Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1173
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Orang bercambuk yang bertubuh gempal itu masih berdiri tegap dengan memengang tangkai cambuk dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang ujung cambuk. Beberapa saat ia menatap lawannya yang mengerang kesakitan, namun sesaat kemudian lawannya itu diam tak bergerak. Ki Mangunjaya pun tewas.
Beberapa saat orang bercambuk yang bertubuh gempal itu berdiri termangu. Namun ia kemudian tertarik mendengar gelegar suara guntur yang berasal dari halaman depan pendapa keraton Ponorogo. Ia belum yakin bahwa itu adalah gelegar suara senjata ledak yang pernah ia dengar. Senjata yang banyak digunakan oleh bangsa kulit putih. Sehingga pasukan dari bangsa kulit putih sulit ditaklukkan.
Setelah beberapa saat ia melangkah, ia terperangah, ternyata suara ledakkan itu berasal dari lecutan cambuk seorang warok. Ia pun merasakan getaran dada yang kuat setelah semakin dekat. Sedangkan para prajurit Mataram dan para warok pun memilih menjauh dari arena pertarungan dua orang yang berilmu sangat tinggi itu. Yang dihadapi oleh warok tersebut adalah kakak seperguruannya yang ia akui telah memiliki ilmu cambuk yang lebih matang daripada dirinya. Ia pernah menjajal ilmu kakak seperguruannya itu, dan ia tidak mampu menandingi. Ia berharap kakak seperguruannya itu juga akan mampu mengatasi ilmu cambuk lawannya yang sungguh dahsyat itu.
Dari arah depan, Raden Mas Rangsang datang. Ia tertegun dan sangat kagum menyaksikan pertempuran yang sangat dahsyat itu. Bahkan Ia pun merasakan getaran di dada akibat ledakkan yang ditimbulkan oleh cambuk seorang warok itu. Namun ia kagum kepada lawannya yang ia telah kenal dengan baik sebagai pengawal pamannya, Adipati Gagak Baning di Panjang. Ia memang telah banyak mendengar tentang orang bercambuk dan muridnya. Namun Raden Mas Rangsang belum pernah melihat secara langsung kedahsyatan ilmu orang bercambuk. Dan kini ia benar-benar berkesempatan menyaksikan pertarungan yang sungguh dahsyat.
Dalam pada itu pula, Pangeran Jayaraga tertegun dan heran, ia menyaksikan dari pendapa keraton pertarungan yang sungguh dahsyat. Benar yang ia duga bahwa yang bertarung adalah Ki Suranggala yang telah mengerahkan ilmunya. Ledakkan cambuk Ki Suranggala yang bagai gelegar guntur itu belum ada seorang warok-pun yang mampu menandingi. Sejak semula ia yakin bahwa tidak akan ada seseorang pun yang akan mampu menandingi kedahsyatan ilmu cambuk Ki Suranggala. Bahkan Pangeran Jayaraga yang sebagai Adipati Ponorogo itu yakin bahwa Ki Suranggala pasti sudah melibas banyak prajurit lawan hingga tewas. Namun kenyataan yang ia saksikan, Ki Suranggala belum berhasil mengatasi lawannya. Pangeran Jayaraga menyaksikan dari dalam pendapa itu didampingi oleh dua orang senopati pilihan. Yang tentu saja berilmu tinggi pula. Kedua orang senopati itu sangat kagum menyaksikan pertarungan dua orang yang berilmu sangat tinggi itu.
“Oooh….., dia lagi yang muncul….!” Gumam Pangeran Jayaraga yang telah banyak mendengar tentang perguruan orang bercambuk sejak ia masih di Mataram dahulu. Namseun ia juga baru kali ini menyaksikan secara langsung kedahsyatan ilmu orang bercambuk. Ia pun merasakan getaran yang kuat dari ledakkan cambuk Ki Suranggala. Namun ia heran bahwa lawannya itu seakan tidak terpengaruh sama sekali.
Dalam pada itu, di samping pendapa keraton Ponorogo yang lain juga sedang berlangsung pertarungan yang sangat seru. Seorang warok yang mengaku bernama Ki Darpa Sura menghadapi seorang senopati muda yang bersenjatakan senjata yang aneh, yakni seutas sabuk kulit.
Namun cambuk Ki Darpa Sura jauh lebih panjang. Dengan demikian jangkauannya juga lebih jauh. Walau demikian Ki Darpa Sura belum berhasil melukai senopati muda yang sangat lincah itu. Ia selalu berhasil menghindari lecutan cambuk lawannya. Cambuk Ki Darpa Sura tidak meledak-ledak seperti cambuk para warok lainnya.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

