Trah Prabu Brawijaya.
Seri 1257
Mataram
Sultan Agung Hanyakrakusuma.
Pagi telah terang ketika Adipati Pasuruhan menyadari bahwa seluruh prajuritnya telah dikuasai oleh pasukan Mataram. Sedangkan ia sendiri belum bisa mengatasi lawannya yang bersenjata aneh, sabuk kulit. Pedangnya tak pernah bisa menyentuh lawannya. Bahkan pakaiannya sendiri telah robek di beberapa bagian. Ujung pakaian yang disambar oleh senjata lawannya. Bahkan pula kulitnya telah terasa perih pula. Jujur saja, jika ia meneruskan perkelahian, ia sendiri yang akan tewas. Ketika ia mengedarkan pandangan, ternyata perkelahian itu telah menjadi tontonan prajurit Mataram yang melingkarinya. Mustahil ia akan bisa melarikan diri.
Benar saja para senopati dan bahkan senopati utama Jaka Umbaran telah ikut mengepung perkelahian itu. Mereka kagum dengan senopati dari pasukan barak prajurit di Jatinom. Senopati muda namun berilmu tinggi dengan senjata yang lain dari pada senjata kebanyakan. Namun dengan senjata itu ia mampu menandingi Adipati Pasuruhan yang tentu berilmu tinggi pula. Bahkan para senopati itu yakin, jika sejawatnya itu menghendaki tentu bisa membunuh Kanjeng Adipati Pasuruhan. Yang terjadi memang demikian, senopati muda itu tak ingin membunuh Kanjeng Adipati Pasuruhan. Jika Kanjeng Adipati Pasuruhan sampai terbunuh, mumkin sekali kawula Pasuruhan secara keseluruhan akan menaruh dendam terhadap Mataram. Jika itu terjadi, luka batin kawula Pasuruhan sulit untuk disembuhkan. Oleh karena itu, ia berusaha agar Kanjeng Adipati Pasuruhan menyerah dengan suka rela. Namun ia sendiri jangan sampai lengah sehingga yang terjadi sebaliknya, ia sendiri yang menjadi korban. Namun akhirnya Kanjeng Adipati Pasuruhan menyadari bahwa ia tidak mungkin bisa mengatasi lawannya dan juga tidak mungkin meloloskan diri.
“Menyerah itu lebih baik, Kanjeng Adipati…!” Berkata senopati Jaka Umbaran dari luar perkelahian.
“Oooh…. Pangeran Jaka Umbaran. Baiklah aku menyerah….!” Jawab Kanjeng Adipati Pasuruhan yang telah mengenal senopati Jaka Umbaran. Ia dahulu memang sering hadir dalam setiap pisowanan agung di keraton Mataram. Namun sejak bersekutu dengan Surabaya dan beberapa kadipaten di sekitarnya, ia tidak hadir lagi. Ia pun meloncat mundur. Sedangkan lawannya tidak memburunya.
“Mataram beruntung sekali memiliki senopati muda yang berilmu tinggi, Pangeran….!” Puji Kanjeng Adipati Pasuruhan.
“Semua senopati Mataram berilmu tinggi, Kanjeng Adipati….!” Jawab senopati Jaka Umbaran.
“Aku menyerah….!” Berkata Kanjeng Adipati Pasuruhan.
“Itu lebih baik, Kanjeng….! Kanjeng Adipati terpaksa kami tawan. Kami menunggu kehadiran Sinuhun Hanyakrakusuma yang telah mengabarkan akan kehadirannya. Biarlah Sinuhun Hanyakrakusuma yang menentukan….!” Lanjut senopati Jaka Umbaran.
“Kami tidak mungkin menolak. Pasukan Mataram sungguh tangguh dan cerdik….!” Jawab Kanjeng Adipati Pasuruhan jujur.
Dengan demikian, seluruh pasukan Pasuruhan telah menyerah, bahkan pucuk pimpinannya, yakni Kanjeng Adipati Pasuruhan sendiri.
Para senopati Mataram membolehkan para prajurit Pasuruhan yang tidak terluka untuk merawat kawan-kawannya yang terluka maupun yang gugur. Namun demikian, mereka tidak boleh bersenjata dan dalam pengawasan para prajurit Mataram.
Sementara itu, Sinuhun Hanyakrakusuma telah meninggalkan Mataram bersama para pengiringnya, prajurit pengawal raja. Ia telah mengerahkan untuk sementara pemerintahan dan keamanan keraton kepada sang patih. Sinuhun Hanyakrakusuma selalu mendapat khabar secara berkelanjutan dari para prajurit sandi dari medan perang. Ia ingin membuktikan sendiri pasukannya di medan perang. Dan jika perlu Kanjeng Sinuhun beserta para pengawalnya ikut terjun dalam pertempuran. Ia tahu bahwa Surabaya belum tunduk sepenuhnya. Yang telah ia dengar, pasukan Surabaya bertahan di seberang sungai Brantas.
Bersambung……..
***Tonton pula vidio kontens YouTube kami yang terbaru Seri Ken Sagopi dan Pitutur Jawi. Cari; St Sunaryo di Youtube atau di Facebook maupun di Instagram.

