Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(486)
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Ki Ageng Mataram telah mengutus Ki Dhandhang dan salah seorang pimpinan kelompok untuk pergi ke barak di Papringan.
Ki Dhandhang dan kawannya segera menemui Ki Ageng Giring.
“Oooh Adi sekalian…..! Adakah yang penting sehingga malam-malah sampai di barak ini…..?” Bertanya Ki Ageng Giring setelah saling berkabar keselamatan.
Ki Dhandhang dan kawannya kemudian menceritakan apa yang terjadi di pemukiman Kotagede. Dan bagaimana kemudian Raden Mas Danang Sutawijaya pergi ke laut Kidul.
“Baru petang tadi Raden Mas Danang Sutawijaya kembali dari laut Kidul…..! Ia kemudian memberi pesan dan peringatan kepada kami. Pesan itu juga berlaku untuk yang tinggal di barak ini….!” Berkata Ki Dhandhang.
“Katakan pesan dan peringatan itu……!” Pinta Ki Ageng Giring.
Ki Dhandhang dan kawannya kemudian menyampaikan pesan dan peringatan yang telah disampaikan oleh Ki Ageng Mataram dari Raden Mas Danang Sutawijaya. Bagaimana seluruh penghuni barak Papringan ini nanti malam tidak boleh ada yang keluar dari barak.
“Walau mendengar suara apapun tidak boleh keluar dan tentu saja tidak boleh pergi ke Kotagede lewat manapun…..!” Lanjut Ki Dhandhang.
“Yaaa….., aku paham maksudnya. Segera akan aku sampaikan sekarang sebelum Adi sekalian kembali ke Kotagede…..!” Berkata Ki Ageng Mataram.
Ki Ageng Giring kemudian mamanggil para pimpinan kelompok di barak Papringan tersebut.
Mereka, para pimpinan kelompok itu kemudian diberi penjelasan oleh Ki Ageng Giring yang ditegaskan oleh Ki Dhandhang.
Mereka, para pimpinan kelompok itu pun paham akan maksud Ki Ageng Giring dan Ki Dhandhang.
“Saya berdebar-debar membayangkan apa yang akan terjadi malam nanti…..! Tetapi, apakah suara-suara itu akan terdengar sampai di tempat ini…..?” Bertanya salah seorang pimpinan kelompok di barak Papringan.
“Di malam yang sunyi sepi, bisa saja akan terdengar sampai di tempat ini walau sayup-sayup. Seandainya itu terjadi dan terdengar, harapannya semua tidak terkejut dan tidak keluar rumah…..!” Lanjut Ki Dhandhang.
Ki Dhandhang kemudian mohon diri agar tidak terlalu malam sampai di Kotagede.
Dengan berkuda mereka akan segera sampai di Kotagede.
Di barak Papringan beberapa saat terjadi kehebohan menanggapi pesan dan permintaan Raden Mas Danang Sutawijaya itu. Mereka saling berbincang tentang permintaan yang aneh tersebut. Namun demikian mereka pun patuh.
Berangsur-angsur barak di Papringan mulai sepi, demikian pula yang ada di dapur.
Ki Dhandhang dan kawannya memacu kudanya dengan kecepatan sedang. Mereka perkiraan akan sampai kembali di Kotagede belum terlalu malam.
Ketika mendekati pemukiman Kotagede, mereka berdua memperlambat laju kuda agar tidak mengejutkan para penghuninya.
Tetapi pemukiman Kotagede, baik yang di pondok maupun yang di barak memang telah sunyi sepi.
Mereka pun mendengar derap kuda yang pelan. Mereka mengira, itu salah satu suara derap kuda yang telah diperingatkan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya. Namun para petinggi Mataram tahu bahwa itu adalah derap kaki kuda yang ditunggangi oleh Ki Dhandhang dan kawannya.
Malam telah merangkak naik. Suara jengkerik dan derik belalang terdengar begitu jelas malam itu. Sesungguhnya itu adalah suara yang biasa mereka dengar, namun kali ini sepertinya terdengar lebih keras.
Burung kedasih yang terbang sambil besiul pun terdengar begitu jelas malam itu seakan membawa kabar yang tidak menyenangkan.
Ketika malam semakin larut, burung engkuk dan burung hantu terdengar bersahutan seakan akan berebut mangsa.
Malam semakin mencekam, seakan daun jatuh pun akan terdengar.
“Kerosaaahk….., bluuug…..!” Terdengar sesuatu yang jatuh.
Mereka pun berdebar, mengira itu adalah salah satu suara yang di ingatkan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya. Namun mereka kemudian menyadari bahwa itu adalah suara pelepah kelapa yang jatuh.
…………….
Bersambung………..
(@SUN-aryo)
Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.