Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(256)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Pagi itu juga, Kanjeng Ratu Kalinyamat dan Pangeran Hadliri beserta para sentana dan prajurit Jepara berangkat ke Demak Prawata. Lima buah kereta beriringan dan beberapa ekor kuda dengan para penunggangnya.
Kanjeng Ratu Kalinyamat amat bersedih atas gugurnya sang kakak yang juga sebagai raja Demak Prawata. Ia belum bisa menduga siapa atau dari pihak mana yang telah membunuh Sunan Prawoto dan sang permaisuri.
Sementara itu, kereta yang ditumpangi Jaka Tingkir dan Nimas Cempaka telah sampai di pelataran keraton Demak Prawata. Mereka disambut tangis oleh para sentana dan para inang. Tangisan yang meledak kembali setelah beberapa saat tertahan.
Nimas Cempaka yang tadi sudah siuman di perjalanan, kini menjerit melengking tinggi ketika melihat jasad sang kakak dan permaisuri.
“Kangmaaas…… Kangmbook……!”
Bahkan, Nimas Cempaka kembali jatuh pingsan.
Mereka kembali bertangis-tangisan.
Jaka Tingkir kemudian berembug dengan para tetua keraton dan para senopati berkait dengan penghormatan terakhir kepada mendiang Sunan Prawoto dan sang permaisuri.
“Kita tunggu kedatangan Kangmbok Ratu Kalinyamat dan Kangmas Pangeran Hadliri…….!” Berkata Jaka Tingkir.
Dalam kesempatan khusus, Jaka Tingkir berembug dengan senopati telik sandi.
“Panggil para prajurit telik sandi, mungkin ada yang mengenal wajah pembunuh itu……!” Pinta Jaka Tingkir.
Senopati telik sandi itu pun setuju dengan gagasan dari Jaka Tingkir.
“Baiklah, akan kami laksanakan…..!” Berkata senopati telik sandi.
Sementara itu, di Jipang Panolan, Adipati Harya Penangsang tertawa lepas setelah menerima laporan dari Rangkong dan Gandos.
“Ha ha ha ha….., mampus kau Prawoto ha ha ha ha ha……! Mampus pula istrinya….. ha ha ha ha……!” Kata Adipati Jipang.
“Panggil Paman Patih Mentahun…..! Panggil……!” Perintah Adipati Harya Penangsang kepada seorang prajurit.
Prajurit itu segera berlari untuk menemui Ki Patih Mentahun.
Kemudian Adipati Harya Penangsang berkata; “Aku tanggung kehidupan istri Rungkut dan anak-anaknya……!” Setelah tahu bahwa Rungkut pun tewas.
Tak berapa lama Ki Patih Mentahun datang.
“Sudah aku dengar kabar tentang Sunan Prawoto dan istri serta Rungkut…..!” Kata Ki Patih Mentahun setelah tiba dihadapkan Adipati Harya Penangsang.
Prajurit yang menyusul telah sedikit bercerita tentang yang ia dengar.
“Apa yang segera kita lakukan, Paman……?” Bertanya Adipati Harya Penangsang.
“Sebaiknya jangan sampai terlambat sehari pun. Hari ini pula segera diwara-wara ke seluruh negeri. Bahkan segera dikirim utusan ke berbagai kadipaten. Bahwa Sultan Demak yang sekarang adalah Sultan Harya Penangsang…..!” Usul dari Patih Mentahun.
“Ha ha ha ha….. Cerdik juga kau, Paman….! Aku setuju…..!” Berkata Adipati Harya Penangsang.
“Prajurit…..! Ajak teman-temamu untuk memanggil para sentana dan para perwira kadipaten Jipang Panolan.
Tidak perlu diulang, prajurit itu segera melaksanakan perintah Adipati Harya Penangsang.
Dalam pada itu, perjalanan rombongan dari Jepara telah tiba pula di keraton Demak Prawata.
Suasana yang sebelumnya telah reda, kini tangis-tangisan kembali meledak.
Kanjeng Ratu Kalinyamat yang sebelumnya terlihat tabah menghadapi masalah, kini tangisnya tak tertahankan.
Nimas Cempaka yang telah reda tangisnya, kini menubruk kakaknya. Mereka saling berangkulan dalam tangis kesedihan. Para wanita rombongan dari Jepara pun semua menangis sesenggukan.
Bahkan, mereka yang berdatangan ke keraton pun semakin banyak. Mereka diliputi suasana duka yang sangat mendalam. Banyak dari mereka yang tak tahan menahan tangis. Mereka sesenggukan, namun tak sedikit pula yang menangis lepas. Tangis itu kembali menular ke mereka yang semula telah reda. Mereka pun kembali bertangis-tangisan.
Nimas Cempaka kembali pingsan.
Mereka telah mendengar bahwa Kanjeng Sunan dan permaisuri gugur karena ditikam keris.
……………
Bersambung………..
Petuah Simbah: “Yang gugur satu atau dua, tetapi yang berduka seluruh negeri.”
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.