Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1028
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Bahkan ketika irama gendang terdengar; “blang gentak…..” para penonton langsung menyahut; “sudung sudung…. sudung sudung…!”
Sedangkan para pengibing dengan penuh gairah seakan, akan mencium sang penari. Sang penari pun berkelit dengan tarian gemulai dengan senyum menggoda. Seorang pengibing dengan gerakan tari yang kocak dan lucu mengejar sang penari. Para penonton pun bersorak dan mentertawakan sang pengibing. Tidak semua penarinya cantik jelita, namun ada yang bertubuh tambun namun luwes dengan tarian yang kocak. Ia berpasangan dengan seorang yang telah lebih dari separuh baya. Sang penari dengan tarian menggoda, seakan memancing sang pengibing. Sang pengibing yang telah separuh baya itu seakan, akan menangkap penari yang bertubuh tambun. Para penonton pun bersorak dengan gelak tawa yang riuh ketika sang pengibing jatuh tersimpuh di depan sang penari. Mereka tahu bahwa jatuhnya itu hanya adegan yang disengaja untuk memancing tawa.
Para pengibing yang lain telah menggantikan para pengibing sebelumnya. Adegan ini pun tak kalah riuhnya dengan adegan sebelumnya.
Para penonton sungguh terhibur dengan tontonan tari tayub tersebut. Tak terkecuali para pengiring dan para prajurit dari Blambangan dan dari kadipaten-kadipaten yang lain yang sengaja belum pulang ke tempat asalnya. Mereka sangat senang karena belum ada pertunjukan seperti itu di tempat mereka. Yang sering ada adalah rombongan tari ledek keliling yang dari dusun ke dusun.
Yang menarik kemudian adalah adegan ‘tiban sampur.’ Sampur atau selendang tari dikalungkan oleh sang penari kepada penonton siapapun yang dipilih oleh sang penari. Kadang yang dipilih oleh sang penari tidak diduga sama sekali. Saat itu sang penari yang cantik jelita justru mengalungkan sampur kepada seorang yang telah lanjut usia namun duduk di depan.
“Ayo Ki Lurah Dongkol ngibing…..!” Teriak salah seorang penonton. Lurah dongkol adalah mantan lurah yang telah purna tugas.
Ki Lurah walau telah sepuh namun masih bugar dan luwes menari pula. Ia tak canggung berpasangan dengan penari muda yang cantik jelita.
“Waaah Ki Lurah kembali muda…..!” Celetuk salah seorang penonton.
Ki Lurah Dongkol pun senang.
Yang lebih menarik adalah ketika penari bertubuh tambun mengalungkan kepada seseorang yang gagah dengan kumis tebal melintang. Orang tersebut terkejut bukan kepalang. Ia tidak mengira akan dikalungi selendang oleh seorang penari.
“Maaf….. maaf….. aku tidak bisa….!” Tolak orang itu.
Namun sang penari tambun justru menarik dengan paksa orang berkumis tebal tersebut.
“Ayo ikut menari gusti senopati….!” Teriak salah seorang penonton.
Penari tambun semakin bergairah ketika tahu bahwa orang itu adalah seorang senopati prajurit.
“Ayo gusti, menari bareng saya…..!” Berkata sang penari tambun sambil menarik orang itu.
“Ayo…. ayo…. ayo…..!” Teriak penonton menyemangati orang itu.
Orang itu akhirnya ikut menari pula walau dengan gerakan yang kaku namun lucu yang mengundang gelak tawa. Mereka kemudian tahu bahwa orang itu adalah salah satu senopati dari prajurit Blambangan yang ikut menonton.
Ketika irama gendang “blang gentak sudung sudung…. blang gentak sudung sudung…..” Senopati Blambangan tersebut malah terbengong. Namun justru penari tambun yang memperagakan tarian yang seakan, akan mencium sang senopati. Sang senopati semakin terbengong ketika wajah sang penari tambun begitu dengan wajahnya, walau tidak sampai bersenggolan. Gelak tawa pun semakin riuh.
“Cium…. cium…. cium….!” Teriak para penonton menggoda.
Sang penari tambun pun semakin menggoda dengan tariannya yang membuat sang senopati Blambangan semakin terbengong. Namun justru karena itu para penonton semakin terhibur.
Semakin malam, alun-alun semakin berjubel orang-orang berdatangan.
Yang tak kalah bergembira adalah para bakul dadakan. Terutama para penjualan jajanan dan minuman.
……..
Bersambung………
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.