Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1105

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1105
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.

Kanjeng Panembahan Senopati yang perkasa di medan laga yang ditakuti para lawannya, kini tergeletak tak berdaya. Ia tak mampu melawan sakit pada dirinya. Sakit dari penyakit yang tidak diketahui sebabnya. Segala upaya telah diusahakan demi kesembuhannya. Namun sampai kini belum ada hasilnya. Keadaan Kanjeng Panembahan Senopati pun semakin lemah. Bahkan untuk menelan pun semakin kesulitan. Ki Patih Mandaraka merasa kasihan kepada Kanjeng Panembahan Senopati yang baru sedikit lewat setengah baya. Usia yang jauh di bawah usia dari Ki Patih Mandaraka alias Ki Juru Martani yang masih bugar itu. Di usia yang semestinya masih mampu untuk memimpin negeri Mataram yang besar ini. Para adipati dan para nayaka praja silih berganti mengunjungi sang pimpinan tertinggi negeri ini. Para istri pun prihatin atas sakit yang dialami oleh Kanjeng Panembahan Senopati. Para istri antara lain; Nyi Adisara, Nyi Rara Semangkin – putri Sunan Prawoto, Nyi Rara Lembayung alias Nyi Niken Purwasari – putri Ki Ageng Giring. Juga Nyi Putri Waskita Jawi – putri Ki Penjawi dari Pati, Nyi Retno Dumilah – putri adipati Madiun, juga istri selir yang termuda yang dalam kisah ini disebut Gusti Anem.
Demikian juga para putra yang dengan gelar seperti nama-nama negeri di bang wetan. Seperti Pangeran Singasari, Pangeran Blitar, Pangeran Jayaraga Panaraga, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Purbaya dan para putra yang lain.
Raden Mas Jolang yang kini telah dikukuhkan sebagai putra mahkota sedih atas keadaan sang ramanda. Demikian pula Pangeran Puger alias Raden Mas Kentol Kajuran dan para putra-putri yang lain. Demikian pula Putri Pembayun yang tengah momong putranya yang masih kecil.
Dalam suatu kesempatan, Panembahan Senopati sempat berbisik lemah kepada Ki Patih Mandaraka bahwa saatnya telah tiba. Ia berpesan kepada Ki Patih Mandaraka agar tetap mendampingi putra-putrinya sepeninggalnya nanti.
“Angger Panembahan pasti mampu bertahan dan akan bugar kembali….!” Hibur Ki Patih Mandaraka yang sesungguhnya menyadari akan keadaan Panembahan Senopati yang sangat lemah.
“Jolang-lah yang akan meneruskan pemerintahan di Mataram….!” Bisik Panembahan Senopati yang semakin lemah.
Hujan deras mengguyur kota raja Mataram ketika itu. Para nayaka praja banyak yang sedang tinggal di rumah masing-masing. Hanya beberapa orang, termasuk Ki Patih Mandaraka yang menunggui Kanjeng Panembahan Senopati. Kilat berkilat-kilat menghiasi angkasa bumi Mataram. Petir pun menggelegar bersahut-sahutan. Ketika itu nafas sudah tak berhembus lagi dari raga Kanjeng Panembahan Senopati. Jantung pun tak berdetak lagi. Panembahan Senopati sang penguasa bumi Mataram, seorang ksatria yang gagah perkasa di medan laga, seorang yang sugih ilmu kanuragan dan jaya kawijayan namun tak mampu bertahan dari batas usia yang telah menjadi garis hidupnya. Kanjeng Panembahan Senopati wafat.
Wafatnya Kanjeng Panembahan Senopati ditulis oleh para pujangga dengan Sekalan memet “Ratu Nunggal Warastra Ing Manik” yang dimaknai sebagai angka tahun, yakni” satu kosong enam satu. Namun dibaca dari belakang menjadi tahun satu enam kosong satu.
Keraton Mataram berduka, seluruh kota raja berduka, bahkan seluruh bumi Mataram berduka. Seorang raja gung binatara yang dimulai dengan babat hutan Alas Mentaok yang wingit saat itu sampai menjadi sebuah negeri yang besar, kini telah tiada. Namun negeri Mataram tak boleh ikut berhenti. Pemerintahan harus tetap berlanjut.
Sesuai ketetapan dan wasiat dari Kanjeng Panembahan Senopati, sang putra mahkota yang akan meneruskan pemerintahan negeri Mataram. Dialah Raden Mas Jolang, putri sang permaisuri Putri Waskita Jawi.
Hari wisuda nata – penetapan menjadi seorang raja pun telah ditetapkan.
Bersambung……..

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *