Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(249)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Mereka tentu tidak akan menolak permintaan dari Jaka Tingkir tersebut. Namun tidak bisa pula segera dilaksanakan. Mereka tentu ingin membenahi padepokan Sela agar tidak terbengkalai. Demikian pula Jaka Tingkir perlu waktu untuk menata Kadipaten Pajang terlebih dahulu.
Selagi mereka berbincang, datanglah seorang remaja tampan dan terlihat kokoh kuat.
“Menghaturkan sembah sungkem, Paman Karebet…..!” Kata remaja itu.
“Heeem…., kau sudah terlihat tampan dan gagah, Danang…..! Baktimu aku terima…..!” Balas Jaka Tingkir Mas Karebet.
Remaja tersebut adalah Mas Danang, putra dari Ki Pemanahan.
“Darimanakah kau, kok baru kelihatan sekarang…..?” Bertanya Jaka Tingkir.
“Berburu bajing yang mengganggu kelapa petani, Paman….!” Jawaban Mas Danang.
“Bagaimana kau berburu bajing……?” Lanjut Jaka Tingkir.
“Dengan plinteng, Paman…..! Hari ini mendapat lebih dari dua puluh ekor…..!” Kata Mas Danang. Plinteng adalah kata lain dari ketapel.
“Titis juga kau….! Dengan plinteng bisa mendapat lebih dari dua puluh ekor…..!” Berkata Jaka Tingkir.
“Uwa Juru yang mengajari, Paman…..!” Jawab Mas Danang.
“Huuh….! Ada-ada saja kau Jebeng…..! Mosok uwakmu ini mengajari mlinteng…..!” Elak Ki Juru Martani.
Ki Juru Martani biasa memanggil Mas Danang dengan sebutan Jebeng.
(Jebeng dilavalkan seperti kosa kata genteng untuk huruf e).
“Aku tahu maksudnya, bahwa Danang telah berlatih olah kanuragan dibimbing oleh Kakang Juru. Bukankah demikian Kakang Penjawi…..?” Bertanya Jaka Tingkir untuk meyakinkan.
Ki Penjawi hanya tersenyum, namun Ki Pemanahan yang menjawab; “Anak bandel, sulit dididik…..!”
“Anak yang mbandel biasanya akan menjadi anak yang tangguh….!” Jaka Tingkir berdalih.
Mereka berbincang cukup gayeng. Banyak hal yang mereka perbincangan. Jaka Tingkir lebih banyak bercerita tentang perpindahan keraton dari Demak Bintara ke Demak Prawata. Juga berbicara tentang Kanjeng Ratu Kalinyamat dan sang suami, Pangeran Hadiri. Dalam waktu dekat, Jaka Tingkir dan Nimas Cempaka akan berkunjung ke Jepara. Namun disinggung pula tentang sikap adipati Jipang Panolan, Harya Penangsang yang tidak mau mengakui pemerintahan Sunan Prawoto. Diceritakan pula bahwa Kanjeng Sunan Kudus lebih condong memihak kepada Harya Penangsang muridnya yang paling dibanggakan.
“Aku pernah berkunjung ke Jipang Panolan. Menurut pengamatanku, pasukan Jipang Panolan cukup kuat….!” Sela Ki Penjawi.
“Ya…., demikian pula laporan dari prajurit sandi yang ditempatkan di Jipang Panolan…..!” Berkata Jaka Tingkir.
Mereka masih cukup lama berbincang. Yang lebih seru tentang letusan gunung Merapi yang menyebar abu cukup tebal di padepokan Sela. Mereka sempat menyaksikan ‘wedus gembel’ meluncur jauh ke bawah.
Jaka Tingkir kemudian bercerita bahwa ia telah mampir ke padepokan Sela dan bahkan sampai ke puncak Merapi. Kemudian dikatakan bahwa ia mendapatkan sang paman, Ki Kebo Kanigara telah menjadi jasad yang gosong dan kering. Walau di dalam pondok batu, namun panasnya ‘wedus gembel’ tak mampu diatasi. Dikatakan bahwa jasad itu telah dimakamkan di dalam pondok batu itu. Namun suatu saat akan ia pindahkan ke Sela.
“Ooh….., Kakang Kebo Kanigara telah mendahului kita. Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya…..!” Berkata Ki Juru Martani.
“Baiklah, kami nanti yang akan menyiapkan segala sesuatunya untuk mindahkan jasad Ki Kebo Kanigara….!” Berkata Ki Pemanahan.
Meskipun masih banyak yang mereka perbincangkan, namun Jaka Tingkir harus segera kembali ke Demak Bintara. Masih banyak kewajiban di Demak Bintara yang harus dikerjakan oleh Jaka Tingkir. Terutama tentang perpindahan pusat pemerintahan dari Demak Bintara ke Demak Prawata. Para prajurit sebagian besar diboyong ke Demak Prawata. Hanya sebagian kecil yang tinggal di Demak Bintara.
…………..
Bersambung……….
Petuah Simbah; “Tugas negara tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan pribadi.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.