Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1132
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Beberapa saat mereka menggergaji tiang penyangga jembatan itu. Demikian pula tali-tali pengikat kayu jembatan diputusnya. Namun demikian, jembatan itu tidak dirobohkannya. Sepintas, terlebih di malam hari, jembatan itu sepertinya utuh dan tidak ada masalah. Namun jika nanti tiang-tiang itu ditarik dengan dadung yang telah diikatkan, maka jembatan itu akan runtuh.
Baru beberapa saat kemudian terdengar bergermang suara orang banyak di seberang sungai. Mereka, para prajurit dari barak pasukan dari Jatinom itu telah bersiaga. Mereka tahu, mereka yang berada di seberang sungai adalah pasukan dari timur yang mendukung akan mendukung pasukan Demak. Mereka adalah pasukan dari Rembang, dari Blora dan dari Jipang. Jika mereka tanpa hambatan, mereka pasti akan sampai di Demak sebelum matahari terbit. Dan mereka akan bergabung dengan pasukan Demak yang telah bersiaga. Pasukan dari barak prajurit di Jatinom yang dipimpin oleh seorang senopati muda itu ingin menghambatnya.
“Siapkan pula anak panah…..!” Perintah senopati muda itu kepada para prajuritnya.
Di seberang sungai, para prajurit dari timur itu tidak segera menyeberang. Mungkin mereka sedang membicarakan sesuatu. Atau justru mereka telah mengetahui bahwa jembatan yang akan mereka lalui telah dirusak oleh musuh. Namun beberapa saat kemudian, para prajurit dari timur jembatan itu telah mulai meniti jembatan dengan beriringan. Setengah jembatan telah lewat, mereka yang di ujung depan tetap terus melangkah. Namun tiba-tiba terdengar suara berderak yang cukup keras dan beruntun. Dan kemudian disusul teriakan dan jeritan banyak prajurit. Banyak dari mereka yang tercebur ke sungai.
“Auuuuch…., jembatan ambrol…. jembatan ambrol….!” Teriak mereka.
“Tolooong….. tolooong…. tolong…. tolooong…..!” Teriak mereka yang tercebur sungai.
“Auuuuch….. awas anak panah…. awas anak panah…..!” Teriak mereka.
“Yang di belakang mundur…..!” Teriak salah seorang yang berada di ujung depan.
Namun yang di belakang tidak segera menyadari apa yang terjadi di ujung depan. Mereka justru semakin merangsek, ingin tahu apa yang sedang terjadi. Namun yang terjadi kemudian adalah jeritan di antara mereka.
“Auuuuch…. auuuuch…. auuuuch….!” Jerit mereka.
“Awas panah….. awas panah…. awas panah…..!” Teriak mereka.
Ternyata yang berada di barisan belakang pun tak luput dari serangan anak panah dari para prajurit yang menghadang. Mereka, para penyerang yang bertenaga kuat dan dilandasi dengan ilmunya, anak panahnya mampu menjangkau lebih jauh. Korban pun berjatuhan dari para prajurit yang datang dari timur itu. Para prajurit yang masih berada di seberang pun tidak segera mengetahui apa yang terjadi. Namun yang terjadi kemudian membuat ribut di seberang sungai itu. Beberapa di antara mereka ada yang tertembus anak panah.
Senopati muda dari barak prajurit di Jatinom yang berilmu tinggi itu tidak tinggal diam. Ia telah mengarahkan anak panah ke seberang sungai. Dengan ilmunya yang tinggi, ia mampu melakukannya. Bahkan ketika asal bidik ke arah kerumunan prajurit di seberang sungai, pasti akan mengenai sasaran.
Para petinggi dari pasukan Rembang dan Blora geram bukan buatan. Betapa tidak, peristiwa yang dahulu pernah terjadi, kini terulang lagi. Saat itu pasukan dari Rembang dan pasukan dari Blora pernah diserang oleh pasukan Mataram ketika akan bergabung dengan pasukan Pati. Dan saat itu pasukan mereka kalang kabut dan gagal bergabung dengan pasukan Pati. Dan kini peristiwa yang hampir serupa terulang kembali. Dan kali ini pun tidak mengira sama sekali akan mendapat serangan dadakan lagi. Saat itu pasukan dari Jipang memang tidak terlibat.
Kemudian terjadi hiruk pikuk di seluruh pasukan yang datang dari timur itu. Tanpa diduga sama sekali, barisan yang berada di ujung belakang juga mendapat serangan anak panah dari segala arah.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

