Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1230
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Betapa tidak, harta kekayaan yang dikumpulkan bertahun-tahun, kini ludes tak tersisa. Sebagian. Besar dari mereka mengutuk perlakuan prajurit Mataram. Namun tidak sedikit yang dalam hati menyalahkan Kanjeng Adipati Lasem yang tidak mau hadir dalam setiap pasewakan di Mataram. Bahkan Lasem juga tidak pasok upeti ke Mataram. Namun mereka masih sedikit bersyukur karena tidak ada korban jiwa di antara kerabat keraton dan para prajurit. Dan tidak ada kerusakan apapun di keraton dan sekitarnya. Karena yang sering didengar, sebuah negeri yang kalah perang, keratonnya akan dibakar. Namun itu tidak terjadi di Lasem.
Dalam pada itu, pasukan berkuda dari Mataram terus melaju ke arah timur. Setiap kali mereka menjadi tontonan dalam perjalanan. Mereka heran dan kagum karena iring-iringan pasukan itu begitu panjang, seakan tidak putus-putusnya. Karena kuda-kuda itu hanya bisa berjejer dua-dua atau tiga-tiga. Bahkan kadang harus satu-satu jika lewat jalan yang sempit.
Pasukan itu memilih jalur di tepi pantai utara. Karena jaraknya lebih dekat dengan sasaran dari pada melewati kota-kota kadipaten. Lagi pula dengan lewat tepi pantai, tidak akan banyak mengalami hambatan. Mereka tidak akan melewati Blora, Jipang dan Bojanegara.
Mereka terus menyusur lewat tepi pantai. Banyak prajurit dari pedalaman yang belum pernah melihat pantai. Mereka heran karena saat itu bisa melihat pantai di sepanjang perjalanan. Para nelayan hanya bisa ternganga keheranan menyaksikan pasukan berkuda yang sedemikian panjang. Mereka belum ada yang mendengar tentang peristiwa yang terjadi di Lasem. Namun para prajurit itu tidak mengganggu para nelayan di sepanjang perjalanan. Tetapi akhirnya para nelayan itu tahu bahwa iring-iringan itu adalah pasukan Mataram. Namun mereka tidak tahu akan ke mana pasukan berkuda yang sedemikian panjang itu. Iring-iringan yang seakan tak putus-putusnya.
Hari telah menjelang petang ketika sampai di sebuah pantai yang cukup luas. Tempat yang cocok untuk beristirahat para prajurit. Di tepi pantai itu tumbuh pohon-pohon yang tak terlalu lebat. Cocok pula untuk tambatan kuda-kuda mereka. Tak jauh dari pantai itu juga terdapat sungai yang tidak terlalu besar yang bermuara ke laut. Sungai yang bisa untuk memenuhi berbagai keperluan.
Pohon kelapa juga banyak tumbuh di tepian pantai itu. Para prajurit kemudian memanjat pohon-pohon kelapa itu itu memetik buah kelapanya dan juga degan kelapa yang masih muda. Mereka juga memotong dahan-dahan daun kelapa. Daun kelapa yang akan dibuat getepe – anyaman yang bisa untuk alas tidur atau pun atap dan bahkan bisa untuk pembatas gubuk- gubuk yang akan mereka buat. Seluruh prajurit dengan cekatan mempersiapkan untuk keperluan beristirahat. Ada yang menyiapkan pembuatan gubuk, ada yang meratakan tanah, ada yang menurunkan perbekalan, ada yang membuat dapur, ada pula yang mengurusi kuda-kuda. Beruntung pula di tempat itu banyak tumbuh rerumputan yang bisa untuk pakan kuda. Sesungguhnya para prajurit sandi-lah yang telah mengetahui tempat itu sebelumnya. Mereka telah hapal dengan jalur pantai utara. Dengan demikian tahu persis tempat yang cocok untuk beristirahat. Para prajurit sandi sering beristirahat pula di tempat itu, tempat yang dikenal dengan sebutan Pantai Sumilir. Para prajurit pun akhirnya tahu bahwa mereka beristirahat di Pantai Sumilir.
Namun sampai saat itu para prajurit Mataram belum mengetahui sasaran yang akan mereka serbu berikutnya. Tetapi mereka tidak saling bertanya, karena nanti jika sudah saatnya pasti akan diberitahukan. Mereka menyadari hal itu jangan sampai bocor ke pihak yang akan menjadi sasaran.
Di tempat yang menyendiri, para senopati dikumpulkan oleh senopati agung Jaka Umbaran. Mereka memperbincangkan rencana penyerbuan berikutnya.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

