Bayaputih sangat senang mendengar kabar itu, bahwa besuk pagi Ki Tanu pergi meninggalkan pondok. Bagaimana pun juga, jika ada Ki Tanu di pondok, Bayaputih pasti tidak akan leluasa bertemu dan kemudian berkenalan dengan Gendhuk Jinten.
“Gendhuk Jinten memang benar-benar seorang gadis yang cantik jelita…..! Jauh berbeda dengan gadis-gadis di kademangan Pengging ini…..!” kata Lasa.
“Heeem…..! Membuat aku tidak sabar…..! Besuk pagi-pagi sekali kita harus sudah berada di sekitar pondok….!” kata Bayaputih.
“Sebaiknya pangeran menunggu saja di seberang sungai…..! Besuk saya yang mengatur…..!” kata Lasa yang tetap menyebut pangeran jika tidak ada orang lain.
Lasa pun kemudian menceritakan bahwa Gendhuk Jinten setiap pagi pasti mencuci di sungai dan kemudian mandi di belik yang ada pancurannya. Biasanya pula, setiap sehabis mandi, Gendhuk Jinten akan beristirahat di bawah pohon gayam yang ada bangku dingkliknya.
“Di sanalah sebaiknya pangeran menemui Gendhuk Jinten…..!” saran Lasa.
“Ha ha ha ha…..! cerdik juga kau…..! Antarkan aku di seberang sungai besuk pagi…..! Akan aku temui gadis cantik itu di sana…..!” kata Bayaputih.
“Baik…..! Besuk kita atur…..!” kata Lasa.
Pagi-pagi sekali Bayaputih telah bersiap untuk pergi ke pasar dan kemudian sarapan di sana. Dari pasar Bayaputih akan diantar oleh Lasa ke seberang sungai, sungai yang biasa untuk mencuci dan mandi Gendhuk Jinten. Jalan menuju ke seberang sungai agak memutar lebih jauh. Di seberang sungai itu masih berupa hutan, walau bukan hutan yang lebat, karena orang padukuhan pun sering masuk hutan itu untuk berbagai keperluan, terutama untuk mencari kayu hutan sebagai bahan bangunan. Mereka juga sering mencari hewan buruan di hutan itu.
“Pangeran nanti akan menyaksikan pemandangan yang menggetarkan hati…..!” kata Lasa.
“Haaah….., artinya kau pernah menyaksikan…..?!” sergah Bayaputih.
“Oooh….., belum…. belum, pangeran. Itu hanya perkiraan saya saja…..!” elak Lasa yang tak ingin kena marah pangeran yang diikutinya itu.
“Ya sudah…..! Ayo kita berangkat…..!” ajak Bayaputih setelah sarapan di warung dekat pasar.
Setelah matahari naik sejengkal, Ki Tanu benar-benar telah meninggalkan pondok untuk menuju ke kademangan. Dan dari kademangan Ki Tanu bersama para perangkat kademangan, terutama Ki Ulu-ulu akan menuju ke padukuhan Pereng yang cukup jauh dari kademangan.
Seperti biasa, Gendhuk Jinten setelah selesai membereskan pekerjaan rumah, ia pergi ke sungai untuk mencuci pakaian dan juga beberapa peralatan dapur. Itu adalah kebiasaan yang telah ia jalani selama ini. Dan selama itu pula tak pernah ada yang berani mengganggu atau menggoda Gendhuk Jinten. Pagi itupun Gendhuk Jinten pergi ke sungai sambil berdendang kecil. Pakaian yang akan dicuci digendong dengan tumbu bambu hampir penuh.
Sebuah batu besar yang datar menjadi tempat untuk menggilas pakaian maupun jarit untuk dicuci dengan lerak yang berbusa. Pakaian itu kadang dibanting-banting di batu datar tersebut. Bantingan kain di batu itu berkumandang sampai jarak cukup jauh.
“Itu dia….! Ia sedang membanting cucian…..!” kata Lasa sambil berbisik.
“Kau amati keadaan dari arah pondok saja…..! Tinggalkan aku seorang diri…..! Jika keadaan tidak aman, kau harus memberi tanda kepadaku…..!” pinta Bayaputih.
“Baik…..! Saya akan melontarkan batu kerikil dengan ketapel ini ke rumpun bambu di sekitar sungai itu….!” kata Lasa yang memang selalu membawa ketapel yang ia selipkan di pinggang. Ketapel itu juga merupakan alat sebagai seorang prajurit sandi untuk saling berkirim sandi dengan sesama prajurit sandi.
“Baik…..! Aku paham…..! Sekarang pergilah dan jangan campuri aku dalam berkenalan dengan gadis itu….! Tengah hari aku tunggu di tempat ini pula…..!” kata Bayaputih.
“Baik pangeran…..! Saya akan menyeberangi sungai yang tidak terlalu dalam itu…..!” kata Lasa yang kemudian meninggalkan Bayaputih seorang diri.
Bayaputih dengan mengendap perlahan menuju ke tempat keberadaan Gendhuk Jinten yang sedang mencuci.
………..
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Jika memiliki kelebihan ilmu, sebaiknya dimanfaatkan untuk hal yang baik, bukan sebaliknya.”
(@SUN)
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…