Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1193
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Garwa Selir ibunda dari Raden Mas Wuryah alias Pangeran Martapura itu tersenyum. Ia percaya bahwa Ki Patih Mandaraka akan menepati janjinya. Besuk setelah selesai tata laksana pemakaman sang suami, wisuda nata untuk putranya akan berlangsung. “Walau anakku itu ada kekurangan, namun dia yang berhak atas tahta Mataram ini…!” Batin Garwa Selir. Ia tersenyum ketika teringat bagaimana ia berhasil membujuk Sinuhun Hanyakrawati ketika itu. Malam yang indah yang tidak mungkin ia lupakan. Namun wajah Garwa Selir kembali muram, karena peristiwa seperti malam itu tak akan pernah terjadi lagi. Tetapi Gusti Putri Garwa Selir kembali tersenyum membayangkan esok hari putranya akan diwisuda menjadi nata di negeri Mataram yang besar ini. Dan jika itu telah terjadi, ia sendiri yang akan mengendalikan putranya itu. Dan ketika ia sudah berkuasa, tentu sangat mudah untuk mencari pengganti Sinuhun Hanyakrawati. Dalam benak Garwa Selir selalu berkecamuk.
Ia yang sering menyendiri itu ingin mendekati salah seorang punggawa keraton Mataram. Yang ia pandang pantas menjadi penerus Ki Patih Mandaraka yang telah sepuh. Dia adalah Ki Tumenggung Mandurareja putra dari Ki Patih Mandaraka sendiri. “Ia pantas menjadi tangan kananku nantinya.” Batin Garwa Selir.
Ia kemudian benar-benar telah berbincang dengan Ki Tumenggung Mandurareja itu. Walau dalam perbincangan itu masih masalah tentang tata pelaksanaan penghormatan terakhir kepada Sinuhun Hanyakrawati.
Dalam pada itu yang terlihat sangat bersedih adalah Garwa Permaisuri Dyah Banowati. Karena sampai matahari jauh condong ke barat, putranya – Raden Mas Rangsang belum kembali. Ia khawatir bahwa prajurit utusan yang telah berangkat sejak pagi hari tidak bisa menemukan keberadaan putranya. Yang ia dengar, putranya itu selalu berpindah-pindah tempat dalam menuntut ilmu. Bahkan pernah sampai jauh di luar negeri Mataram. Ia lebih khawatir lagi ketika seorang inang Sepuh pernah mengatakan bahwa waris tahta keraton Mataram akan diberikan kepada Raden Wuryah, putra garwa selir. Entah dari mana inang sepuh itu telah mendengarnya. Padahal sejak semula ia yang telah ditetapkan sebagai permaisuri di keraton Mataram ini. Putranya Raden Mas Rangsang yang semestinya menerima waris keraton Mataram.
Namun ia memang heran bahwa sampai saatnya Sinuhun Hanyakrawati mangkat, putranya itu belum ditetapkan sebagai putra mahkota. Sinuhun Hanyakrawati selalu menunda-nunda wisuda putra mahkota. Ia tidak tahu apa sebabnya. Dan ia sendiri merasakan sikap dari Garwa Selir ibunda dari Raden Wuryah tidak ramah kepadanya. Seharusnya seorang garwa selir itu menaruh hormat kepada seorang garwa permaisuri. Namun itu tidak terjadi pada Garwa Selir ibunda dari Raden Wuryah. Bahkan sikap sinis sering dipamerkan oleh Garwa Selir itu kepadanya. Padahal semua orang tahu bahwa putra dari Garwa Selir itu tuna granita. Sepertinya sangat tidak layak bahwa putra dari Garwa Selir itu menerima waris tahta keraton Mataram.
Permaisuri Dyah Banowati tertegun ketika seorang inang yang lain berbisik kepadanya. “Maaf Gusti Putri, ada seorang prajurit yang mengatakan bahwa gugurnya Sinuhun itu tidak sewajarnya…!” Berkata inang itu.
“Heeee… tidak wajar….?” Jawab Gusti Putri Dyah Banowati terkejut.
Namun permaisuri Dyah Banowati segera bangkit berdiri ketika mendapat khabar bahwa putranya – Raden Mas Rangsang telah tiba.
“Oooh Ngger….!” Hanya itu yang terucap dari Gusti Putri Dyah Banowati sambil memeluk putranya. Ia kembali menangis sesenggukan. Mereka yang menyaksikan pun ikut terharu karenanya. Bahkan beberapa inang pun ikut menangis pula. Mereka yang dekat dengan permaisuri Dyah Banowati tentu ikut merasakan betapa sedihnya sang permaisuri itu.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.