Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1233
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Benar saja, yang datang kemudian adalah para prajurit berkuda dari Mataram. Namun yang berada di barisan depan adalah bregada prajurit panah yang dilengkapi dengan baju zirah. Baju zirah yang tertutup oleh pakaian prajurit biasa. Sepintas tidak terlihat bahwa mereka memakai baju zirah. Dengan demikian mereka lebih leluasa untuk melepaskan anak panah dari atas kuda. Sedangkan prajurit panah dari Tuban segera menghujani anak panah ke arah prajurit yang sedang datang. Mereka mengira bahwa para prajurit Mataram masuk dalam jebakan, karena memasuki alun-alun tanpa tameng. Namun mereka terkejut karena anak panah-anak panah itu tidak tembus ke tubuh para prajurit Mataram. Yang terjadi justru sebaliknya. Mereka-lah yang dihujani anak panah oleh pasukan berkuda dari Mataram. Mereka tidak sempat menangkis atau menahan dengan tameng. Karena tangan kiri mengangkat gandewa sedangkan tangan kanan menarik anak panah. Lagi pula mereka tidak mengira jika akan menerima serangan panah pula. Korban berjatuhan justru di pihak pasukan Tuban. Dan yang tidak mereka perhitungkan adalah jumlah prajurit Mataram yang datang. Dan di antara para prajurit berkuda itu berlarian para prajurit darat dari pasukan Mataram. Sedangkan para prajurit Tuban yang datang ke alun-alun seakan terhenti, tidak bertambah. Yang terjadi memang demikian. Para prajurit Tuban yang berlarian menuju alun-alun telah banyak yang dicegat oleh para prajurit Mataram. Para prajurit Mataram baik yang berkuda maupun yang berjalan kaki seakan telah memenuhi jalan-jalan di sekitar keraton. Para prajurit Mataram lebih dahulu tiba dari pada para prajurit Tuban. Terlebih para prajurit Tuban yang berlarian dari luar kota raja kadipaten Tuban. Mereka berlarian sendiri-sendiri sehingga dengan mudah dihadang oleh pasukan Mataram. Mereka – para prajurit Tuban itu tidak mengira jika akan dihadang oleh para prajurit Mataram di luar alun-alun. Dan para penghadangnya jauh lebih banyak dari mereka yang datang berlarian. Korban di pihak pasukan Tuban pun tak terhindarkan, justru pada saat pertempuran yang sesungguhnya belum terjadi. Mereka tidak mengira bahwa sepagi itu pasukan Mataram telah memenuhi jalan-jalan di sekitar keraton. Mereka yang sempat menyadari keadaan berusaha menyelamatkan diri dengan masuk ke rumah-rumah warga.
Senopati Pringgajaya dan para senopati pendampingnya serta para prajurit berilmu tinggi marah bukan buatan. Para prajurit dari pasukan panah yang diharapkan bisa menghadang pasukan Mataram, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka menjadi korban dari pasukan panah lawan yang berkuda. Namun senopati Pringgajaya dan para senopati pendamping serta para prajurit yang merasa berilmu tinggi tidak ingin menyerah. Mereka ingin menghadapi para prajurit Mataram. Bahkan kalau perlu kuda-kuda itu menjadi sasaran serangan. Jika para prajurit Mataram berjatuhan dari kuda-kuda mereka, mereka akan langsung mendapat serangan. Senopati Pringgajaya berbesar hati ketika Kanjeng Adipati Tuban beserta para prajurit pengawalnya telah keluar dari keraton. Para prajurit pengawal Kanjeng Adipati adalah para prajurit pilihan yang berilmu tinggi pula. Dengan senjata-senjata telanjang mereka menghadapi pasukan Mataram. Namun yang tidak mereka duga adalah bahwa para prajurit Mataram tidak semuanya berkuda. Di antara kuda-kuda itu menyusup prajurit Mataram yang berlarian. Mereka yang berlarian itu adalah para prajurit dari barak prajurit dari Jatinom yang dipimpin langsung oleh senopati muda yang berilmu tinggi. Mereka yang menyertai juga terdiri dari para senopati pendamping dan para prajurit pilihan pula. Selain para prajurit itu, Senopati Mangkubumi juga turun dari kuda didampingi oleh para senopati dan para prajurit pilihan dari bregada prajurit yang dipimpinnya. Sebagian dari mereka adalah bagian dari bregada prajurit Gagak Ireng yang tidak diragukan ketangguhannya.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

