Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1235
Mataram.
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Namun yang dihadapi prajurit Tuban adalah para prajurit dari barak prajurit di Jatinom. Para prajurit yang setiap hari digembleng olah kanuragan. Mereka menjadi para prajurit yang tangguh tanggon. Bukan hanya cara bertempur perorangan, namun juga bertempur yang berpasangan, bahkan secara beregu. Lagi pula jumlah pasukan dari Mataram itu lebih banyak sehingga tidak salah jika seorang prajurit Tuban harus menghadapi dua atau tiga orang prajurit Mataram. Para prajurit Tuban yang semula merasa berilmu tinggi itu tak gentar jika dikeroyok prajurit Mataram. Mereka merasa yakin akan lebih cepat menundukkan lawan-lawannya. Namun yang dihadapi juga para prajurit berilmu tinggi pula. Bahkan jika harus berhadapan satu melawan satu pun akan mampu mengimbangi para prajurit Tuban. Dan kini mereka berpasang-pasangan sehingga yang terjadi adalah sebaliknya. Para prajurit Tuban-lah yang dengan cepat menjadi korban. Tak sedikit yang kemudian berkalang tanah. Dan yang membuat para prajurit Tuban ciut nyali adalah kenyataan bahwa senopati andalan mereka pun telah tak berdaya menghadapi senopati dari Mataram yang hanya bersenjatakan seutas sabuk kulit. Kaki senopati Pringgajaya terluka parah terkena sabetan sabuk lawannya. Senopati Pringgajaya yang merasa telah melindungi diri dengan ilmu kebalnya itu tidak mengira bahwa senjata lawannya yang sangat sederhana itu mampu menembus ilmu kebalnya. Ia kini terduduk menahan sakit yang tak terkirakan. Senopati Mataram yang bersenjata cambuk itu jika mau tentu dengan mudah bisa melumpuhkan lawannya, namun ia hanya berdiri tegak di depan lawannya dengan ujung sabuk digenggamnya. Sedangkan para prajurit Tuban sudah tidak berdaya pula menghadapi lawan-lawannya.
Yang terjadi di sisi yang lain tak jauh berbeda. Kanjeng Adipati Tuban telah menyerah kepada Pangeran Mangkubumi. Ia yang semula merasa berilmu tinggi tanpa tanding dapat ditundukkan oleh Pangeran Mangkubumi. Demikian pula para prajurit Tuban pengawal Kanjeng Adipati adalah para prajurit pilihan. Mereka benar-benar pilihan karena berkewajiban menjaga keselamatan sang Adipati. Namun yang dihadapi adalah para prajurit pilihan dari Mataram. Dan sebagian besar dari mereka adalah dari bregada prajurit Gagak Ireng. Bregada prajurit yang sudah berpengalaman bertempur dalam peperangan yang sesungguhnya. Bregada prajurit Gagak Ireng itu juga selalu digembleng olah kanuragan setiap harinya. Sedangkan para prajurit Tuban, walau juga para prajurit pilihan, namun banyak yang belum pernah terjun dalam peperangan yang sesungguhnya. Tentu saja ada rasa canggung para prajurit Tuban tersebut. Kecanggungan tersebut menjadi titik lemah bagi para prajurit itu. Mereka pun telah menyerah pula. Lagi pula para prajurit berkuda dari Mataram masih mengepung setengah lingkaran dari alun-alun itu. Tidak mungkin para prajurit itu bisa melarikan diri. Bahkan untuk berbalik masuk ke keraton pun hampir tidak mungkin. Di dua lingkaran pertempuran keduanya telah terhenti, para prajurit Tuban sudah menyerah. Bahkan Kanjeng Adipati Tuban pun telah menyerah pula. Tiba-tiba terdengar teriakan dari antara pasukan berkuda dari Mataram.
“Jaya Mataram…. jaya Mataram…. jaya Mataram….!” Yang kemudian disahut oleh para prajurit yang lain.
“Jaya Mataram…. jaya Mataram…. jaya Mataram….!” Bersahut-sahutan bergema di seluruh alun-alun. Bahkan teriakan itu disahut oleh para prajurit di luar beteng keraton. Mereka telah yakin bahwa pasukan Mataram telah berhasil menaklukkan lawan. Bahkan hampir seluruh prajurit berkuda pun berteriak pula.
“Jaya Mataram…. jaya Mataram…. jaya Mataram….!” Bergema di luar beteng keraton Tuban.
Kawula Tuban yang berada di luar beteng keraton berusaha melarikan diri dengan membawa harta kekayaan yang bisa diselamatkan.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

