Cerbung

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Gendhuk Jinten-Part#6

Ketika pagi mulai terang tanah, Ki Tanu telah mengajak putrinya, Gendhuk Jinten untuk meninggalkan gubug itu. Ia ingin segera semakin jauh dari keraton agar jangan sampai ditangkap oleh pasukan musuh. Dinginnya hawa tak mereka rasakan, terlebih setelah ratusan langkah, tubuh terasa hangat dan kemudian berkeringat. Ki Tanu sesungguhnya merasa kasihan kepada putrinya yang belum dewasa itu, yang sudah harus menjalani lelakon yang berat. Namun Ki Tanu tidak bisa membayangkan jika putrinya itu sampai jatuh ke tangan musuh, dan kemudian dijadikan sebagai pampasan perang, pasti akan sangat menderita.

Sementara itu, matahari belum terbit, namun pasukan penyerbu sudah mulai lagi menggeledah seluruh sudut keraton. Mereka sudah tidak mendapati wanita cantik yang bisa menjadi pampasan perang. Kecuali Putri Campa yang telah diamankan oleh putra tirinya sendiri. Yang mereka dapati hanyalah para abdi yang telah separuh baya. Namun para prajurit itu tidak kecewa, karena harta benda masih melimpah ruah untuk dirampas dan diangkut ke Demak Bintara. Mereka, para prajurit itu, nantinya pasti akan mendapat bagian dari harta benda itu.

Sementara itu, para prajurit yang menggeledah di kasatrian-kasatrian lebih beruntung. Mereka masih mendapati wanita-wanita cantik untuk dijadikan pampasan perang. Mereka hampir tidak mendapat perlawanan dari para lelaki yang berada di kasatrian-kasatrian itu. Prajurit penyerbu memang terlalu banyak untuk dilawan. Ada satu dua ksatria yang mengadakan perlawanan, namun nasibnya sungguh mengenaskan. Mereka menjadi pelampiasan para prajurit musuh karena nafsu perangnya yang masih tertahan sejak kemarin. Lebih mengenaskan lagi adalah para wanita yang lelakinya mengadakan perlawanan. Mereka, para wanita itu menjadi pelampiasan nafsu mereka sebagai seorang lelaki. Bahkan para gadis yang belum beranjak dewasa sekalipun menjadi korban mereka.
Hari itu, seluruh area di dalam benteng keraton sudah sepenuhnya dikuasai oleh pasukan penyerbu. Dan sudah dipastikan bahwa Baginda Raja telah melarikan diri yang belum diketahui arah tujuannya.

Pada hari itu juga, putra Baginda Raja yang memimpin penyerbuan itu telah mengangkat seorang senopati untuk dijadikan Adipati Majapahit. Dia, senopati yang diangkat tersebut adalah seorang senopati Majapahit sebelumnya yang telah menghianati negerinya dan memihak kepada musuh. Dialah sesungguhnya yang mengatur segalanya sehingga penyerbuan berlangsung lancar.
Mulai saat itu, Majapahit bukan lagi sebuah negeri, namun menjadi sebuah kadipaten di bawah kekuasaan negeri Demak Bintara. Kejayaan negeri di masa lalu telah hilang dalam waktu yang amat singkat.
Negeri yang dahulu menguasai negeri-negeri sampai di seberang pulau, kini telah dinyatakan sebagai sebuah negeri taklukkan dan turun derajat menjadi sebuah kadipaten. Mahkota kerajaan akan segera diboyong ke sebuah kadipaten kecil ke pulau Jawa di bagian tengah, Kadipaten Demak Bintara.

Sang putra Baginda Raja pun ingin segera kembali ke Demak Bintara untuk mengukuhkan diri sebagai seorang raja, penguasa pulau Jawa bagian tengah sampai sebagian wilayah timur.

Sementara itu, perjalanan Ki Tanu dan Gendhuk Jinten telah jauh dari keraton. Semakin jauh dari keraton, kehidupan kawula semakin tidak terpengaruh oleh geger yang terjadi di keraton Majapahit. Mereka berdua sempat beberapa kali beristirahat, namun tidak menjumpai kesulitan yang berarti. Ki Tanu selalu mengatakan bahwa mereka adalah ayah dan anak yang akan mengunjungi neneknya yang telah sepuh di daerah Prambanan.

Setelah beberapa hari naik turun gunung dan jurang dan melewati beberapa sungai besar kecil. Ki Tanu dan Gendhuk Jinten telah sampai di sisi utara gunung Semeru. Namun mereka tak ingin mendaki gunung itu, mereka terus melanjutkan perjalanan ke arah matahari terbenam.

Ketika mereka singgah di sebuah warung, Ki Tanu tertegun. Beberapa pengunjung warung makanan memperbincangkan tentang kejadian di keraton Majapahit.
“Majapahit yang agung telah runtuh…..! Kini wahyu keraton telah berpindah ke Demak Bintara…..!” kata salah seorang pengunjung warung.
“Dan Baginda Raja belum diketahui keberadaannya…..!” sahut yang lain.
……….
Bersambung………..

Petuah Simbah: “Korban perang yang paling menderita adalah rakyat.”
(@SUN)

.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Recent Posts

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#878

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(878)Mataram. Panembahan Senopati segera melolos sebatang tongkat kecil dan pendek yang terselip di…

21 jam ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#877

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(877)Mataram. Kini Adipati Pragola telah bersiaga kembali sepenuhnya. Ia tak ingin gagal untuk…

2 hari ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#876

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(876)Mataram. Beberapa saat kemudian telah terbentuk lingkaran arena di tempat yang cukup lapang.Adipati…

3 hari ago

Perbedaan Antara Nanoteknologi dan Teknologi Konvensional

Definisi dan Skala Operasi Apa perbedaan antara nanoteknologi dan teknologi konvensional? Teknologi konvensional didefinisikan sebagai…

3 hari ago

Proses Pembuatan Nanomaterial: Mengungkap Dunia Miniatur

Apa itu Nanomaterial? Dalam nanoteknologi ada yang disebut dengan nanomaterial. bagaimana proses pembuatan nanomaterial dan…

4 hari ago

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#875

Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(875)Mataram. Dua orang senopati utusan Adipati Pragola tersebut masih terdiam setelah mendengar kata-kata…

4 hari ago