Gemeretak gigi Raden Bandung Bandawasa ketika menyadari ada orang yang mengganggu samadinya. Samadinya benar-benar buyar dan segala jenis jin peri perahyangan minggat lari kocar-kacit tak tahu rimbanya. Semestinya masih ada beberapa waktu untuk menyelesaikan pembangunan candi yang berjumlah seribu itu. Bahkan untuk memoles menjadi candi-candi yang indah.
Raden Bandung Bandawasa yakin bahwa suara hingar-bingar, hiruk-pikuk berbagai tetabuhan itu yang menjadi penyebabnya. Tetabuhan itu pasti ditabuh oleh ribuan orang, dan tidak mungkin ia akan menumpas orang-orang itu. Meskipun jika itu ia kehendaki akan dengan mudah ia lakukan.
Raden Bandung Bandawasa semakin terkejut ketika memandang ke arah timur. Terlihat semburat merah di balik dusun di sebelah timur ia berada. Tetapi Raden Bandung Bandawasa tidak bisa dikelabui, semburat merah itu bukanlah cahaya mentari di ufuk timur, tetapi nyala kobaran api karena kebakaran.
“Heeemm…….! Itu pasti ulah mereka yang ingin menggagalkan usahaku….!” gerutu Raden Bandung Bandawasa.
Namun apa dikata, semua telah terjadi dan sama sekali di luar perhitungan Raden Bandung Bandawasa.
Raden Bandung Bandawasa yakin bahwa semua ini akibat ulah dari Rara Jonggrang.
Namun Raden Bandung Bandawasa yakin bahwa seribu candi telah berdiri, hanya saja belum sempurna sehingga tertata rapi dan indah.
Biarlah Rara Jonggrang merasa menang, tetapi setelah dihitung pasti sudah genap seribu candi. Dan pada akhirnya Rara Jonggrang harus bersedia diboyong ke negeri Pengging.
Sementara itu, Rara Jonggrang bersama para tetua dusun berjalan di paling depan diantara para penabuh tetabuhan.
Bau anyir sudah tidak tercium lagi. Mereka yakin bahwa sumber bau bacin itu telah pergi semua. Dengan demikian sudah tidak ada pembangunan candi lagi. Rara Jonggrang berharap bahwa Raden Bandung Bandawasa tidak mampu menyelesaikan pembangunan seribu candi.
Sementara itu, di ufuk timur saat itu mentari sudah benar-benar mengintip dari balik cakrawala. Kobaran api di sebelah barat dusun Kumuda pun telah padam. Bunyi-bunyian sudah tidak riuh rendah lagi. Tinggal bunyi bende yang bertalu-talu.
Candi Prambanan telah tampak menjulang tinggi.
Rara Jonggrang bersama para tetua terus berjalan mendekati candi Prambanan.
Rara Jonggrang terperangah ketika menyaksikan bangunan candi-candi baru tertata rapi di sebelah utara candi Prambanan. Tempat itu semula adalah padang rerumputan liar.
Rara Jonggrang berdebar-debar, bagaimana jika Raden Bandung Bandawasa benar-benar bisa mewujudkan permintaannya.
“Heeemm…..! Sungguh sakti mandraguna putra Pengging itu…..! Seandainya dia bukan pembunuh ayah dan paman, tentu aku dengan suka rela dipinangnya…..!” gumam Rara Jonggrang kepada dirinya sendiri. Namun kini apapun yang terjadi, ia tidak sudi menjadi putri boyongan ke negeri musuh.
Sementara itu, Raden Bandung Bandawasa telah sempat berkeliling mengitari candi-candi yang baru saja dibangun dengan ajiannya. Bahkan ia sempat menghitungnya. Namun jidat Raden Bandung Bandawasa berkerut ketika hitungannya baru sampai pada hitungan yang ke sembilanratus sembilanpuluh sembilan. Tetapi ia belum yakin dengan hitungannya sendiri, mungkin memang masih ada yang kelewatan belum dihitung karena pagi masih gelap.
Raden Bandung Bandawasa ingin mengulangi hitungannya ketika pagi telah mulai terang, dengan demikian tidak akan kelewatan lagi. Namun langkah Raden Bandung Bandawasa terhenti ketika melihat beberapa orang datang mendekatinya. Hatinya berdetak ketika dilihatnya Rara Jonggrang berjalan di paling depan.
“Kalian menunggu di sini, biar aku temui sendiri putra Pengging itu…..!” kata Rara Jonggrang kepada mereka yang bersamanya.
Dengan langkah sedikit tersendat, Rara Jonggrang mendekati Raden Bandung Bandawasa.
Raden Bandung Bandawasa menyambut kedatangan Rara Jonggrang dengan wajah yang dingin. Ia sendiri tidak tahu perasaan apa yang berkecamuk di hatinya.
………….
Bersambung……….
Petuah Simbah: “Sehebat apapun seseorang, namun tidak selalu rencananya akan berjalan mulus tanpa kendala.”
(@SUN)
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…