Namun Ki Bekel dan Ki Jagabaya kemudian mempersilahkan para tamu yang menginap untuk beristirahat. Sedangkan Ki Tanu sekalian mohon pamit, bahwa besuk pagi sebelum matahari terbit sudah akan meninggalkan banjar kabekelan.
“Mengapa tergesa-gesa, Kisanak….?” tanya Ki Bekel.
“Perjalanan kami masih jauh, Ki Bekel, dan embahnya putri kami itu sedang sakit…..!” dalih dari Ki Tanu.
“Ooh demikian, begitulah orang tua, mudah sakit, seperti ayah kami yang juga sedang sakit…..!” kata Ki Bekel.
“Ooh maaf Ki Bekel, kami mengganggu ketenangan keluarga Ki Bekel…..!” kata Ki Tanu.
“Ooh tidak masalah, sakitnya ayah kami itu sudah beberapa waktu, namun belum sembuh juga…..!” kata Ki Bekel.
“Maaf Ki Bekel, apakah saya boleh menengok ayah Ki Bekel…..! Mungkin bisa sedikit membantu…..!” kata Ki Tanu.
Ki Bekel tentu tidak bisa menolak niat baik dari tamunya itu. Kemudian ia diantar untuk menengok ayah dari Ki Bekel itu. Tamu yang lain pun juga ikut menengok ayah Ki Bekel yang sedang tergolek sakit.
Ki Tanu melihat ayah Ki Bekel yang tergolek lemah namun merintih sepertinya menahan sakit. Ki Bekel bercerita bahwa ayahnya itu sakit demam tinggi yang tak kunjung sembuh. Begitu tinggi panas tubuhnya sehingga sering mengigau tak karuan. Banyak kerabat yang mengira bahwa sakitnya itu karena disantet oleh orang yang tidak senang. Bahkan beberapa dukun juga mengatakan demikian.
Ki Tanu kemudian minta izin untuk memeriksa keadaan ayah dari Ki Bekel tersebut. Ki Tanu memang telah mendalami pengetahuan tentang penyakit dan penyembuhan orang sakit. Ia kemudian mengambil butiran jamu yang tersimpan di salah satu kantong bengkungnya. Ia memang selalu membawa butiran jamu itu untuk pengobatan yang sangat mendesak. Butiran jamu itu bermanfaat untuk menurunkan panas tubuh dan mengurangi rasa sakit.
“Maaf Ki Bekel, apakah ada yang bisa membantu menyeduh butiran jamu ini untuk diminum oleh yang sakit…..?” kata Ki Tanu.
“Baiklah…..!” kata Ki Bekel yang percaya akan niat baik dari tamunya.
Ki Bekel kemudian memanggil Nyi Bekel dan seorang pembantunya.
Sementara ketika Nyi Bekel dan pembantunya sedang menyeduh jamu, Ki Tanu memijit-mijit lembut telapak kaki yang sakit. Dan kemudian dipijit-pijit pula telapak tangan ayah dari Ki Bekel itu.
Ayah Ki Bekel terlihat merasa nyaman dipijit-pijit oleh Ki Tanu.
Sesaat kemudian, Nyi Bekel telah membawa secangkir seduhan jamu hangat untuk diminum oleh ayah Ki Bekel.
“Biarlah ayah Ki Bekel beristirahat, besuk sebelum matahari terbit akan saya tengok lagi…..!” kata Ki Tanu setelah ayah Ki Bekel minum seduhan jamu yang telah disajikan oleh Nyi Bekel.
“Terimakasih, Kisanak…..! marilah kita semua beristirahat…..!” kata Ki Bekel Sala.
Ketika para tamu sedang beristirahat, Ki Bekel dan Nyi Bekel menunggui ayah mereka yang bisa tidur dengan pulas. Tidur pulas yang tidak pernah lagi dialami oleh ayah dari Ki Bekel sejak ia sakit.
“Ki…..! sepertinya Ki Tanu itu bukan orang sembarangan. Wajah dan kulit tangannya yang kusam sepertinya polesan belaka. Sorot matanya yang tajam berwibawa namun teduh seperti seseorang yang berdarah biru…..!” kata Nyi Bekel yang tajam perasaannya.
“Bisa jadi memang demikian, Nyi…..! Namun kita tidak perlu mendesak agar ia mengatakan tentang jati dirinya….!” kata Ki Bekel.
” Ya….! Kita berharap, ayah benar-benar bisa segera sembuh…..!” kata Nyi Bekel.
Di dini hari yang dingin menggigit, Ki Tanu dan Gendhuk Jinten telah berkemas untuk melanjutkan perjalanan.
“Ndhuk Jinten…..! Kau menunggu dahulu, ayah akan menengok ayah Ki Bekel yang sakit…..!” kata Ki Tanu.
“Baik ayah…..!” jawab Gendhuk Jinten singkat.
Gendhuk Jinten sudah tahu bahwa ayahnya sering membantu mengobati orang yang sakit di kasatrian yang mereka tinggalkan.
Ki Tanu tertegun ketika tahu bahwa Ki Bekel dan Nyi Bekel Sala masih menunggui ayah mereka yang sakit.
“Maaf Ki Bekel dan Nyi Bekel, permisi …..! Apakah ada keluhan dari bapa yang sakit…..?” sapa Ki Tanu.
“Terimakasih Ki Tanu….! Ayah bisa tidur dengan nyenyak dan badannya sudah tidak meriang lagi…..!” kata Ki Bekel Sala.
…………
Bersambung…….
Petuah Simbah: Setiap orang yang menyebar kebaikan, ia akan menuai kebaikan pula.”
(@SUN)
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(878)Mataram. Panembahan Senopati segera melolos sebatang tongkat kecil dan pendek yang terselip di…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(877)Mataram. Kini Adipati Pragola telah bersiaga kembali sepenuhnya. Ia tak ingin gagal untuk…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(876)Mataram. Beberapa saat kemudian telah terbentuk lingkaran arena di tempat yang cukup lapang.Adipati…
Definisi dan Skala Operasi Apa perbedaan antara nanoteknologi dan teknologi konvensional? Teknologi konvensional didefinisikan sebagai…
Apa itu Nanomaterial? Dalam nanoteknologi ada yang disebut dengan nanomaterial. bagaimana proses pembuatan nanomaterial dan…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(875)Mataram. Dua orang senopati utusan Adipati Pragola tersebut masih terdiam setelah mendengar kata-kata…