Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Ki Ageng Pengging Anom.
Namun luncuran anak panah dari empat penjuru. Dua tiga anak panah sempat dihindari dan ditangkis. Namun luncuran berikutnya tak mampu dihindari dan ditangkis. Terutama uncuran anak panah yang dari arah belakang menancap di tubuh Sunan Ngudung. Empat – lima anak panah menancap di punggung dan pinggang Sunan Ngudung. Sunan Ngudung pun roboh.
Enam orang senopati pilihan yang menyertai Sunan Ngudung tak mampu membantu Sunan Ngudung. Meraka juga sibuk menangkis luncuran anak panah yang mengarah kepadanya. Belum lagi prajurit Majapahit telah mengepung mereka dan mulai menyerang enam orang itu. Para prajurit Majapahit juga prajurit pilihan yang dipercaya untuk menghadang rombongan Sunan Ngudung. Meskipun para pengikut Sunan Ngudung adalah para senopati pilihan, namun menghadapi jumlah yang jauh lebih banyak tentu sangat kerepotan. Terlebih anak-anak panah yang dilepaskan oleh pemanah handal masih menerjang mereka.
Pertempuran di jalan menanjak dan sempit itu tidak menguntungkan bagi para pengikut Sunan Ngudung. Seorang yang telah tertancap anak panah tak mampu menahan serangan prajurit pedang yang mengepungnya. Sebilah pedang pun membabat lengannya dan kemudian disusul hujaman tombak dari prajurit yang lain. Ia pun tak sempat mengaduh kemudian jatuh tertelungkup. Selang beberapa saat seorang seorang kawannya juga terlentang dengan lambung berlumuran darah. Sebilah pedang menebas melintang panjang di lambungnya. Empat orang senopati pilihan pengikut Sunan Ngudung yang lain tak mampu bertahan dari serbuan para pengikutnya. Para penghadang rombongan Sunan Ngudung itu tak memberi kesempatan lawan-lawannya untuk menyerah. Mereka menyerang dan terus menyerang lawan-lawannya. Betapa pun tangguhnya para senopati pengiring Sunan Ngudung itu, namun menghadapi lawan yang jauh lebih banyak, mereka tak mampu bertahan. Bahkan tak sempat untuk melarikan diri dari kepungan prajurit penghadang. Satu persatu mereka tumbang terlentang di tanah kering di jalan sempit itu. Prajurit Majapahit yang menghadang rombongan Sunan Ngudung itu tak menghentikan serangan walau lawan sudah tidak berdaya. Mereka, para prajurit Majapahit itu teringat cerita dari kawannya, bagaimana Ki Ageng Pengging dikeroyok dan diserang dan terus diserang hingga akhirnya tumbang. Demikian pula yang diperlakukan oleh para prajurit Majapahit itu terhadap Sunan Ngudung dan para pengikutnya. Mereka semua akhirnya gugur dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula Sunan Ngudung yang telah tumbang pertama kali akhirnya gugur pula.
“Pastikan bahwa mereka semua telah tewas agar tidak merepotkan kita di perjalanan…..!” kata senopati pimpinan dari pasukan Majapahit itu.
Beberapa prajurit kemudian memeriksa satu persatu lawan yang telah tergeletak di tanah itu. Hampir semua pengikut Sunan Ngudung itu berlumuran darah dengan luka arang kranjang. Satu dua pengikut Sunan Ngudung itu masih bernafas, namun seperti terlalu berat untuk bisa bertahan.
“Ikat semua dan kemudian diikat di punggung kuda-kuda mereka yang masih berkeliaran di tepi jalan itu…..!” perintah dari senopati pimpinan.
Namun dua ekor kuda tak mampu ditangkap karena telah berlari jauh dari tempat pertempuran itu.
Lima jasad kemudian diikat di punggung kuda satu persatu, sedangkan dua jasad lainnya diikat dipunggung kuda prajurit Majapahit yang bertubuh kecil.
Para prajurit Majapahit itu kemudian kembali dengan kemenangan. Hampir tidak ada seorang prajurit yang mengalami luka yang berarti. Satu dua prajurit memang terluka, namun tidak membahayakan nyawa mereka.
Hari telah menjelang petang saat itu, namun iring-iringan prajurit Majapahit yang membawa tujuh jasad itu tidak ingin bermalam di perjalanan. Mereka ingin segera sampai di kesatuan prajurit yang telah bersiaga menghadapi pasukan lawan.
Tengah malam mereka telah sampai di perkemahan pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Adipati Girindhawardana sendiri.
Sang Adipati senang menerima para prajurit yang kembali membawa kemenangan itu. Terlebih dengan tujuh jasad lawan yang salah seorang diantaranya adalah jasad Sunan Ngudung yang telah menewaskan Ki Ageng Pengging.
………….
Bersambung………….
Petuah Simbah: “Jika kematian dibalas dengan kematian, maka perseteruan tak akan berkesudahan.”
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(872)Mataram. Raden Mas Jolang telah memiliki bekal ilmu yang lebih dari cukup. Ia…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(871)Mataram. Sedangkan Adipati Pragola menganggap bahwa kedudukan Kadipaten Pati itu sejajar dengan Mataram.…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(870)Mataram. Di kademangan, pasukan Mataram disambut dengan suka cita. Walau semuanya serba mendadak,…
Di era digital yang cepat ini, akses terhadap berbagai sumber informasi dan literatur menjadi semakin…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(869)Mataram. Bagaimana pun juga, Kanjeng Adipati Rangga Jumena harus menerima kenyataan. Madiun kini…
Trah Prabu Brawijaya.(@SUN-aryo)(868)Mataram. Senopati Retna Dumilah yang sebelumnya dengan pongah ingin menundukkan Panembahan Senopati dengan…