pecah dan tumpah.
Mbok Dukun basah oleh air ketuban yang berbau anyir, namun ia tidak mengeluh, justru tersenyum.
Sekejap kemudia Mbok Dukun telah menangkap dengan lembut kepala mungil yang berambut halus dan basah. Dengan pelan pula Mbok Dukun menarik kepala mungil tersebut.
Nyi Demang membiarkan Gendhuk Jinten memegang sangat erat tangannya.
“Ouuuoohc Nyiiii……!”
“Tabahkan hatimu Nini….!”
Sekejap kemudian Mbok Dukun telah membopong bayi mungil masih dengan ari-ari yang menempel di pusarnya.
“Rawatlah Nini Jinten….! Aku akan merawat bayi ini…..!” kata Mbok Dukun kepada wanita tengah baya yang menemaninya.
Bayi yang tidak segera menangis itu kemudian disentil pantatnya oleh Mbok Dukun.
“Oeeek….. oeeek…. oeeek….!” tangis bayi yang memecah kesunyian.
Embok-embok di teras dan di dapur pun segera berlarian memasuki kamar persalinan.
“Wuoooo….. laki-laki….. tampan sekali…..!” seru salah seorang embok.
“Yaaa….. benar, laki-laki…..!” sahut yang lain.
Beberapa dari mereka pun segera membantu Nyi Demang merawat Gendhuk Jinten yang terlihat lemas. Namun terlihat senyum tersungging di bibir Gendhuk Jinten.
“Kau berhasil, Jinten…..! kau berhasil, selamat…..! Anakmu laki-laki…..!” kata Nyi Demang.
Mbok Dukun memang telah menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan dalam sebuah persalinan. Dua belanga berisi air bersih, kunir dan pisau tajam dan bersih serta kain popok dan perlengkapan lainnya. Bahkan, Mbok Dukun juga sudah menyiapkan kendil dengan tutupnya untuk mewadahi ari-ari yang nanti akan dipotong dari pusarnya.
Setelah bayi dimandikan seperlunya, Mbok Dukun kemudian telah siap untuk memotong tali pusar.
Pisau tajam itu kemudian dioles dengan kunir kuning, kunir kuning sebagai alas tali pusar, dalam sekejap tali pusar telah putus. Tali pusar beserta ari-ari segera dimasukkan ke dalam kendil tanah liat yang telah disiapkan.
……………
Bersambung…………
Petuah Simbah: “Sambutlah dengan suka cita setiap kelahiran anak manusia.”
(@SUN)
**Kunjungi web stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…