Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1094
Mataram.
Ki Ageng Mangir
Wanabaya.
Dalam pada itu, Nyi Ageng Mangir Wanabaya segera mengabarkan kepada prajurit sandi penjual angkringan melalui inangnya. Inang yang sudah kenal dengan prajurit sandi itu. Ia agar mengabarkan bahwa lusa Nyi Ageng Mangir Wanabaya dan Ki Ageng Mangir Wanabaya beserta para pengiringnya akan menghadap ke Mataram. Hal tersebut segera dilakukan agar Kanjeng Panembahan Senopati di hari tersebut tidak meninggalkan keraton. Prajurit sandi pun segera tanggap maksudnya. Ia segera menghubungi sejawatnya untuk mengabarkan hal tersebut. Sedangkan Ia sendiri tetap berjualan angkringan seperti biasa sambil menunggu perkembangan.
Prajurit sandi sejawat dari penjual angkringan tersebut segera memacu kudanya menuju Mataram. Jaraknya memang tidak terlalu jauh, namun masih harus melewati hutan dan sungai. Namun memang ada jalan setapak yang biasa ia kalai untuk menuju Mataram. Demikian juga ada jembatan kayu yang sederhana di atas sungai yang akan dilalui.
Siang hari itu juga ia telah sampai di Mataram. Namun ia memilih untuk menghadap Ki Patih Mandaraka dahulu dan minta saran kepada beliau. Kebanyakan prajurit memang lebih akrab dengan Ki Patih Mandaraka yang ramah dan dekat dengan orang kecil.
Ki Patih Mandaraka pun menerima prajurit itu dengan akrab bagai sahabat.
“Baiklah….., nanti aku kabarkan kepada Kanjeng Panembahan Senopati. Laporkan terus perkembangannya, terutama ketika mereka benar-benar telah berangkat menuju Mataram. Berapa orang dalam rombongan itu…..!” Berkata Ki Patih Mandaraka setelah saling berkabar keselamatan.
Prajurit itu pun segera meninggalkan kepatihan untuk kembali ke Mangir. Malam nanti tentu ia sudah tiba di Mangir kembali.
Di hari berikutnya, para inang di Mangir sibuk mengumpulkan berbagai macam hasil bumi pilihan dari bumi Mangir. Aneka pala kapendem, pala gumantung, pala kasimpar dan aneka buah-buahan. Mereka pun menyiapkan beberapa jodang – semacam tandu tetapi panjang yang biasa untuk mengangkut barang, utamanya makanan atau bahkan makanan yang biasa dipanggul oleh empat orang atau lebih.
Demikian pula para pengawal tanah perdikan Mangir juga sibuk menyiapkan hasil kriya andalan Mangir yang akan dibawa ke Mataram sebagai buah tangan. Hasil kriya adalah karya seni kerajinan tangan yang dibuat oleh tangan-tangan terambil yang berjiwa seni.
Rencananya rombongan itu memang akan berjalan kaki, sedangkan Nyi Ageng Mangir Wanabaya akan naik jaran kore – kuda kecil namun kuat membawa beban dan tahan untuk perjalanan yang panjang.
Petang hari itu seorang inang telah membeli makanan di warung angkringan seperti biasanya. Ia sempat mengabarkan kepada penjual angkringan itu bahwa besuk pagi mereka akan berangkat menuju Mataram. Inang yang akan mendampingi Nyi Ageng Mangir Wanabaya ada enambelas orang.
“Cukup banyak juga….!” Berkata prajurit sandi penjual angkringan.
“Tidak semua berangkat, harus tetap ada yang menunggu kaputren….!” Jawab inang itu.
“Terima kasih pemberitahuannya….!” Berakata prajurit sandi penjual angkringan itu.
Di pagi hari berikutnya sebelum matahari terbit, beberapa prajurit telah berdatangan ke alun-alun Mangir. Kedatangan mereka tak lepas dari pengamatan prajurit sandi Mataram yang menyamar sebagai penjual angkringan. Beberapa dari mereka telah dikenal oleh prajurit sandi itu. Mereka pun sempat berbincang dengan akrab sehingga pengawal tanah perdikan itu bercerita tanpa beban kepada prajurit sandi penjual angkringan tersebut. Di ceritakan bahwa nanti ketika matahari naik sejengkal, mereka akan berangkat dari alun-alun itu. Ada empat puluh pengawal yang akan menyertai Ki Ageng Mangir Wanabaya dan Nyi Ageng Mangir Wanabaya. Mereka adalah para pengawal pilihan.
“Heee…., banyak sekali….!” Seru penjual angkringan tersebut.
“Yaaa…. Ki Ageng Mangir Wanabaya sendiri yang menghendaki….!” Berkata pengawal tanah perdikan itu.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.