Kini pusaran serpihan batu dari dalam sumur telah terhenti. Mereka, para prajurit Baka bersorak sorai karena yakin bahwa Bandung Bandawasa telah tewas di dalam sumur, atau setidaknya telah pingsan tak berdaya.
Senopati prajurit segera memerintahkan kepada para prajurit agar mereka segera menimpuk Bandung Bandawasa yang berada dalam sumur agar terkubur selama-lamanya. Para prajurit pun dengan bersukaria dan bersorak-sorai melemparkan batu-batu sebesar kepala kerbau ke dalam sumur. Mereka melampiaskan dendam atas gugurnya Prabu Baka dan Patih Gupala dan kekecewaan mereka yang gagal memburu Bandung Bandawasa. Senopati prajurit bertolak pinggang menyaksikan para prajurit menimbun sumur yang diyakini jasad Bandung Bandawasa terkubur di dalamnya. Demikian juga Rara Jonggrang tersungging senyum, sejenak bisa melupakan gugurnya sang ayah, Prabu Baka dan sang paman Patih Gupala.
Para prajurit terus menimbun dan menimbun, batu-batu itu sudah hampir mencapai permukaan, dan ketika dilihat tidak ada tanda-tanda kehidupan. Sampai akhirnya sumur benar-benar tertutup batu rata dengan tanah. Mereka masih belum puas, serpihan-serpihan batu cadas yang berada di sekitar sumur digunakan untuk menutup permukaan sumur sehingga tertutup rapat.
Para prajurit kemudian menari-nari di atas sumur yang telah tertutup itu. Mereka kegirangan karena merasa berhasil melenyapkan musuh negerinya yang telah menewaskan raja dan patih mereka.
Dalam kisah itu, hari telah mulai petang, sehingga para prajurit diperbolehkan untuk beristirahat. Demikian pula Rara Jonggrang dan Senopati prajurit telah meninggal sumur yang telah rata dengan tanah.
Sementara itu, Ki Bekel berhenti sejenak karena merasa haus di siang hari yang terik itu.
“Di sini tidak ada minuman, untuk bisa meneruskan bercerita tentu butuh minum…..!” seloroh Ki Bekel sambil bergurau.
“Itu ada pohon kelapa, apakah boleh dipetik kelapa mudanya…..?” tanya Lasa karena ragu.
“Ooh boleh…. boleh….! Area ini tidak ada pemiliknya…..!” kata Ki Bekel.
Lasa pun bergegas memanjat pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi itu.
Beberapa saat kemudian, Lasa telah menenteng tiga buah kelapa muda. Dengan cekatan, Lasa menebas kelapa muda yang juga disebut degan itu dan telah siap disajikan.
“Nhaaaah….., begini kan segar…..!” celetuk Ki Bekel.
Birawa juga menikmati air kelapa muda yang telah disajikan oleh Lasa.
Ki Bekel kemudian melanjutkan ceritanya.
Petang hari itu, burung-burung telah kembali ke sarangnya, sedangkan kelelawar baru keluar dari persembunyiannya untuk mencari buah-buah matang. Jengkerik dan belalang berderik memanggil pasangan. Di ufuk barat, semburat merah telah berganti gelap. Di langit, bintang-bintang mulai nampak berkerlap-kerlip seakan ribuan pasang mata memandang dunia. Lintang Jakabelek berkedip-kedip kemerahan bagai perjaka sakit mata. Lintang panjer sore tampak paling terang diantara ribuan bintang. Sedangkan sang candra belum menampakkan wajah cantiknya.
Dalam pada itu, Rara Jonggrang sedang duduk termenung di teras samping pendapa. Ia sedang merenungkan lelakon yang baru saja dialami. Namun yang paling menyedihkan adalah gugurnya sang ayah, Prabu Baka. Ia telah menerima laporan bahwa jasad ayah dan pamannya telah diselenggarakan pembakaran sesuai adat yang berlaku bagi seorang raja maupun seorang patih sebuah negeri yang besar. Penyelenggaraan pembakaran jasad dilaksanakan di Padang Ara-ara Amba, tempat diketemukannya kedua jasad tersebut.
Tiba-tiba Rara Jonggrang terkejut bukan kepalang, hampir saja ia menjerit keras jika tidak dibungkam mulutnya oleh seseorang yang pakaiannya sangat kotor oleh debu batu cadas yang keputih-putihan.
“Jangan berteriak…..! Aku bisa membunuhmu dengan mudah…..!” kata orang yang mengejutkan itu.
Rara Jonggrang gemetar antara takut dan marah, namun ia tak berdaya sama sekali. Rara Jonggrang bisa mengenali suara itu, namun mustahil karena orang itu telah tewas. Apakah mahluk kotor ini adalah arwah gentayangan yang ingin membalas dendam?
……………..
Bersambung………..
Petuah Simbah: “Jangan mudah mengambil kesimpulan bahwa tugas telah sukses jika belum benar-benar tuntas.”
(@SUN)
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…
View Comments
terima kasih atas artikelnya kereenn