Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(283)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Arya Penangsang.
Setiap pulang dari berburu dan pulang ke Loring Pasar, Raden Mas Ngabehi pasti membawa hewan buruan. Yang paling senang adalah para pekatik, para juru taman atau pun para prajurit jaga. Mereka jika pulang pasti membawa oleh-oleh daging buruan. Bahkan tak jarang mereka membawa daging macan atau daging singa.
Namun sering pula sampai beberapa pekan Raden Mas Ngabehi Loring Pasar tidak pulang. Jika ia tidak pulang, pasti sedang menjalani laku tapa brata.
Sementara itu, usulan dari Ki Patih Rangga Mentahun benar-benar akan diwujudkan oleh Sultan Harya Penangsang. Empat orang soreng telah menghadap Sultan Harya Penangsang.
Mereka adalah Soreng Pati, Soreng Rana, Soreng Satru, Soreng Singaparna serta seorang prajurit sandi yang pernah bertugas di Pajang.
“Apakah kalian sudah tahu maksudku, kalian aku panggil…..?” Berkata Sultan Harya Penangsang.
“Gusti Patih Rangga Mentahun hanya berpesan, bahwa ada tugas yang sangat penting yang harus kami laksanakan, Gusti Sultan…..!” Berkata Soreng Pati, soreng yang paling dituakan.
“Tugas berat dan penting, tetapi aku yakin kalian akan mampu melaksanakannya…..!” Lanjut Sultan Harya Penangsang.
“Perintah apapun yang diberikan kepada kami, tentu tidak akan kami tolak…..!” Berkata Soreng Pati.
“Baik…..! Dengarkan baik-baik…..!” Berkata Sultan Harya Penangsang.
Sultan Harya Penangsang kemudian menyampaikan perintahnya, bahwa Jaka Tingkir yang mengaku sebagai Sultan Hadiwijaya di Pajang itu harus tewas. Mereka berlima diberi waktu selapan – tiga puluh lima hari. Prajurit sandi itu bertugas menjadi petunjuk arah tentang keadaan Pajang.
“Jika kalian telah berhasil, kedudukan adipati pasti aku berikan kepada kalian. Para adipati yang sekarang condong ke Pajang, kalianlah yang akan penggantinya….!” Lanjut Sultan Harya Penangsang.
Para soreng dan prajurit sandi itu tentu sangat senang, berlima pasti tidak akan kesulitan untuk membunuh Jaka Tingkir yang mengaku sebagai Sultan Pajang itu.
“Seandainya aku bisa berhadapan satu melawan satu, aku sendiri pun pasti akan mampu memenggal kepala Jaka Tingkir itu…..!” Sesumbar Soreng Rana.
“Tetapi ini kewajiban kita bersama, Kakang…..!” Timpal Soreng Satru.
“Kalian berlima agar kepala Jaka Tingkir benar-benar bisa kalian bawa ke hadapanku…..!”
“Sendika dhawuh Kanjeng Sultan…..!” Jawab Soreng Singaparna menyatakan kesediaanya.
“Segeralah berangkat agar tidak lewat selapan, jika kalian gagal, kalianlah yang akan aku penggal kepalanya…..!” Perintah Sultan Harya Penangsang.
Mereka berlima segera bersiap-siap untuk menjalankan perintah Sultan Harya Penangsang. Jika bisa berhadapan secara langsung dengan Sultan Hadiwijaya, mereka yakin dengan mudah akan bisa memenggal kepalanya. Namun jika Sultan Hadiwijaya berada di dalam keraton, tentu menemui kesulitan.
“Jika Jaka Tingkir hanya tiduran terus di dalam keraton, tentu Kakang Soreng Satru yang harus bertindak……!” Berkata Soreng Singaparna.
“Yaaa….., aku setuju…..! Seluruh penghuni keraton bisa dibuat tertidur nyenyak. Dan kemudian kita cari bangsal Jaka Tingkir. Suwe mijet wohing ranti – semudah memijit buah ranti untuk memenggal kepala Jaka Tingkir, ha ha ha ha ha……!” Sesumbar Soreng Rana. Seakan kepala Sultan Hadiwijaya begitu mudah mereka tenteng untuk diserahkan kepada Sultan Harya Penangsang.
“Prajurit sandilah yang harus telebih dahulu menyusup ke dalam keraton…..!” Berkata Soreng Pati.
“Dahulu ketika Jaka Tingkir belum ke Pajang, aku sudah sering masuk ke kadipaten Pajang. Saat itu aku menyamar sebagai penjual batu akik. Besuk pun aku akan masuk ke keraton Pajang dengan membawa dagangan batu akik. Ada beberapa juru taman yang aku kenal……!” Dalih prajurit sandi.
“Bagus…..! Ayo kita berangkat……!” Berkata Soreng Pati.
Mereka berangkat ke Pajang dengan menunggang kuda. Kuda-kuda itu nanti akan dititipkan di luar kotaraja Pajang kepada seorang saudaranya prajurit sandi itu.
…………….
Bersambung………….
Petuah Simbah: “Membuat kesepakatan kok kesepakatan jahat.”
(@SUN).