Inspirasi Pagi …….!!
(@SUN-aryo)
(383)
Penerus Trah Prabu Brawijaya.
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Orang itu berhenti dan meletakkan bumbung bambu berisi legen atau air nira.
“Benar Gus…..! Setiap pagi dan sore saya nderes – menyadap manggar kelapa. Setiap hari saya panjat empat belas batang pohon kelapa….!” Berkata orang separuh baya itu.
“Paman masih kuat juga…..!” Berkata Raden Mas Dan Sutawijaya.
“Untuk mencari penghasilan Gus…..! Ini sudah menjelang petang kok di tempat ini, Gus….! Dari mana dan mau kemana…..?” Bertanya orang itu.
“Maaf Paman, saya baru dari sebuah padepokan di Granting lereng merapi. Oleh guru kami, saya diminta untuk nenepi di suatu tempat di tepi sungai Opak….! Kebetulan sore ini sampai di tempat ini…..! Apakah di tempat ini ada tempat yang biasa untuk nenepi atau tanpa brata, Paman…..?” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya tidak jujur. Karena ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
“Ooh…., kebetulan Gus….! Bukit gumuk itu sering untuk bertapa orang-orang dari berbagai daerah….!” Berkata orang itu sambil menunjuk bukit yang tak jauh dari tempat itu.
“Baiklah Paman, terimakasih, saya akan naik ke bukit itu…..!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Siapa nama sampeyan Den…..?” Bertanya orang itu lumrah bertanya nama dan asalnya.
“Nama saya Jebeng, Paman…..!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya jujur karena tak mungkin akan ada yang mengenal nama itu sebagai putra Sultan Hadiwijaya di daerah ini.
“Maaf Paman….., bukit itu namanya apa….?” Bertanya Raden Mas Danang Sutawijaya yang memang belum tahu.
“Orang-orang menyebut gunung kecil itu dengan sebutan Gunung Bangkel. Sepertinya malam ini belum ada yang bertapa di tempat itu….!” Lanjut orang separuh baya itu.
“Terimakasih Paman…..!” Jawab Raden Mas Danang Sutawijaya.
Sesungguhnya Raden Mas Danang Sutawijaya tidak akan tapa brata di tempat itu. Ia hanya tidak ingin berbincang berlama-lama dengan penderes kelapa tersebut. Namun Raden Mas Danang Sutawijaya tergelitik untuk mengunjungi tempat itu. Dan jika ada cungkup atau gubuk bisa untuk beristirahat. Sepertinya tempat ini aman dari binatang buas, terbukti orang separuh baya tadi tidak khawatir. Dan jika ada binatang buas pun, ia tidak akan takut. Ia juga tidak takut dengan apapun yang mungkin menghalangi pengembaraannya. Ia pun tidak takut pula jika bertemu dengan ular bandotan yang berbisa tajam. Ia telah memiliki penawar bisa ular dan sejenisnya.
Hari telah mulai petang ketika Raden Mas Danang Sutawijaya sampai di bawah Gunung Bangkel. Sebelum naik ke atas bukit, Raden Mas Danang Sutawijaya memerlukan berbersih diri di sungai Opak. Sungai yang airnya jernih. Setelah itu, ia kemudian memanjat naik lewat jalan setapak.
Dari atas bukit kecil itu, matahari masih terlihat semburat merah di ufuk barat.
Raden Mas Danang Sutawijaya terpana ketika dari bukit itu ia bisa melihat berkelok-kelok-nya sungai Opak. Berkelok-kelok bagai ular raksasa yang meliuk-liuk. Dari tempat itu Raden Mas Danang Sutawijaya bisa melihat pucuk gunung Merapi. Kali Opak ini memang berhulu di puncak Merapi dan bermuara di Laut Kidul. Dalam bayangan Raden Mas Danang Sutawijaya, seakan kali Opak ini menghubungkan puncak Merapi dengan Laut Kidul.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mendekati sebuah gubuk.
Di atas bukit itu memang terdapat sebuah gubuk yang tidak terlalu besar. Gubuk yang bisa untuk berteduh dari terpaan hujan dan panas serta angin yang kencang.
Ketika Raden Mas Danang Sutawijaya melongok ke dalam gubuk dilihatnya sebuah batu datar.
“Mungkin tempat ini yang biasa untuk bersamadi……!” Batin Raden Mas Danang Sutawijaya.
Namun Raden Mas Danang Sutawijaya kembali keluar untuk menikmati indahnya pemandangan dari atas bukit itu. Ia kemudian duduk di sebuah batu besar. Dari tempat itu ia leluasa melihat ke segala penjuru.
Kelelawar dan kalong telah keluar dari sarangnya terlihat berterbangan di petang yang yang tak berawan itu.
………….
Bersambung………
(@SUN)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.