Penerus Trah Prabu Brawijaya.
(@SUN-aryo)
(522)
Mataram.
Seri Danang Sutawijaya.
Dua orang penjala ikan itu kagum dengan cara orang muda yang mengaku bernama Jebeng itu mendayung rakit batang pisang. Rakit itu meluncur dengan cepat. Jika tidak dengan kekuatan besar tentu tidak akan mampu.
“Pasti orang muda itu orang yang berilmu tinggi….!” Berkata salah seorang penjala ikan itu.
“Kalau aku kok tidak yakin bahwa ia memang sedang mencari pemukiman untuk orang-orang Kediri….!” Berkata yang lainnya.
“Ya entahlah, semoga tidak menimbulkan masalah bagi kita dan Mangir pada umumnya. Kita selama ini hidup damai tanpa masalah apapun….!” Sahut kawannya.
“Apakah hal ini akan kita laporkan kepada Ki Ageng Mangir atau para pengawal…..?” Berkata yang lain minta pertimbangan.
“Dia hanya sendiri atau paling banyak hanya dua orang. Aku kira tidak perlu kita ceritakan kepada siapapun. Jika kita ceritakan tentu akan membuat sibuk para pengawal dan Ki Ageng Mangir sendiri…..!” Kawannya berpendapat.
“Ya aku sependapat, namun jika ada perkembangan keadaan, baru kita laporkan……!” Berkata yang lain.
Sementara itu, Raden Mas Danang Sutawijaya memerlukan mengambil pisang dan degan kelapa muda.
Bagaimana pun juga jasmani memerlukan asupan makanan dan minuman. Apalagi perjalanan menyeberang tempuran sungai cukup berat. Demikian pula perjalanan di atas pasir.
Hari telah menjelang sore. Raden Mas Danang Sutawijaya harus mempersiapkan diri lahir dan batin untuk bertemu dengan sang penguasa Laut Kidul.
Raden Mas Danang Sutawijaya sempat mandi di sungai Opak yang airnya jernih. Demikian pula ia sempat berganti pakaian yang bagus. Jika sudah demikian, Raden Mas Danang Sutawijaya sungguh terlihat tampan dan berotot. Gadis manapun pasti akan terpikat olehnya. Ia benar-benar layak sebagai seorang putra mahkota negeri manapun.
Ketika Matahari hampir hilang di balik cakrawala, Raden Mas Danang Sutawijaya telah duduk bersila di atas batu karang yang sebagian telah diratakan. Dengan demikian, Raden Mas Danang Sutawijaya nyaman duduk di atasnya.
Burung-burung camar telah kembali ke sarangnya. Demikian pula burung walet dan burung sriti.
Yang mulai berterbangan adalah kalong dan kelelawar. Demikian pula burung hantu dan burung kedasih yang berburu mangsa di malam hari.
Jengkerik dan belalang pun bernyanyi menghiasi susasana malam.
Katak dan kodok saling bersahutan menambah indahnya susana malam.
Bintang gemintang terlihat berkerlap- kerlip menambah indahnya malam. Di ufuk timur rembulan purnama sudah mengintip dari bukit Parangtritis.
Pantai Parangtritis yang berpasir keputihan terlihat seperti terang tanah di pagi hari.
Semakin malam, pantai Parangtritis semakin terang.
Angin dingin yang kencang tidak dirasakan oleh Raden Mas Danang Sutawijaya.
Saat itu Raden Mas Danang Sutawijaya belum memejamkan mata. Ia masih menikmati indahnya Pantai Parangtritis di saat bulan purnama.
Ia mulai memejamkan mata jika bulan telah hampir di puncaknya.
Ketika waktunya sudah dianggap tiba, Raden Mas Danang Sutawijaya kemudian mulai memejamkan mata.
Beberapa saat ia masih mendengar suara-suara binatang malam.
Ia pun masih mendengar debur ombak sewajarnya.
Ketika bulan serasa di atas ubun-ubun, angin laut serasa semakin kencang. Demikian pula debur ombak seperti tidak sewajarnya.
Bahkan air laut mulai membasahi pakaian Raden Mas Danang Sutawijaya. Namun demikian, Raden Mas Danang Sutawijaya tetap tidak beranjak, dan ia tetap menutup mata.
Tiba-tiba ombak laut selatan serasa sangat besar dan menggulung tubuh Raden Mas Danang Sutawijaya.
Raden Mas Danang Sutawijaya tidak terkejut ketika merasakan hal itu. Ia justru merasa seperti naik kereta kencana seperti yang ia saksikan ketika datangnya lampor. Kereta itu tanpa kusir yang ditarik oleh empat ekor kuda putih yang sangat elok. Kereta itu melaju ke tengah lautan.
Ia duduk berhimpit dengan seorang wanita yang cantik jelita.
……………
Bersambung………….
(@SUN-aryo)