Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1136

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1136
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.

Para prajurit Demak di sayap gelar itu memang lebih banyak dari pasukan yang dipimpin oleh senopati muda itu. Namun mereka adalah para prajurit biasa yang belum berpengalaman di medan laga yang sebenarnya. Bahkan ketika dua atau tiga orang prajurit Demak harus menghadapi seorang prajurit dari pasukan dari barak prajurit Jatinom itu pun sangat kesulitan. Yang dilawan adalah para prajurit yang berpengalaman dalam peperangan yang sesungguhnya. Dan mereka adalah para prajurit yang digembleng setiap hari. Pasukan sayap gelar dari Demak itu pun dengan cepat terdesak mundur. Terlebih sepak terjang dari senopati muda yang bersenjatakan ikat pinggang. Ia benar-benar tak terbendung. Namun dia bukanlah seorang yang kejam membantai lawan. Setiap kali lawan yang dihadapi, senjata lawan pasti terpental jatuh dihantam atau dililit oleh ikat pinggang yang lentur itu. Jika ia mau, ikat pinggang itu bisa menghujam bagai pedang ke dada lawan. Namun ikat pinggang itu juga mampu meremukkan kepala. Tetapi itu tidak dilakukan oleh senopati muda itu. Kakinya-lah yang hampir selalu mengakhiri perlawanan lawannya. Tumitnya yang selalu menghantam ulu hati atau lambung lawannya. Lawannya pun terguling menahan sakit yang tak tertahankan, tetapi mereka tidak tewas dan tidak bersimbah darah. Demikian pula yang diperbuat oleh dua orang senopati pendamping senopati muda tersebut. Kedua orang senopati pendamping itu bersenjatakan tongkat tumpul. Tongkat yang terbuat dari galih kayu sonokeling yang keras dan kuat. Tongkat itu pun mampu melemparkan setiap senjata lawan yang dihadapinya. Dan kemudian tongkat itu akan menyodok lambung atau punggung lawan. Sehingga lawan akan tersungkur dan tak mampu memberi perlawanan lagi, namun tidak tewas. Yang paling mengenaskan adalah jika tongkat itu memukul kaki lawan, kaki lawan pasti akan patah tulang, namun tidak terluka. Kedua orang senopati pendamping itu memang sering digembleng sendiri oleh senopati muda itu. Dan ia selalu berpesan untuk menghindari membunuh lawan jika tidak amat terpaksa. Ketiga orang senopati itu pun tak terbendung oleh para prajurit Demak. Pasukan Demak yang lebih banyak itu pun terdesak mundur dengan banyak korban.
Yang mereka hadapi sekarang adalah para murid dari beberapa perguruan dari sekitar gunung Kendeng. Mereka, para murid perguruan itu merasa lebih jago dari pada para prajurit. Mereka merasa memiliki ilmu yang lebih tinggi karena guru mereka dianggap berilmu tinggi yang tak tertandingi.
Dengan penuh percaya diri mereka hadapi para prajurit itu. Mereka menggunakan bermacam jenis senjata tajam. Mereka pun tidak memakai pakaian keprajuritan, bahkan terkesan asal-asalan. Para prajurit harus berhati-hati menghadapi mereka, karena mereka bertempur tanpa aturan. Namun para prajurit itu memang cukup berpengalaman. Mereka sudah sering menghadapi gerombolan pengacau ketentraman yang sering mengaku dari sebuah perguruan olah kanuragan dan jayakasantikan. Mereka bertempur sambil berteriak- teriak untuk membuat ciut nyali lawan. Namun yang dihadapi adalah para prajurit yang kala akan pengalaman. Seorang yang bersenjatakan pedang panjang berteriak-teriak menantang lawan. Seorang prajurit segera menghadapi orang tersebut. Ternyata orang tersebut memang berilmu tinggi. Pedang di tangan prajurit itu terlepas ditebas pedang lawan yang jauh lebih besar itu. Dengan sigap prajurit itu meloncat mundur. Jika tidak, ia mungkin sudah dipenggal kepalanya. Beruntung dia orang prajurit yang lain segera menghadapi orang yang tinggi besar dengan kumis dan berewok yang acak-acakan.
“Ha ha ha ha ha….. ayo keroyok aku, Ki Sura Kendeng, biar cepat selesai membantai kalian…..!” Sesumbar orang yang mengaku Ki Suta Kendeng itu.
Bersambung……..

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *