Penerus Trah Prabu Brawijaya-Part#1155

trah prabu brawijaya

Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1155
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.

Bahkan tak sedikit dari mereka yang meregang nyawa itu tidak dikenali asal muasalnya. Terlebih mereka yang dari perguruan-perguruan, karena mereka tidak mengenakan pakaian kesatuan prajurit. Demikian pula mereka yang dari kadipaten yang lain. Mereka hanya dikenali dengan pakaian yang mereka kenakan. Pakaian yang bersimbah darah yang mulai mengering. Sungguh pemandangan dan keadaan yang membuat miris. Seluas padang rumput di luar kotaraja Demak itu bergelimpangan tubuh-tubuh tak bernyawa. Mereka ditinggalkan begitu saja oleh sejawat mereka. Karena mereka juga mencari selamat mereka sendiri. Mereka semua harus dirukti – dirawat untuk diselenggarakan pemakaman yang pantas. Sungguh sangat memilukan. Yang membuat semakin miris adalah suara burung gagak yang yang berterbangan di atas jasad-jasad itu. Aroma anyir darah pasti yang mengundang kedatangan gagak-gagak itu. “Gaoook…. gaoook…. gaoook…. gaoook….!” Riuh suara burung berwarna hitam kelam itu. Bahkan tak sedikit dari burung-burung itu yang telah hinggap di tubuh-tubuh tak bergerak. Para prajurit berusaha menghalau burung-burung pemakan bangkai itu. Sungguh sangat memilukan.
Para prajurit yang lain dibantu oleh warga bekerja keras menggali lubang untuk kubur mereka yang gugur. Sungguh bukan pekerjaan yang ringan, bahkan sangat berat. Karena yang menjadi korban bukan belasan atau puluhan, tetapi ratusan, bahkan bisa ribuan. Mereka yang mengusung jasad-jasad pun tak kalah beratnya. Seakan jasad yang mereka temukan tidak ada habis- habisnya. Bahkan di luar padang rumput pun tak sedikit tubuh-tubuh yang telah kaku di sembarang tempat. Mungkin sekali mereka sebelumnya berusaha menyingkir dari peperangan. Namun karena tidak ada pertolongan, mereka pun meregang nyawa. Yang lebih memilukan adalah ketika ditemukan tubuh yang masih berdetak jantungnya namun terluka parah dan bersimbah darah. Dan seperti itu tidak sedikit jumlahnya. Sungguh sangat memilukan.
Itulah akibat peperangan yang sering luput dari perhatian para petinggi negeri. Mereka yang seharusnya bertanggungjawab pun tak terlihat di antara mereka. Mereka kemungkinan sekali bersembunyi atau melarikan diri demi keselamatan mereka sendiri. Mereka tidak peduli dengan korban-korban yang gugur dengan dalih membela negeri. Belum lagi tangis pilu sanak saudara yang kehilangan orang yang dicintai. Seluruh negeri Demak dan sekitarnya berduka, semua murung dan bermuram durja. Bahkan tangis pilu merata di seluruh negeri.

Sementara itu, di tempat lain, sorak sorai dan gegap gempita berbagai bunyi tetabuhan menyambut iring-iringan pasukan Mataram di sepanjang perjalanan. Khabar kemenangan pasukan itu telah tersebar luas sampai ke berbagai pelosok negeri. Mereka juga telah mendengar pasukan yang menang perang itu akan melewati jalan menuju Mataram. Mereka pun berlarian menuju jalan yang akan dilalui oleh pasukan itu. Mereka rela meninggalkan pekerjaan hanya untuk bisa melihat iring-iringan pasukan. Tak sedikit dari mereka yang membawa aneka makanan dan minuman untuk diberikan kepada para prajurit pahlawan mereka. Demikian pula bermacam buah-buahan yang mereka petik dari pohon milik sendiri.
Mereka, para prajurit pun berbangga mendapat sambutan yang gegap gempita. Mereka tidak mengira sama sekali akan mendapat sambutan seperti ini. Kelelahan, mengantuk, rasa sakit seakan sirna. Bahkan wajah-wajah ceria dan canda ria dari mereka. Mereka pun mengambil makanan dan minuman yang disajikan oleh warga. Warga pun senang jika bawaannya diminta oleh para prajurit itu. Sebaliknya akan kecewa jika tidak ada yang menyentuhnya. Namun pada akhirnya apa yang mereka sajikan ludes karena banyaknya prajurit dalam iring-iringan yang sangat panjang itu.
Bersambung……..

***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *