Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1186
Mataram.
Sinuhun Hanyakrawati.
Jika dengan tombak atau anak panah tentu lebih mudah. Sekali dua kali bidik dengan anak panah, kijang itu tentu sudah roboh. Namun Sinuhun Hanyakrawati menghendaki agar kijang itu dan kijang yang lain ditangkap hidup-hidup. Demikian juga dengan binatang yang lain. Dengan cara itu, perburuan akan lebih menyenangkan.
Pemasangan jaring tidak hanya di satu tempat, namun di beberapa tempat yang sekiranya kijang-kijang itu akan lewat. Bahkan jaring itu bisa untuk menjerat hewan buas seperti singa atau harimau. Bahkan celeng pun bisa terjerat pula.
Sinuhun Hanyakrawati telah melihat pula seekor kijang yang besar dengan tanduknya yang besar dan bercabang-cabang pula. Sinuhun Hanyakrawati belum memiliki tanduk kijang yang sebesar itu serta cabang-cabangnya yang banyak. Namun ia ingin bahwa kijang itu tetap akan dipelihara dan tanduknya pasti akan bertambah besar. Di sekitar kijang besar itu ada beberapa kijang betina yang sedang makan rumput dengan tenang. Kawanan kijang itu tidak menyadari bahwa manusia sedang memasang jerat untuk mereka. Namun kijang besar yang pasti kijang jantan seakan waspada ingin melindungi para betina kawanannya. Kijang besar itu beberapa kali mendongak dan mengibas-ibaskan ekornya. Seakan memberi tanda kepada kawannya untuk waspada karena adanya bahaya. Di arah yang lain juga sudah tampak kawanan kijang yang lain. Di sana pun juga tampak ada pejantan. Namun tanduknya tidak sebesar tanduk kijang yang pertama. Di sisi yang lain pun para prajurit juga sudah memasang jaring perangkap. Jaring- jaring perangkap yang diberi warna hijau daun agar tersamar dengan rerumputan. Bahkan para prajurit juga menyamarkan diri dengan menutupi tubuhnya dengan dedaunan. Para prajurit itu berada di ujung-ujung jaring yang digelar membentang di rerumputan. Dan jebakan seperti itu hampir membentuk lingkaran yang mengepung hutan perburuan itu. Jika binatang apapun yang telah berada di padang rumput itu, kecil kemungkinan bisa lolos dari jebakan. Setiap jaring perangkap dijaga oleh empat orang prajurit atau lebih.
Di pagi hari itu sepertinya belum ada binatang lain selain kawanan kijang. Mungkin binatang-binatang yang lain telah mengetahui kerumunan orang di sekitar padan rumput itu. Binatang-binatang itu memilih menghindar.
Setelah semua jaring perangkap siap, salah seorang prajurit yang juga salah seorang senopati perang memberi aba-aba. Aba-aba layaknya akan maju perang menyerang musuh. Sesaat kemudian terdengar beberapa bunyi keprak bambu seperti yang sering untuk menghalau burung emprit di sawah. Namun kali ini untuk menghalau kijang-kijang yang sedang makan rumput. Kijang-kijang yang terkejut itu berlarian tunggang langgang ke segala arah. Di antara jebakan jaring-jaring yang terhampar, berjejer pula para prajurit yang memegang keprak bambu agar binatang-binatang buruan tidak lewat di antara mereka. Diharapkan kijang-kijang itu akan lewat di jaring yang terhampar.
Benar saja perhitungan para prajurit, karena cara menjebak seperti itu sudah sering dilakukan. Namun cara itu memang memerlukan orang yang banyak. Dan itulah yang terjadi, yang berburu adalah sepasukan prajurit yang berpengalaman di medan perang yang sesungguhnya.
Benar saja yang terjadi. Kijang-kijang itu berlarian ke segala arah untuk menyelamatkan diri. Namun yang terjadi, kijang-kijang itu berlari melewati jaring jebakan. Para prajurit yang berada di ujung-ujung jaring pun segera menjerat kijang-kijang itu. Bahkan ada yang satu jaring bisa menjerat dia atau tiga ekor kijang. Kijang-kijang pun meronta-ronta, namun jaring perangkap itu cukup kuat. Sedangkan kaki-kaki kijang itu telah terjerat jaring perangkap sehingga sulit untuk melepaskan diri.
Para prajurit pun bersorak sorai karena keberhasilan mereka.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

