Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1174
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Namun suara cambuk Ki Darpa Sura berdengung seperti dengungan ratusan tawon gung. Dengungan itu membuat pusing siapa pun yang mendengarnya, terutama yang jaraknya dekat. Bukan hanya suara dengungannya yang berbahaya, namun juga lecutannya. Pohon- pohon perdu di halaman samping pendapa keraton Ponorogo itu berpatahan terkena sabetan cambuk Ki Darpa Sura. Jika sabetan cambuk itu mengenai tubuh seseorang pasti akan terluka parah. Namun Ki. Darpa Sura sungguh geram, belum sekalipun ujung cambuknya menyentuh kulit lawannya yang sangat lincah itu. Bahkan lawannya yang masih muda itu sepertinya tak terpengaruh oleh dengungan cambuknya. Suara dengungan itu adalah bentuk lontaran ilmu lewat cambuk. Selama ini orang-orang berilmu tinggi yang pernah dihadapi oleh Ki Darpa Sura selalu menyerah karena tidak tahan mendengar dengungan akibat lontaran ilmu Ki Darpa Sura. Mereka pasti akan pusing dibuatnya. Namun Ki Darpa Sura heran, senopati muda yang menjadi lawannya itu tidak terpengaruh sama sekali. Sesungguhnya sudah selayaknya, karena senopati muda tersebut adalah murid dari orang bercambuk yang bertubuh lansing yang telah tuntas ilmu cambuknya. Senopati muda tersebut juga teman bermain dan berlatih Raden Rangga – putra dari Panembahan Senopati yang tertua. Sayangnya, putra Panembahan Senopati yang ilmunya sulit dijajaki itu telah tiada. Ia dikembalikan kepada sang ibundanya karena Kanjeng Panembahan Senopati sendiri kesulitan untuk mengatasi anak sulungnya itu.
Dalam pada itu, Ki Darpa Sura terkejut bukan kepalang dan kemudian ia meloncat mundur. Cambuk yang menjadi andalannya terputus separo terkena sabetan sabuk kulit lawannya. Ia termangu dan keheranan, bagaimana mungkin cambuk di tangannya bisa putus begitu saja ketika betadu sabetan dengan sabuk kulit di tangan lawannya. Lawannya yang masih muda itu tak ingin kehilangan kesempatan. Ketika lawannya sedang termangu, diserangnya ia dengan sabuk kulit yang menjulur lurus seperti sebilah pedang. Ki Darpa Sura geragapan tak sempat menghindar. Ia hanya bisa memukul sabuk yang menjulur itu dengan cambuknya yang telah putus. Ia berhasil memukul sabuk itu, namun tidak sepenuhnya bisa menghindar. Justru lengan kirinya yang tertusuk ujung sabuk yang menjadi kaku seperti sebilah pedang. Ki Darpa Sura pun mengaduh kesakitan. Kesempatan berikutnya datang bagi senopati muda itu. Ketika tangan kanan Ki Darpa Sura mencoba menahan luka di lengan kirinya. Senopati muda itu menebas ke arah bawah. Ki Darpa Sura sempat meloncat untuk menghindari sabetan cambuk itu. Namun tak ayal sabetan berikutnya tak sempat dihindari. Kaki kiri dari Ki Darpa Sura terkena sabetan sabuk dari senopati muda tersebut. Sabetan cambuk yang dilambari dengan ilmu yang tinggi. Akibatnya kaki Ki Darpa Sura terluka menganga lebar dengan darah mengucur deras. Ki Darpa Sura pun jatuh terduduk dengan menahan sakit yang tak terkira. Lengan kiri tangannya terluka dan kemudian kaki kirinya pun terluka lebih parah. Jika senopati muda itu mau, ia dengan mudah bisa membunuh lawannya. Namun hal itu tidak ia lakukan. Sedangkan para prajurit dan para senopati Mataram di samping pendapa keraton Ponorogo itu telah kehilangan lawan-lawannya. Mereka sempat menyaksikan bagaimana senopati muda yang berilmu tinggi itu menundukkan lawannya yang berilmu tinggi pula. Sontak mereka berteriak; “Jaya Mataram….. jaya Mataram…. jaya Mataram….!” Yang kemudian disahut yang lain.
Mereka kemudian berlarian ke halaman depan pendapa keraton Ponorogo. Namun mereka tidak berani terlalu dekat karena masih terdengar gelegar suara cambuk dari Ki Suranggala. Dari jarak yang agak jauh pun getaran ledakkan cambuk itu masih sangat terasa. Namun mereka kagum kepada orang bercambuk dari Pajang tersebut. Ia sepertinya tidak terpengaruh sama sekali oleh dahsyatnya ledakkan cambuk Ki Suranggala.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.