Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(490)
Jaka Tingkir.
Seri Danang Sutawijaya.
Bayangan hitam seperti seorang laki-laki yang tinggi besar itu begitu mudah diringkus oleh sang putri yang cantik jelita. Sehelai selendang telah mengikat kuat bayangan laki-laki tinggi besar itu hingga tak berkutik. “Thooobath…thooobath …thooobath…!”
Itulah yang didengar oleh Raden Mas Danang Sutawijaya.
“Ayooo hentikan perlawanan…..!” Bentak wanita cantik itu.
Ketika itu, bayangan pria tinggi besar di bawah beringin tua itu kemudian seperti bersiul panjang. Dan seketika itu pula pertempuran berhenti.
Raden Mas Danang Sutawijaya berhenti sejenak dalam bercerita.
Mereka yang mendengarkan menyimak dengan sungguh-sungguh agar bisa membayangkan seperti kejadian yang sebenarnya.
Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian melanjutkan ceritanya.
Ketika itu, Raden Mas Danang Sutawijaya melihat dan mendengar sang putri cantik jelita memerintahkan kepada bayangan hitam tinggi besar itu untuk memerintahkan para penunggu pohon itu untuk meninggalkan pohon-pohon di kawasan Kotagede. Sebagian besar agar naik ke puncak Merapi yang jarang dikunjungi orang. Sebagian lagi untuk pergi ke tepian sungai Opak dan sungai Progo. Namun di sana tidak boleh mengganggu manusia. Namun justru agar menjaga batas telatah Mataram. Sedangkan bayangan-bayangan hitam yang seperti seorang wanita, akan dibawa ke laut Kidul untuk memperkuat kerajaan laut Kidul yang tak kasat mata.
Raden Mas Danang Sutawijaya ketika itu mendengar perintah yang terakhir kepada bayangan tinggi besar di bawah pohon beringin tua itu. Rupanya bayangan tinggi besar layaknya manusia itu adalah pimpinan dari seluruh penghuni hutan Alas Mentaok yang tak kasat mata.
“Kau boleh tetap tinggal di pohon beringin tua itu. Menurut Raden Mas Danang Sutawijaya, pohon itu tidak akan ditebang. Bahkan menjadi pusat dari telatah Mataram. Namun demikian, kau tidak boleh mengganggu orang-orang Mataram…..!” Berkata sang wanita yang cantik jelita.
Bayangan hitam yang tinggi besar itu tampak senang ketika diperbolehkan untuk tetap tinggal di pohon beringin tua itu.
“Jika kau mengganggu manusia di Kotagede ini, aku akan menyeretmu dan aku tenggelamkan di laut Kidul…..!” Lanjut dari sang putri cantik jelita itu.
“Amfuun….., amfuun….., akan kami taati…..!” Jawaban bayangan hitam tinggi besar itu.
“Di ufuk timur telah semburat merah, kami akan kembali…..!” Berkata sang putri yang cantik jelita itu.
Demikian yang diceritakan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya. Namun ada yang tidak dikatakannya, yakni permintaan dari sang putri yang cantik jelita itu agar Raden Mas Danang Sutawijaya selalu berkunjung ke pantai Parangtritis setiap selapan – tiga puluh lima hari sekali.
“Demikian Uwa Juru….., Uwa Demang dan Bapa Mataram…..!” Raden Mas Danang Sutawijaya mengakhiri ceritanya.
“Jadi nanti kita semua sudah bisa melanjutkan penebangan pohon……?” Bertanya Ki Juru Martani.
“Tentunya bisa, Uwa……! Semua sudah aman. Tetapi pohon beringin tua itu tidak kita tenang……!” Berkata Raden Mas Danang Sutawijaya.
Para penghuni pemukiman Kotagede itu bersuka ria setelah mendapat pesan bahwa sudah boleh keluar pondok atau pun barak. Walau pagi masih sedikit gelap, namun hampir semuanya telah keluar. Seakan mereka melepaskan ketegangan semalam suntuk. Dan hampir semuanya tidak tidur di malam tadi.
Ki Demang Karanglo telah bercerita kepada para pimpinan kelompok apa yang sesungguhnya terjadi di malam tadi. Ki Demang Karanglo bercerita seperti yang diceritakan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya.
Pada intinya, pohon-pohon yang berada di kawasan Kotagede itu sudah bisa ditebang tanpa gangguan. Semua itu berkat bantuan dari seorang wanita yang cantik jelita penguasa laut Kidul.
Beruntung, Raden Mas Danang Sutawijaya telah bersahabat dengan penguasa laut Kidul itu. Jika tidak, tentu akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan pembangunan Kotagede.
……………..
Bersambung…………
(@SUN-aryo)
**Kunjungi web kami di Google.
Ketik; stsunaryo.com
Ada yang baru setiap hari.