Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1162
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Tidak banyak yang tahu untuk apa pasukan berkuda yang sedemikian besar berkumpul di alun-alun di pagi hari itu. Namun seluruh prajurit berkuda itu telah mengetahui akan pergi ke mana mereka. Bukan hanya kuda-kuda untuk berperang, namun juga kuda-kuda beban yang membawa perbekalan. Bahkan juga ada kereta perang yang telah siap di tepi alun-alun.
Sinuhun Hanyakrawati sendiri telah tiba di alun-alun. Namun tidak banyak sesorah dari Sinuhun Hanyakrawati. Karena semuanya telah disiapkan malam tadi.
Kuda-kuda yang ditunggangi para prajurit itu telah berjejer rapi di alun-alun. Sejenak kemudian, Sinuhun Hanyakrawati telah mengibarkan bendera perang untuk keberangkatan pasukan berkuda yang memenuhi alun-alun.
“Serbu Ponorogo…..! Serbu Ponorogo…..! Serbu Ponorogo…..!” Seru mereka bersahut-sahutan. Mereka tidak khawatir keberangkatan mereka diketahui oleh prajurit sandi lawan. Karena mereka pasti akan mengetahui pula.
Namun prajurit sandi lawan pasti akan kesulitan untuk segera mengabarkan ke Ponorogo. Karena pasukan itu pasukan berkuda yang akan cepat sampai tujuan. Pasukan berkuda itu pasti akan lebih cepat tiba di tujuan dari pada prajurit sandi yang pasti terlambat menyusul.
Senopati Menak Jayeng berada di ujung pasukan memimpin pasukan dari Blambangan. Pasukan berkuda dari Blambangan tak banyak berkurang dari sejak mereka berangkat. Hanya beberapa saja yang terluka di medan peperangan sebelumya. Namun mereka telah bisa bergabung kembali di kesatuan masing-masing.
Di belakang pasukan dari Blambangan menyusul pasukan berkuda dari Pajang, walau jumlahnya tidak banyak, namun mereka adalah para prajurit pilihan. Pasukan yang dipimpin oleh Raden Prabajati yang menunggang kuda putih yang teji. Raden Prabajati berbesar hati, karena dua orang bercambuk yang merupakan pengawal pribadi dari Kanjeng Adipati Gagak Baning ikut di dalam pasukan berkuda dari Pajang itu.
Menyusul kemudian pasukan berkuda dari barak prajurit yang di Jatinom. Ketangguhan para prajurit di kesatuan ini tidak diragukan lagi. Para prajurit di barak yang setiap hari yang ada adalah latihan dan latihan berperang. Baik secara berkelompok maupun secara pribadi. Sudah sejak lama kesatuan prajurit dari barak prajurit itu disegani lawan maupun kawan. Kini pasukan itu dipimipin oleh seorang senopati muda yang berilmu tinggi. Tak heran karena ia adalah cucu murid dari orang bercambuk. Ia menunggang kuda ules coklat yang teji tinggi besar. Kuda itu adalah pemberian dari mendiang Raden Rangga sahabatnya dahulu. Kuda yang dipelihara sejak kecil sehingga telah begitu akrab dengan sang pemilik.
Yang menarik perhatian adalah pasukan berkuda berikutnya. Karena di kesatuan itu semua kudanya ules-nya hitam pekat. Kesatuan itu adalah warisan dari kesatuan yang pernah dibentuk oleh Kanjeng Panembahan Senopati sendiri. Kesatuan itu adalah pasukan Gagak Ireng yang telah banyak dikenal. Pasukan itu pun terdiri dari para prajurit pilihan. Dan pakaian mereka juga serba hitam.
Baru kemudian di belakang pasukan Gagak Ireng adalah kereta perang yang terlihat kokoh kuat. Kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda yang tinggi besar dengan ules coklat kemerahan. Dua ekor kuda yang sangat mirip. Mungkin kedua kuda itu satu induk. Kereta dengan sais seorang yang berkumis tebal hitam melintang di atas bibirnya. Sais yang juga seorang prajurit pilihan, bahkan ia salah seorang senopati pendamping Raden Mas Rangsang. Di atas kereta perang seorang yang masih muda yang gagah dan tampan. Dia adalah Raden Mas Rangsang, patra dari Sinuhun Hanyakrawati yang digadang menjadi putra mahkota. Ini adalah pengalaman pertama dari Raden Mas Rangsang menuju ke medan laga. Namun ia telah memiliki bekal yang cukup karena ia rajin menuntut berbagai ilmu dari berbagai perguruan.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.