Penerus Trah Prabu Brawijaya-Jaka Tingkir-Part#215

penerus trah prabu brawijaya

Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(215)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.

Orang yang mengintip dari balik gerumbul perdu itu kemudian beringsut agar tidak diketahui oleh siapa pun, terutama oleh Jaka Tingkir dan kawan-kawannya. Ia bangga karena Jaka Tingkir mampu mengatasi masalah dengan bijak, walau ia masih muda.

Setelah beberapa saat mereka saling berbincang, Bahurekso bertanya tentang tujuan yang sebenarnya dari rombongan berempat itu. Sebab tadi dikatakan bahwa tujuannya bukan untuk mendatangi sarang para penyamun itu.
“Raden sekalian akan menuju ke mana sehingga sampai di kedung Srengenge ini……?”
“Kami akan ke kotaraja Demak Bintara lewat jalan pintas, tetapi jembatan kayu itu ternyata sudah hanyut, mungkin terbawa banjir…..!” Jawab Jaka Tingkir.
“Ya benar, jembatan itu memang telah hanyut diterjang banjir…..!” Kata Bahurekso.
“Heeem……, jika demikian, kami harus putar balik, dan pasti menjadi sangat jauh……!” Kata Jaka Tingkir.
“He he he….., aku ada usul. Bagaimana jika Raden sekalian naik getek? Tentu lebih cepat…..!” Usul Bahurekso.
“Bagaimana itu mungkin……?” Bertanya Jaka Tingkir.
“He he he he……, kedung ini adalah halaman kami, tempat kami bermain. Walau banyak buaya yang ganas, namun buaya-buaya itu jinak kepada kami. Kami terbiasa memberi makan buaya-buaya itu. Dan kami memiliki beberapa buah getek besar kecil…..!” Kata Bahurekso.
Namun Mas Wila yang menyahut; “Apakah kalian akan menjebak kami…?”
“He he he he……, bagaimana mungkin kami berani melakukan itu. Jika kami menjebak kalian, itu sama saja kami bunuh diri. Kami sadar bahwa Raden Jaka Tingkir pasti masih memiliki banyak ilmu, tentu bukan hal yang sulit untuk menyelamatkan diri dan membunuh kami….! Percayalah Den…., ini sebagai ungkapan terimakasih kami karena kami masih diberi hidup……!” Dalih Bahurekso.
“Baiklah, aku percaya…..! Bagaimana selanjutnya……?” Bertanya Jaka Tingkir.
Bahurekso kemudian berteriak kepada anak buahnya; “Heee….., sediakan sepuluh getek, yang satu yang paling besar……!”
Anak buah Bahurekso segera bergegas menyiapkan sepuluh getek di tepian kedung Srengenge.
Mereka juga diperintahkan untuk menyiapkan daging ayam, bebek bahkan kambing untuk buaya-buaya Kedung Srengenge agar tidak mengganggu.
Jaka Tingkir justru tertarik dengan penawaran Bahurekso itu. Pasti sangat mengasyikkan naik getek dalam perjalanan yang cukup jauh. Namun beruntungnya, arus sungai yang akan dilalui menuju ke hilir, jadi tinggal ikut arus.

Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, Jaka Tingkir dan tiga kawannya naik getek yang paling besar dan paling bagus. Bahkan getek itu ada atapnya dan balai-balai yang bisa untuk tiduran. Di atas getek itu ada Bahurekso dan empat orang anak buahnya. Satu orang di ujung getek sebagai juru mudi arah dan kecepatan getek. Satu orang lagi di kanan dan di kiri getek serta di paling belakang dari getek besar itu. Sedangkan Bahurekso menemani keempat penumpangnya. Dalam keadaan seperti itu tidak mungkin Bahurekso dan kawan-kawannya akan menjebaknya. Jaka Tingkir dan ketiga kawan-kawannya juga melihat moncong-moncong hitam di sekeliling getek itu. Itulah moncong buaya-buaya penunggu Kedung Srengenge.
Mereka kemudian melihat Jalumampang dan kawan-kawannya di atas getek di belakangnya melemparkan potongan-potongan daging di sekitar geteknya. Terlihat buaya-buaya itu berebutan untuk mendapatkan daging-daging itu.
Jaka Tingkir dan ketiga kawannya senang menyaksikan tontonan yang belum pernah mereka saksikan.
Semakin lama semakin terlihat banyak buaya-buaya yang berebut makanan. Buaya-buaya semakin ganas ketika dilemparkan seekor kambing utuh ke dalam kedung.
Sungguh pertunjukan yang sangat mengasyikkan bagi Jaka Tingkir.

Getek pun mulai melaju pelan ke arah hilir sungai Tuntang. Buaya-buaya itu pun mengikuti getek-getek itu, baik di kiri, di kanan maupun di belakang.

Begitu melegendanya kisah Jaka Tingkir naik getek itu sehingga tercipta lagu daerah yang sangat populer. Lagu itu adalah lagu ‘Sigra Milir.

Inilah syair lagu Sigra Milir.
Sigra milir sang gèthèk sinangga bajul
Kawan dasa kang njagèni
Ing ngarsa miwah ing pungkur
Tanapi ing kanan kéring
Sang gèthèk lampahe alon.

Artinya kurang lebih sebagai berikut:
Mengalirlah segera sang rakit didorong buaya
Empat puluh penjaganya
Di depan juga di belakang
Tak lupa di kanan kiri
Sang rakit pun berjalan pelan.
…………..
Bersambung………….

Petuah Simbah: “Bersahabatlah dengan alam lingkungan.”
(@SUN)

**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.

St. Sunaryo

Pensiunan pegawai PT Telkom Indonesia. Sekarang bertempat tinggal di Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kunjungi website https://stsunaryo.com , ada yang baru setiap hari.

Learn More →

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *