Home » Cerbung » Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1070

Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1070

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1070
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.

Ki Patih Mandaraka telah mendapat gambaran yang jelas tentang apa yang telah berlangsung di Mangir. Namun tidak seorang pun yang menyinggung tentang kesaktian Ki Ageng Mangir Wanabaya dan senjata pusakanya, Kiai Tombak Baru Klinting. Bisa jadi itu memang tidak menjadi bahan perbincangan ketika di Mangir. Namun demikian Ki Patih Mandaraka tidak menanyakan hal tersebut kepada Ki Sandinama dan kawan-kawan-nya.
“Kalian beristirahat dulu dan berbenah, nanti petang bersama aku menghadap Kanjeng Panembahan Senopati…..!” Berkata Ki Patih Mandaraka.
Setelah beberapa saat berbincang, mereka kemudian mohon diri. Tentu saja tidak kembali ke Gendingan Kalasan. Alamat itu hanyalah untuk penyamaran. Mereka semua tinggal di dalam beteng keraton Mataram.

Seperti yang direncanakan, di petang hari mereka telah menghadap Kanjeng Panembahan Senopati. Ki Patih Mandaraka telah lebih dahulu berada di sana.
Seperti sebelumnya ketika menghadap Ki Patih Mandaraka, Ki Sandinama dan kawan-kawan-nya melaporkan lawatannya ke Mangir dengan menyamar sebagai pengamen teledek keliling dari kampung ke kampung. Ki Sandinama yang melaporkan, sedangkan yang lain saling menambahi. Tentu saja di hadapan Kanjeng Panembahan Senopati mereka tidak bercanda dan bersenda gurau seperti ketika di kepatihan. Namun demikian Kanjeng Panembahan Senopati telah mendapat gambaran yang jelas tentang kejadian dan keadaan di Mangir.
“Semoga Nini Pembayun bisa membawa diri….!” Berkata Kanjeng Panembahan Senopati seakan kepada dirinya sendiri.
Setelah dianggap cukup, mereka – Ki Sandinama dan kawan-kawan segera mohon diri.
Ki Patih Mandaraka masih tinggal untuk berbincang tentang berbagai hal dengan Kanjeng Panembahan Senopati.

Sementara itu, Raden Mas Jolang telah memiliki putra yang sudah memulai bisa berlari-lari. Bocah kecil yang mirip sang ayah, berkulit kuning langsat, wajah bocahnya sudah tampak ketampanannya. Anak yang lincah dan cerdas, ia tidak mau jika hanya diminta duduk diam. Ia senang berlarian ke sana kemari yang membuat lelah inang pengasuhnya. Namun sang inang pengasuh tidak mengeluh, justru senang dan bangga boleh mengasuh cucu raja. “Aku gadang-gadang besuk kau juga bisa menjadi raja besar seperti sang eyang, Raden….!” Berkata Mbok Emban inang pengasuh.
Anak itu biasa dipanggil Raden Mas Rangsang. Para mbok emban yang lain pun gemas menyaksikan tingkah bocah polah anak itu.

Sementara itu, di kedaton Mangir, Gusti Putri Pembayun yang sekarang dipanggil Nyi Ageng Mangir Wanabaya telah terlambat garap sari. Ia yang sebelumnya lincah dan gesit mengerjakan segala sesuatu, kini menjadi seorang istri yang manja kepada sang suami. Ki Ageng Mangir Wanabaya pun senang setelah mengetahui sang istri mengandung dari benihnya. Dan ia pun senang sang istri bermanja-manja kepadanya. Ia pun dengan senang hati menuruti segala permintaan dari sang istri. Ia tak ingin istrinya yang sangat ia cintai itu menjadi kecewa.
Namun ada permintaan aneh dari sang istri, mungkin itu memang bawaan dari bayi yang dikandungnya. Nyi Ageng Mangir Wanabaya minta diantar untuk mandi di Sendang Kasihan. “Airnya jernih sejuk segar dan tempatnya teduh rindang dan ada pancurannya, Kangmas….!” Bujuk Nyi Ageng Mangir Wanabaya.
Ki Ageng Mangir Wanabaya tersenyum mendengar permintaan dari sang istri. Tentu saja ia tidak akan menolaknya. Permintaan yang aneh namun tidak berat.
“Besuk pagi kita berangkat bersama beberapa inang pengasuh….!” Jawab Ki Ageng Mangir Wanabaya.
“Tidak besuk, Kangmas…..! Tetapi sekarang…..!” Pinta Nyi Ageng Mangir Wanabaya yang tidak bisa menahan keinginannya.
“He he he he he….., baiklah. Sekarang kita bersiap….!” Berkata Ki Ageng Mangir Wanabaya yang tak ingin mengecewakan sang istri yang sedang ngidam.
……….
Bersambung……..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *