Senopati prajurit Baka tidak sempat melihat orang yang berlari menerobos barisan. Ia saat itu berada di sisi yang lain dari tempat berlarinya Raden Bandung Bandawasa. Namun demikian, ketika mendengar beberapa prajurit berteriak ada orang yang melarikan diri, ia langsung berteriak memberi aba-aba.
“Kejaaar……! ayo kita kejar…..!” teriak Senopati prajurit Baka.
“Kejaaar….. kejaaar….. kejaaar……!” para prajurit bersahut-sahutan.
“Heeiii….. kearah mana orang itu berlari….?” teriak mereka yang tidak melihat.
“Ke arah utara…..!” teriak mereka yang melihat.
Para prajurit berbondong-bondong berlarian ke arah utara, ke arah jalan utama yang menuju ke candi Kalasan dan seterusnya ke hutan alas Tambakbaya.
Sementara itu, seorang senopati dan beberapa orang prajurit mendekati seonggok tubuh yang terbakar gosong dengan bau yang menyengat. Mereka ingin meyakinkan siapakah yang terbakar itu.
Mereka terkejut, karena mendapati dua onggok jasad yang gosong dan tak dikenali. Jasad yang satu sudah tak berasap, sedangkan yang satu masih berasap.
“Tak salah lagi…..! Ini adalah timang raja…..! Jasad ini pasti jasad Sang Prabu Baka……! Bangsat keparat orang yang telah membunuh raja kita…..!” kata senopati prajurit Baka. Ia sangat marah, namun merinding pula. Raja mereka yang sakti mandraguna tiada tanding, namun kini telah gugur gosong dan sulit dikenali. Betapa saktinya orang yang melawan Prabu Baka tersebut. Ia telah mendengar bahwa Sang Prabu Baka telah meladeni tantangan putra mahkota negeri Pengging, Raden Bandung Bandawasa. Apa mungkin Bandung Bandawasa itu yang menewaskan Prabu Baka. Atau mungkin ia berbuat licik dengan mengerubut bersama beberapa orang, atau bahkan guru dari Bandung Bandawasa tersebut. Namun apapun yang terjadi, tentu yang dihadapi adalah kekuatan yang sangat kuat.
Selagi senopati itu termangu-mangu memandangi jasad yang diduga jasad Prabu Baka, seorang prajurit berteriak mengatakan bahwa jasad yang satu, yang masih berasap adalah jasad Patih Gupala.
Senopati itu menahan gejolak amarah yang amat sangat setelah meyakini bahwa jasad yang satu ini adalah jasad Patih Gupala. Timang yang dipakai adalah timah kepatihan.
“Huuuh bedebah laknat…..!” umpat senopati itu setelah meyakini bahwa dua orang penguasa Keraton Baka telah gugur dengan cara yang sangat mengenaskan.
Sementara itu, Raden Bandung Bandawasa memang berlari ke arah utara yang longgar kepungannya. Namun Raden Bandung Bandawasa kemudian berbelok ke arah timur dan menyeberangi kali Opak. Ia berlari sangat cepat, mustahil orang kebanyakan mampu mengejarnya. Setelah menyeberangi kali Opak, Raden Bandung Bandawasa berbelok ke arah selatan untuk menuju ke bukit Baka tempat keraton Baka berdiri megah.
Sementara itu, para prajurit yang mengejar buruannya terus berlarian ke arah utara sampai ke jalan utama yang menuju ke arah candi Kalasan. Mereka kemudian menguber di dusun Bogem yang rimbun oleh pepohonan yang besar. Namun tak ada jejak bahwa buruannya bersembunyi di dusun itu. Mereka tidak mengira bahwa yang mereka kejar telah berbelok ke arah timur dan menyeberangi kali Opak.
Bahkan kini Raden Bandung Bandawasa telah mulai memanjat lereng bukit Baka yang berbatu-batu.
Bagi Raden Bandung Bandawasa tak menemui kesulitan untuk naik bukit yang tak terlalu tinggi itu. Ia justru memanjat lewat lereng yang sulit untuk menghindari bertemu prajurit jaga di jalan setapak itu.
Ki Bekel Klurak kemudian berhenti sejenak untuk minum wedang jahe sere yang masih hangat. Ia pun kemudian mempersilahkan kepada kedua tamunya untuk menikmati minuman dan cemilan yang disajikan.
“Terimakasih Ki……, Ki Bekel dan keluarga sangat baik menerima kami berdua……!” kata Wilapa.
“Ini lumrah saja, sudah semestinya kami menerima tamu seperti ini, dan ini sesungguhnya kurang pantas kami sajikan bagi tamu dari jauh…..!” kata Ki Bekel Klurak.
“Sudah lebih dari cukup, Ki……!” jawab Wilapa.
“Malam telah larut, sebaiknya kita beristirahat, ceritanya kita lanjutkan besuk sambil berjalan menuju keraton Baka……!” kata Ki Bekel Klurak.
…………….
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Sudah semestinya kita menyambut tamu dengan sebaik-baiknya.”
(@SUN)
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…