Cerbung

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#30

Orang itu sempat bertanya kepada si pemilik warung, di manakah ancar-ancar pondok orang yang disebut Ki Tanu itu. Si pemilik warung dengan senang hati memberitahukan tanpa prasangka apapun. Dia adalah salah satu prajurit sandi dari Demak Bintara yang dikirim ke tlatah kademangan Pengging. Untuk ukuran sebuah kademangan, Pengging termasuk yang pesat perkembangannya. Sejak semula, Pengging tidak termasuk bagian kadipaten Demak ketika belum menjadi sebuah kerajaan. Dan kini Pengging pun belum mengirim utusan ke negeri Demak Bintara. Prajurit sandi itu ingin mengetahui lebih banyak tentang kademangan Pengging. Salah satunya yang menarik perhatian bagi prajurit sandi itu adalah Ki Tanu yang sedang ramai di perbincangan di seluruh tlatah kademangan Pengging. Namun prajurit itu belum menemukan alasan apa untuk bertamu ke pondok Ki Tanu itu. Karena ia tahu dari yang didengar, bahwa Ki Tanu bukanlah orang sembarangan. Mungkin ia sendiri juga belum tentu bisa menandinginya jika harus berhadap-hadapan. Dan ia menyadari bahwa seorang prajurit sandi tidak harus mengambil tindakan sendiri. Yang paling utama adalah ia harus mberikan laporan yang komplit dan rinci tentang keadaan kademangan Pengging.
Sementara ia sedang termangu-mangu, ia melihat seseorang sedang membopong seorang anak yang sedang sakit yang diikuti oleh seorang ibu. Namun sepertinya orang itu mecapaian, karena yang dibopong bukanlah anak kecil lagi.
“Maaf Paman…..! akan dibawa ke mana anak ini…..?” tanya prajurit sandi itu.
“Anakku ini sakit, akan saya mintakan jamu ke pondok Ki Tanu…..!” jawab sang ayah.
“Sepertinya paman kecapaian, boleh saya bantu…..?” tawaran dari prajurit sandi itu.
Walaupun semula berkeberatan, namun akhirnya orang tua si sakit memperbolehkan prajurit sandi itu untuk membantu. Karena ia sendiri sungguh sudah sangat letih setelah menggendong anaknya cukup jauh.
“Terimakasih kisanak atas bantuannya…..!” kata orang tua si sakit.
Ibarat pucuk dicinta ulam tiba bagi prajurit sandi itu. Inilah kesempatan yang sangat baik untuk datang ke pondok Ki Tanu tanpa harus mencari alasan apapun.
Prajurit sandi itupun kemudian membopong anak yang sakit itu. Bagi seseorang prajurit, bukan beban yang berat membopong seorang anak.
“Paman, agar tidak banyak pertanyaan dari Ki Tanu, anggap saja aku ini paman dari anak ini. Aku akan memanggil paman dan bibi dengan sebutan kakang dan mbakyu saja….!” kata prajurit sandi itu.
“Baiklah, itu tidak masalah….!” kata orang tua si sakit yang telah mendapat bantuan.
“Jika di tanya Ki Tanu, sebut saja namaku Lasa….!” kata prajurit sandi itu.

Sementara itu, si penjual bibit pohon buah telah balik dari pondok Ki Tanu dengan mendorong gerobak kosongnya. Dengan wajah berseri-seri karena telah menerima pembayaran penuh dari seluruh bibit yang ia jual. Bahkan ia telah mendapat pesanan lagi berbagai bibit pohon buah seperti sebelumnya. Bahkan pula telah dipesan juga pupuk kandang yang telah tidak berbau untuk dibeli pula. Lebih bergembira lagi karena Ki Tanu telah memberinya butiran jamu bagi istrinya yang sedang sakit di rumah. Ia bergegas untuk segera sampai di rumah.
Namun di perjalanan yang belum terlalu jauh dari pondok Ki Tanu, ia berpapasan dengan prajurit sandi yang sedang membopong anak yang sakit. Prajurit yang berpakaian layaknya orang kebanyakan itu mengenali si penjual bibit pohon buah yang tadi jajan sarapan bareng. Namun si penjual bibit pohon buah tidak mengenalinya.
“Akan ke pondok Ki Tanu-kah kisanak sekalian…..?” sapa si penjual bibit pohon buah yang tahu bahwa yang dibopong pasti anak yang sakit.
“Benar kisanak, kami akan minta tamba untuk anakku yang sakit ini…..!” jawab ayah si sakit.
“Jika demikian, gerobakku ini boleh dipakai untuk membawa anak itu…..!” tawaran si penjual bibit pohon buah.
Ia yang telah banyak menerima kebaikan dari Ki Tanu, selayaknya ia pun berbagi kebaikan kepada orang lain pula.
“Ooh terimakasih kisanak, saya belum lelah kok…..!” sahut prajurit sandi yang lebih senang tanpa bantuan itu. Karena jika ia dibantu dengan gerobak dorong itu pasti akan membuatnya canggung.
……….
Bersambung………

Petuah Simbah: “Ia yang telah banyak menerima kebaikan dari Ki Tanu, selayaknya ia pun berbagi kebaikan kepada orang lain pula.”
(@SUN)

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Recent Posts

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#874

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(874)Mataram. Adipati Pragola juga mendapat laporan bahwa dua orang murid orang bercambuk juga…

12 jam ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#873

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…

1 hari ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#872

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…

2 hari ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#871

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…

4 hari ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#870

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…

4 hari ago

Dilema Library Genesis dalam Dunia yang Haus Ilmu

Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…

5 hari ago