Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging.
Senopati yang memimpin rombongan pasukan Majapahit yang berangkat lebih dahulu itu memang telah menguasai wilayah itu. Ia tahu persis bahwa di sekitar jembatan Kali Wareng itu ada lereng dan jurang yang bisa untuk berlindung ketika melancarkan serangan mendadak. Namun dari tempat itu harus bisa segera melarikan diri untuk menghindari bentrokan langsung dengan pasukan Demak yang jauh lebih banyak.
Tengah malam mereka telah mendekati jembatan Kali Wareng. Mereka mengikat kuda-kuda mereka di tempat itu. Kemudian mereka melanjutkan dengan berjalan kaki menuju jembatan Kali Wareng.
Senopati itu kemudian mengatur siasat bagaimana harus menyerang, kapan saatnya yang tepat serta dari mana arah serangan dilancarkan.
Beberapa saat mereka berunding dan kemudian saling disepakati. Mereka akan dibagi dalam tiga pasukan sesuai bregada masing-masing. Namun setiap bregada pasukan itu akan ditambah prajurit pilihan yang ahli bermain panah. Dan mereka memang bagian dari pasukan prajurit panah yang handal.
“Pohon-pohon itu adalah tempat perlindungan kalian…..! Namun ingat jika aku sudah memberi aba-aba mundur, kalian segera berlari ke tempat kuda-kuda kita tambatkan…..! Jika kalian terlambat, taruhannya adalah nyawa kalian…..! Sekarang kalian beristirahatlah…..!” perintah senopati itu.
Suasana malam yang berbeda antara kubu pasukan Majapahit dengan kubu Demak Bintara. Di kubu pasukan Majapahit suasana tegang dan amarah. Suasana tegang karena banyak diantara mereka yang sama sekali belum pernah terlibat dalam suatu pertempuran. Bahkan banyak dari mereka bukan dari kalangan prajurit, tetapi para muda taruna yang bersedia bertaruh nyawa bagi tanah tumpah darah. Demikian pula para murid perguruan pencak yang belum pernah memegang senjata untuk saling bunuh. Demikian pula mereka yang telah usia lanjut, walau semangat tersulut, namun raga tak lagi segar.
Mereka marah karena telah mendengar gugurnya Ki Ageng Pengging karena dikeroyok oleh sepasukan prajurit Demak Bintara. Mereka juga marah karena harga diri negeri Majapahit yang pernah berjaya pada masa Mahapatih Gajah Mada, kini harus tunduk kepada negeri kecil, Demak Bintara.
Lain halnya suasana di kubu pasukan Demak Bintara. Mereka penuh gairah untuk menyongsong pertempuran. Mereka telah menempuh perjalanan panjang dan berlangsung berbulan-bulan untuk berperang, namun sampai saat itu belum pernah mengayunkan pedang sekalipun. Dan mereka semua adalah prajurit pilihan dari kadipaten-kadipaten mereka masing-masing. Banyak dari antara mereka yang telah berperang dalam pertempuran yang sesungguhnya.
“Pedang ini telah menghisap darah lebih dari sepuluh prajurit lawan, belum lagi para begal begundal yang pernah aku tebas dengan pedang ini…..!” kata salah seorang prajurit yang berkumis tebal.
…………….
Bersambung………….
Petuah Simbah: “Jika seorang tabib berbangga karena menyelamatkan nyawa, seorang prajurit akan berbangga juga lawan meregang nyawa.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(873)Mataram. Benar juga, dengan gerak cepat saat itu juga Senopati Widarba segera bertindak.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…