Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1223
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Namun para prajurit telik sandi itu yakin bahwa pasukan berkuda itu akan maju ke medan perang. Mereka melihat perlengkapan untuk berperang. Namun mereka tidak tahu mereka akan menyerbu kadipaten apa. Banyak yang mengira mereka akan menyerbu Surabaya. Bukan rahasia lagi bahwa Surabaya dan sekitarnya selama ini tidak hadir di pasewakan di Mataram. Namun mereka heran, karena pasukan itu menuju ke Sela, ke arah utara. Jika akan menyerbu Surabaya tentu lebih mudah jika melewati Kediri, ke arah timur.
Sore itu, pasukan berkuda yang cukup besar telah berkumpul di Sela. Mereka adalah sebagian besar pasukan Mataram yang telah berpengalaman. Juga pasukan berkuda yang terdiri dari hampir seluruh kadipaten yang menjadi bagian dari Mataram. Mereka adalah pasukan berkuda yang digembleng di Lipura. Pasukan yang telah lebih dahulu tiba di Sela adalah pasukan berkuda dari barak prajurit di Jatinom. Para prajurit dari barak prajurit di Jatinom adalah pasukan yang tangguh dan berpengalaman di medan pertempuran yang sesungguhnya. Mereka setiap hari selalu berlatih dan berlatih olah kanuragan. Pasukan yang dipimpin oleh senopati utama yang masih tergolong muda namun berilmu tinggi.
Sinuhun Hanyakrakusuma sendiri belum menyertai pasukan Mataram.
Saat itu gabungan pasukan yang besar itu dipimpin oleh paman dari Sinuhun Hanyakrakusuma. Ia adalah salah satu putra dari Panembahan Senopati dan merupakan cucu dari Ki Ageng Giring. Dia adalah Pangeran Purbaya yang di masa mudanya bernama Jaka Umbaran. Di dalam pasukan itu, ia lebih senang dipanggil dengan sebutan Jaka Umbaran agar lebih dekat dengan para prajuritnya, Senopati Jaka Umbaran. Ketika masih muda, ia digembleng oleh sang eyang, Ki Ageng Giring. Tak heran jika Jaka Umbaran pun memiliki ilmu yang tinggi pula. Dalam bermain kuda, ia dilatih oleh sang ayah sendiri, Panembahan Senopati. Pantas jika ia mahir bermain kuda.
Sinuhun Hanyakrakusuma percaya sepenuhnya kepada sang paman itu.
Senopati Jaka Umbaran didampingi oleh saudara-saudara dari Sinuhun Hanyakrakusuma sendiri. Mereka diantaranya adalah Pangeran Danupaya dan Pangeran Haryo Panular.
Saat itu hari telah sore, namun pasukan berkuda yang besar itu tetap melanjutkan perjalanan. Mereka akan meneruskan perjalanan sampai dekat dengan kadipaten yang akan menjadi sasaran penyerbuan.
Iring-iringan pasukan berkuda yang cukup panjang itu terus berderap melanjutkan perjalanan. Meskipun demikian, kuda-kuda itu tidak bisa untuk dipaksa terus melaju. Kuda-kuda juga bisa lelah, haus dan lapar. Apalagi hari telah gelap. Mereka harus beristirahat. Mereka beristirahat di sekitar Mrapen, tempat api abadi yang tak pernah padam. Hampir semua prajurit itu belum pernah mengunjungi tempat api abadi tersebut. Mereka ingin menyaksikan secara langsung. Dan itu akan menjadi pengalaman yang sangat berharga. Bisa menjadi cerita bagi anak cucu mereka. Mereka kemudian beristirahat di sekitar api abadi tersebut sambil mengagumi keelokan alam. Dan di tempat yang sunyi itu, pasukan yang besar itu tidak terpantau oleh prajurit sandi dari mana pun. Mereka bisa beristirahat dengan tenang. Demikian pula kuda-kuda mereka.
Namun demikian, ketika ayam hutan baru berkokok pertama kalinya. Para prajurit itu telah terbangun. Senopati Jaka Umbaran pun memerintahkan agar para prajurit segera bersiap. Mereka merencanakan, sebelum matahari terbit, pasukan yang besar itu telah tiba di sasaran. Jangan sampai sasaran yang dituju mengetahui sebelumnya. Walaupun sesungguhnya sasaran yang dituju bukanlah kadipaten yang besar dan kuat. Namun kadipaten itu sangat penting sebagai pintu keluar masuk dari laut lor bagian tengah. Kota itu juga menjadi pusat perdagangan. Sebuah kadipaten kecil namun terhitung kaya. Tetapi sayangnya kadipaten itu tidak pernah mengirim utusan dalam setiap pasewakan di Mataram. Namun justru lebih condong dekat dengan Surabaya.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

