Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1082
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Setelah sempat menginap, kedua prajurit sandi itu meneruskan perjalanan dengan menukar kudanya. Mungkin sekali mereka masih harus bermalam semalam lagi di sebuah kadipaten. Namun ia tak akan kesulitan untuk mencari tempat menginap. Di setiap kadipaten pasti ada sejawatnya yang ditempatkan di kadipaten tersebut.
Dalam pada itu, Kanjeng Panembahan Senopati telah beberapa hari berada di pulau Bali. Ia memang tidak ingin menemui salah satu penguasa di sana. Ia telah mendapat keterangan banyak dari para prajurit sandi yang berada di pulau itu. Belum bahkan tidak terpikirkan oleh Kanjeng Panembahan Senopati untuk menyerang pulau itu. Namun ia telah mendapat banyak hal yang baik dari pengembaraan itu. Terutama tentang pertanian yang mengandalkan tanah-tanah yang berteras. Tanah yang seperti itu cocok untuk palawija. Juga tentang cara berternak dan perikanan. Namun yang paling menarik bagi Kanjeng Panembahan Senopati adalah sentuhan seni pada setiap bangunan di pulau itu. Baik untuk gapura, pagar, beteng, tugu dan juga bangunan tempat tinggal. Ia akan memberi banyak masukan untuk Baron Sekeber nanti setelah kembali sampai di Mataram. Ia pun menginginkan tata pemukiman yang rapi dan indah di Mataram, terutama di kotaraja. Sepekan sebelum pasewakan agung, ia harus sudah berada di Mataram.
Sementara itu, Baron Sekeber selalu berdebar hatinya jika berdekatan dengan Gusti Anem yang masih muda itu. Gusti Anem sungguh mengingatkan kepada sang istri – Genduk Suli belasan tahun yang lalu di Pati.
“Tuan Baron……, sudah aku siapkan minuman dan nyamikan di teras kesukaan tuan….!” Berkata Gusti Anem.
“Oooh….., terimakasih sekali Gusti Putri. Semestinya Gusti bisa memerintah Mbok Emban….!” Jawab Baron Sekeber yang jantungnya berdegup.
“Oooh tidak apa, lha wong aku juga tidak ada pekerjaan kok….!” Dalih Gusti Anem dengan tersenyum manis.
Senyuman itu sungguh semakin membuat hati Baron Sekeber bergetar. Belum lagi lirikan mata Gusti Anem yang kocak seakan menusuk jantung hatinya.
Gusti Anem memang sengaja membuat hati Baron Sekeber senang karena ia puas dengan hasil karya Baron Sekeber. Tidak ada maksud lain, bukan menggoda. Maksudnya agar Baron Sekeber merasa senang dan hasil pekerjaannya semakin baik. Namun berbeda tanggapan dari Baron Sekeber. Sikap dari Gusti Anem itu ia anggap sebagai isyarat untuk kemungkinan yang lebih jauh. Kemungkinan hubungan antara seorang wanita dan seorang pria. Baron Sekeber tahu bahwa Gusti Anem tengah ditinggal sang suami – Kanjeng Panembahan Senopati telah beberapa waktu yang lalu.
“Aku yakin Gusti Putri merindukan pelukan seorang lelaki…..!” Batin Baron Sekeber.
Sedangkan ia sendiri memang sangat merindukan kebersamaan seperti bersama sang istri – Genduk Suli belasan tahun yang lalu.
Malam itu seperti malam sebelumnya adalah musim bediding – musim dingin yang menusuk tulang.
Setelah mandi dan makan malam, Baron Sekeber sempat tertidur di bangku teras bangsal di sediakan untuknya. Ia memang capai karena kerja kerasnya seharian. Masih jauh dari tengah malam, Baron Sekeber telah terbangun. Ia duduk termenung seorang diri di bangku teras. Ia teringat tadi malam, di tempat ini pula tidak bisa tidur karena terbayang Gusti Anem. Jika tidak ada prajurit peronda yang menghampiri, kemungkinan sekali ia telah mengetuk pintu Gusti Anem. Namun kemudian ia urungkan.
Setelah beberapa saat duduk termenung, hasrat malam kemarin yang tertunda, kini muncul kembali. Dan kini keyakinannya semakin tebal setelah merasakan sikap Gusti Anem yang begitu baik di siang tadi. Ia yakin bahwa Gusti Anem tidak akan menolak jika ia benar-benar mendatanginya nanti. Namun tentu saja jangan sampai ada orang lain yang tahu. Jika ada orang lain yang tahu, Gusti Anem pasti malu dan akan menolaknya.
“Nanti menjelang tengah malam….!” Batin Baron Sekeber.
………..
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.